Pengertian Bimbingan
dan Konseling Islami
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ (١٥٥) وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ وَالْأَنفُسِ
Bimbingan dan konseling merupakan alih
bahasa dari istilah inggris guidance dan counseling. Dalam
kamus bahasa inggris guidance dikaitkan dengan kata asal guide,
yang diartikan sebagai berikut: menunjukkan jalan (Showing the way), memimpin
(leading). Menuntun (conducting), memberikan petunjuk (giving instruction),
mengatur (regulating), mengarahkan (governing), memberikan nasehat (giving
advice). Dalam kamus bahasa Inggris, counseling dikaitkan dengan kata
counsel, yang diartikan sebagai berikut : nasehat (to abtain counsel), anjuran
(to give counsel), pembicaraan (to take counsel).
Dalam bahasa arab kata
konseling disebut al-Irsyad atau Al-Itisyarah kata bimbingan disebut
alat-Taujih sehingga disebut at-taujih wal irsyad atau at-taujih wal
istisyarah. Secara etimologi kata al-irsyad berarti alhuda, adalah yang artinya
bahasa indonesia petunjuk sedangkan al istisyarah berarti talaba minh
al-masyurah/an-nashihah yag berarti meminta nasihat atau konsultasi.
Mengenai kedudukan dan hubungan antara
bimbingan dan konseling terdapat banyak pandangan, salah satunya memandang
bahwa konseling sebagai teknik bimbingan, dengan kata lain konseling berada
dalam bimbingan. Pendapat lain menyatakan bahwa bimbingan merupakan pencegahan
munculnya masalah yang dialami oleh individu dengan kata lain bimbingan sifat
atau fungsinya preventif (pencegahan), sedangkan konseling sifatnya kuratif dan
Korektif. Namun bimbingan dan konseling dihadapkan pada objek yang sama yaitu
Problem sedangkan perbedaannya terletak pada perhatian dan perlakuan dari
masalah.
Perbedaan Bimbingan dan Konseling umum
dengan bimbingan dan Konseling Islami menurut Thohari Musnamar, di antaranya
yaitu:
a) Pada
umumnya di barat proses layanan bimbingan dan konseling tidak dihubungkan
dengan Tuhan maupun ajaran agama. Maka layanan bimbingan dan konseling dianggap
sebagai hal yang semata-mata masalah keduniawian, sedangkan Islami menganjurkan
aktifitas layanan bimbingan dan konseling itu merupakan suatu ibadah kepada
Allah SWT suatu bantuan kepada orang lain, termasuk layanan bimbingan dan
konseling, dalam ajaran Islam di hitung sebagai suatu sedekah.
b) Pada
umumnya konsep layanan bimbingan dan konseling barat hanyalah di dasarkan atas
pikiran manusia. Semua teori bimbingan dan konseling yang ada hanyalah
didasarkan atas pengalaman-pengalaman masa lalu, sedangkan konsep bimbingan dan
konseling Islami didasarkan atas, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, aktivitas
akal dan pengalaman manusia.
c) Konsep
layanan Bimbingan dan konseling Barat tidak membahas masalah kehidupan sesudah
mati. Sedangkan konsep layanan bimbingan dan konseling Islami meyakini adanya
kehidupan sesudah mati
d) Konsep
layanan bimbingan dan konseling Barat tidak membahas dan mengaitkan diri dengan
pahala dan dosa. Sedangkan menurut bimbingan dan konseling Islami membahas
pahala dan dosa yang telah di kerjakan.
Dari perbedaan diatas akan melahirkan
beberapa definisi diantaranya, yaitu :
a) Thohari mengartikan
bimbingan dan konseling Islami sebagai suatu proses pemberian bantuan terhadap
individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah SWT yang
seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT, sehingga
dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
b) Yahya
Jaya menyatakan bimbingan dan konseling agama Islami adalah pelayanan
bantuan yang diberikan oleh konselor agama kepada manusia yang mengalami
masalah dalam hidup keberagamaannya, ingin mengembangkan dimensi dan potensi
keberagamaannya seoptimal mungkin, baik secara individu maupun kelompok, agar
menjadi manusia yang mandiri dan dewasa dalam beragama, dalam bidang bimbingan
akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah, melalui berbagai jenis layanan dan
kegiatan pendukung berdasarkan keimanan dan ketaqwaan yang terdapat dalam
al-Qur’an dan Hadits.
c) Ainur
Rahim Faqih mengartikan bahwa bimbingan dan konseling Islami adalah proses
pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan
dan petunjuk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan
di akhirat.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling Islami merupakan suatu usaha yang
dapat dilakukan dalam rangka mengembangkan potensi dan pengentasan masalah yang
dialami klien agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat
berdasarkan ajaran Islam.
Sebagai catatan penting yang perlu
diperhatikan adalah kalimat “Bimbingan dan konseling Islam” dan “Bimbingan dan
konseling Islami” adalah merupakan sebuah kalimat yang hampir sama namun
berbeda. Arif Wibisono Adi dalam tulisannya yang berjudul kerangka dasar
psikologi Islami menyatakan bahwa;“Yang sering menimbulkan kontroversi adalah
masalah nama. Banyak psikologi Muslim yang keberatan untuk menyebutnya dengan
sebutan Islam, karena seolah-olah di sini ada otoritas Tuhan. Akibatnya
orang-orang takut untuk mengkritiknya lagi, padahal bagaimanapun ilmu itu
dinamis dan selalu berkembang. Selalu ada teori atau dalil yang tumbang untuk
digantikan dengan teori atau dalil yang baru.
Sebagai hasil dari nalar manusia, maka
pandangan-pandangan dari ilmu itu bisa salah dan disalahkan untuk digantikan
dengan yang lebih mendekati kebenaran. Kebenaran yang mutlak tidaklah dapat
dicapai oleh manusia. Dengan memakai embel-embel Islami justru ilmu itu
ditakutkan jadi mandek karena orang sudah tidak berani menumbangkan teori atau
dalil-dalilnya lagi dan disangkanya semuanya sudah benar secara mutlak”.
Menurut Hidayat Nataatmadja (1985),
istilah “…..Islam” sebaiknya digantikan dengan istilah “…..Islami” untuk
membedakan antara wahyu dan ide. Karenanya akan
lebih tepat kalau kita menyebut Bimbingan dan konseling Islami dan bukan
Bimbingan dan konseling Islam.
“Bimbingan dan konseling Islami”
dengan menunjang nama itu diharapkan secara langsung tergambar karakteristik
dan identitasnya yang semuanya bermuara pada nilai-nilai yang Islami. Dan
sebagai wadah yang masih menanti kelengkapan isi rasanya nama tersebut lebih
luwes dan luas.
Menurut penulis tidak perlu merombak
sama sekali ilmu atau teori-teori Bimbingan dan konseling Barat yang telah ada,
namun cukup hanya dengan sikap kritis dan selektif dan kemudian hal-hal yang
dianggap kurang cocok cukup kita ubah dan sesuaikan dengan pandangan-pandangan
dan ideal-ideal Islam saja.
B. Landasan Bimbingan dan Konseling Islami
Landasan (dasar pijak) utama bimbingan
dan konseling Islami adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasul, sebab keduanya sumber
dari segala sumber pedoman hidup umat Islami, dalam arti mencakup seluruh aspek
kehidupan mereka, Sabda Nabi SAW.
“Hadis
dari Malik bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda; Aku tinggalkan sesuatu
bagi kalian semua, yang jika kalian selalu berpegang teguh kepadanya niscaya
selama-lamanya tidak akan pernah salah langkah, sesuatu itu yakni Kitabullah
dan Sunnah Rasul” (H.R. Malik).
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya dapat dikatakan
sebagai landasan ideal dan konseptual bimbingan dan konseling Islami.
Berdasarkan al-Qur’an dan sunnah Rasul itulah gagasan, tujuan dan konsep-konsep.
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul merupakan
landasan utama bagi bimbingan dan konseling Islami, yang juga dalam
pengembangannya dibutuhkan landasan yang bersifat filsafat dan keilmuan.
Al-Qur’an di sebut juga dengan landasan “naqliyah” sedangkan landasan lain yang
dipergunakan oleh bimbingan dan konseling Islami yang bersifat “aqliyah”. Dalam
hal ini filsafat Islam dan ilmu atau landasan ilmiah yang sejalan dengan ajaran
Islam.
Jadi landasan utama bimbingan dan
konseling Islami adalah al-Qur’an dan Sunnah. Firman Allah SWT dalam surat
At-Tin ayat 4, sebagai berikut :
Artinya
: “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya”.(QS At-Tin ayat 4)
Menurut Tafsir al-Maraghi sesungguhnya
manusia diciptakan dalam bentuk yang paling baik. Kami ciptakan ia dengan
tinggi yang memadai, dan memakan makanannya dengan tangan, tidak seperti makhluk
lain yang mengambil dan memakan makanannya dengan mulutnya. Lebih dari itu kami
istimewakan manusia dengan akalnya, agar bisa berfikir dan menimba berbagai
ilmu pengetahuan serta bisa mewujudkan segala inspirasinya.
Al-Qur’an dapat menjadi sumber bimbingan
dan konseling Islami, nasehat, dan obat bagi manusia. Firman Allah surat
al-Isra’ ayat 82.
Artinya
: “Dan kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan al-Qur’an tidaklah menambah kepada orang-orang
yang zalim selain kerugian”.(QS al-Isra’ ayat 82)
Menurut Tafsir Tematik Cahaya al-Qur’an,
al-Qur’an merupakan mukjizat Muhammad SAW yang abadi, yang diturunkan Allah
berbagai cahaya dan petunjuk. Di dalamnya terdapat obat bagi jiwa yang sakit
karena penyakit hati dan penyakit kemasyarakatan, seperti akidah yang sesat dan
menyingkap hati yang tertutup, sehingga menjadi obat bagi hati, seperti
layaknya ramuan obat-obatan bagi kesehatan. Jika suatu kaum mau mengambil
petunjuk darinya mereka akan mendapatkan kemenangan dan kebahagiaan, sebaliknya
jika mereka tidak mau menerimanya, maka mereka akan menyesal dan sengsara.
A.
Hakikat Pandangan Tentang Manusia
Menurut konsep
konseling, manusia itu pada hakikatnya adalah sebagai makhluk biologis, makhluk
pribadi dan makhluk sosial. Ayat-ayat Al
Qur’an menerangkan ketiga komponen tersebut. Di samping itu Al Qur’an juga
menerangkan bahwa manusia itu merupakan makhluk religius dan ini meliputi
ketiga komponen lainnya, artinya manusia sebagai makhluk biologis, pribadi, dan
sosial tidak terlepas dari nilai-nilai manusia sebagai makhluk religius.
Menurut kandungan
ayat-ayat Al Qur’an manusia itu pada hakikatnya adalah makhluk yang utuh dan
sempurna, yaitu sebagai makhuk biologis, pribadi, sosial, dan makhluk religius.
Manusia sebagai makhluk religius meliputi ketiga komponen lainnya, yaitu
manusia sebagai makhluk biologis, pribadi dan sosial selalu terikat dengan
nilai-nilai religius.
a. Sebagai
Makhluk Biologis
Menurut
konsep konseling, manusia sebagai makhluk biologis memiliki potensi dasar yang
menentukan kepribadian manusia berupa insting. Manusia hidup pada dasarnya
memenuhi tuntutan dan kebutuhan insting. Menurut keterangan ayat-ayat Al Qur’an
potensi manusia yang relevan dengan insting ini disebut nafsu.
Potensi nafsu ini berupa al hawa dan as-syahwat.
Potensi nafsu ini berupa al hawa dan as-syahwat.
1.
Syahwat adalah dorongan seksual, kepuasan yang bersifat
materi duniawi yang menuntut untuk selalu dipenuhi dengan cepat dan memaksakan
diri serta cenderung melampaui batas.
Artinya: Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya).
(Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan
perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia
ini) sebelummu?" (QS Al-A’raf: 80)
2.
Al-Hawa adalah dorongan-dorongan yang tidak rasional,
sangat mengagungkan kemampuan dan kepandaian diri sendiri, cenderung
membenarkan segala cara, tidak adil yang terpengaruh oleh kehendak sendiri,
rasa marah, kasihan, hiba, sedih, dendam, benci yang berupa emosi dan sentimal.
Dengan demikian orang selalu mengikuti hawa ini dia akan tersesat.\
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang
benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap
dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin,
maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan
(kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahui segala apa yang kamu kerjaka. (QS An-Nisa:135)
Ada tiga jenis nafsu yang paling pokok,
yaitu:
a.
Nafsu amarah , yaitu nafsu yang selalu
mendorong untuk melakukan kesesatan dan kejahatan.
Artinya: Dan aku tidak membebaskan diriku
(dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada
kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku
Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (QS Yusuf:53)
b.
Nafsu
lawwaamah, yaitu nafsu yang menyesal . Ketika manusia telah mengikuti dorongan
nafsu amarah dengan perbuatan nyata, sesudahnya sangat memungkinkan manusia itu
menyadari kekeliruannya dan membuat nafsu itu menyesal (Al Qiyamah:1-2)
Artinya:
Aku bersumpah demi hari kiamat. dan
aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri_. (QS
Al Qiyamah:1-2)
c.
Nafsu muthmainnah, yaitu nafsu yang
terkendali oleh akal dan kalbu sehingga dirahmati oleh Allah swt. Ia akan
mendorong kepada ketakwaan dalam arti mendorong kepada hal-hal yang positif.
Artinya:
Hai jiwa yang tenang. Kembalilah
kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam
jama'ah hamba-hamba-Ku,masuklah ke dalam surga-Ku.
(QS Al-Fajr: 27-30)
a. Sebagai Makhluk
Pribadi
Menurut konsep
konseling seperti yang dikemukakan dalam Terapi Terpusat pada Pribadi, Terapi
Eksistensial, Terapi Gestalt, Rasional Emotif Terapi, dan Terapi Realita.
Manusia sebagai makhluk pribadi memiliki ciri-ciri kepribadian pokok sebagai
berikut:
a. memiliki
potensi akal untuk berpikir rasional dan mampu menjadi hidup sehat, kreatif,
produktif dan efektif, tetapi juga ada kecendrungan dorongan berpikir tidak
rasional.
Artinya:“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera
yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah
mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh
(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang
memikirkan.” (QS Al-Baqarah: 164)
b. Memiliki
kesadaran diri (as-syu’ru).
Artinya: Mereka hendak menipu Allah dan
orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang
mereka tidak sadar. (QS Al-Baqarah:9)
Artinya: Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah
orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (QS
Al-Baqarah:12 )
c. Memiliki
kebebasan untuk menentukan pilihan.
Artinya:“Sesungguhnya
orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak tersembunyi dari
kami. Maka Apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik,
ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari kiamat?
perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu
kerjakan.” (QS Fushilat:40)
d. Memiliki tanggung jawab.
كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ(38)
Artinya: “Tiap-tiap diri bertanggung
jawab atas apa yang telah diperbuatnya,”. (Al-Muddatsir:38)
e. merasakan
kecemasan sebagai bagian dari kondisi hidup (Al-Baqarah: 155).
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ (١٥٥) وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ وَالْأَنفُسِ
Artinya: “Dan sungguh akan Kami
berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,
jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar.” (QS Al-baqarah: 155)
f. Memiliki
kesadaran akan kematian dan ketiadaan.
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini
Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi
saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)". (QS Al-A’raf: 172)
Artinya:
atau agar kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya orang-orang tua kami telah
mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan
yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena
perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?"
(QS Al-A’raf: 173)
Artinya: Dan demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu,
agar mereka kembali (kepada kebenaran). (QS Al-A’raf:
174)
a. Sebagai
mahluk Sosial
Sebagai makhluk sosial,
Al Qur’an menerangkan bahwa sekalipun manusia memiliki potensi fitrah yang
selalu menuntut kepada aktualisasi iman dan takwa, namun manusia tidak terbebas
dari pengaruh lingkungan atau merupakan agen positif yang tergantung pada
pengaruh lingkungan terutama pada usia anak-anak. Menurut konsep konseling,
seperti yang diungkapkan dalam Terapi Adler, Terapi Behavioral, dan Terapi
Transaksional, manusia sebagai memiliki sifat dan ciri-ciri pokok sebagai
berikut:
1. manusia
merupakan agen positif yang tergantung pada pengaruh lingkungan, tetapi juga
sekaligus sebagai produser terhadap lingkungannya.
Artinya: Dan orang-orang yang beriman dan
beramal saleh, benar-benar akan Kami hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka dan
benar-benar akan Kami beri mereka balasan yang lebih baik dari apa yang mereka
kerjakan. (QS Al-Ankabut: 7)
2. Perilaku
sangat dipengaruhi oleh kehidupan masa kanak-kanak, yaitu pengaruh orang tua
(orang lain yang signifikan).
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
(QS At-Tahrim: 6)
3. Keputusan awal dapat dirubah atau ditinjau
kembali.
Artinya: Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(QS Al-Hasyr:18)
4. selalu
terlibat menjalin hubungan dengan orang lain dengan cinta kasih dan
kekeluargaan.
Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS
An Nisa: 1)
a. Sebagai
Makhluk Religius
Konsep konseling tidak
ada menerangkan manusia sebagai makhluk religius. Sebagai makhluk religius
manusia lahir sudah membawa fitrah, yaitu potensi nilai-nilai keimanan dan
nilai-nilai kebenaran hakiki. Fitrah ini berkedudukan di kalbu, sehingga dengan
fitrah ini manusia secara rohani akan selalu menuntut aktualisasi diri kepada
iman dan takwa dimanapun manusia berada.
Artinya:
Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah
yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada
fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
(Ar-Ruum: 30)
Namun tidak ada yang
bisa teraktualisasikan dengan baik dan ada pula yang tidak, dalam hal ini
faktor lingkungan pada usia anak sangat menentukan. Manusia sebagai makhluk
religius berkedudukan sebagai abidullah dan sebagai khalifatullah di muka bumi.
Abidullah merupakan
pribadi yang mengabdi dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan dan
petunjuk Allah.
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُون
Artinya:
Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
(Adz-Dzariyat: 56)
Hal ini disebut ibadah mahdhah.
Khalifatullah merupakan
tugas manusia untuk mengolah dan memakmurkan alam ini sesuai dengan
kemampuannya untuk kesejahteraan umat manusia, serta menjadi rahmat bagi orang
lain atau yang disebut rahmatan lil’alamin (Al-Baqarah: 30).
وَ
إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّيْ جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ
خَلِيْفَةً قَالُوْا أَتَجْعَلُ فِيْهَا مَن يُفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ
الدِّمَاءَ وَ نَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَ نُقَدِّسُ لَكَ قَالَ
إِنِّيْ أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُوْن
Artinya: Dan
(ingatlah) tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat : Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah. Berkata mereka : Apakah
Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak di dalam nya dan
menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan
memuliakan Engkau ? Dia berkata : Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui. (QS Al-Baqarah ayat 30)
0 Komentar untuk "pengertian bimbingan konseling"