BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Puasa
Puasa adalah terjemahan dari Ash-Shiyam. Menurut istilah bahasa
berarti menahan diri dari sesuatu dalam pengertian tidak terbatas. Arti ini
sesuai dengan firman Allah dalam surat Maryam ayat 26:
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمنِ صَوْمًا.
“sesungguhnya aku bernazar shaum ( bernazar
menahan diri dan berbiacara ).”[1]
“Saumu” (puasa), menurut
bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti makan, minum, nafsu,
menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.
Menurut istilah agama Islam yaitu “menahan
diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit
fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.”[2]
Menahan diri dari berbicara dahulu
disyariatkan dalam agama Bani Israil. Menurut Syara’ (istilah agama Islam) arti
puasa adalah sebagaimana tersebut dalam kitab Subulus Salam. Yaitu :
اَلْإِمْسَاكُ عَنِ اْلأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَالْجِمَاعِ
وَغَيْرِهَا مِمَّا وَرَدَ بِهِ٬ فيِ النَّهَارِ عَلَي الْوَجْهِ الْمَشْرُوْعِ٬ وَيَتْبَعُ
ذلِكَ الْإِمْسَاكُ عَنِ الَّلغْوِ وَالرَّفَثِ وَغَيْرِهَا مِنَ الْكَلَامِ الْمُحَرَّمِ
وَالْمَكْرُوْهِ فِي وَقْتٍ مَخْصُوْصٍ٬ بِشَرَا ئِطَ مَخْصُوْصَةٍ۰
“Menahan
diri dari makan, minum, jima’ (hubungan seksual) dan lain-lain yang
diperintahkan sepanjang hari menurut cara yang disyariatkan, dan disertai pula
menahan diri dari perkataan sia-sia, perkataan yang diharamkan pada waktu-waktu
tertentu dan menurut syarat-syarat yang ditetapkan.[3]
B. Dasar
hukum pelaksanaannya
Puasa Ramadhan adalah salah satu dari rukun
Islam yang diwajibkan kepada tiap mukmin. Sebagai dalil atau dasar yang
menyatakan bahwa puasa Ramadhan itu ibadat yang diwajibkan Allah kepada tiap
mukmin, umat Muhammad Saw., ialah:
a. Firman
Allah Swt., :
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَي الَّذِيْنَ مِنْ
قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ۰
Artinya
: Wahai mereka yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa (Ramadhan)
sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu
bertaqwa. (QS. Al-Baqarah-183).
b. Sabda
Nabi Saw., :
بُنِيَ اْلإِسْلَامُ عَلَي خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ
لآاِلهَ اِلَّا اللهُ٬ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ٬ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ٬
وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ٬ وَصَوْمِ رَمَضَانَ٬ وَحَجِّ الْبَيْتِ۰
“Didirikan Islam atas lima sendi: mengakui
bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat,
berpuasa Ramadhan dan naik haji ke Baitullah.” (H.R Bukhari dan Muslim dari
Ibnu Umar).[4]
Berdasarkan ketetapan Alquran,
ketetapan hadis tersebut, puasa diwajibkan atas umat Islam sebagaimana
diwajibkan atas umat yang terdahulu. Ayat itu menerangkan bahwa orang yang
berada di tempat dalam keadaan sehat, di waktu bulan Ramadhan, wajib dia
berpuasa. Seluruh Ulama Islam sepakat menetapkan bahwasanya puasa, salah satu
rukun Islam yang lima, karena itu puasa
di bulan Ramadhan adalah wajib dikerjakan.
Yang diwajibkan berpuasa itu adalah
orang yang beriman (muslim) baik laki-laki maupun perempuan (untuk perempuan
suci dari haid dan nifas), berakal, baligh (dewasa), tidak dalam musafir
(perjalanan) dan sanggup berpuasa.
Orang yang tidak beriman ada pula yang
mengerjakan puasa sekarang dalam rangka terapi pengobatan. Meskipun mereka
tidak beriman namun mereka mendapat manfaat juga dari puasanya yaitu manfaat
jasmaniah.
Kecuali itu dalam ilmu kesehatan ada orang yang
berpuasa untuk kesehatan. Walaupun orang ini berpuasa sesuai dengan
ketentuan-ketentuan ajaran Islam, namun mereka puasanya tanpa niat ibadah
kepada Allah yaitu dengan niat berpuasa esok hari karena Allah dan mengharapkan
ridho-Nya, maka puasanya adalah puasa sekuler. Orang
ini mendapat manfaat jasmaniah, tetapi tidak mendapat manfaat rohaniah.[5]
C. Memulai
Puasa Bulan Ramadhan
Puasa
Ramadhan lamanya sebulan yaitu 29 atau 30 hari, yang dimulai setiap harinya
sejak terbit pagi hingga terbenam matahari.[6]
Puasa
Ramadhan dimulai dengan salah satu sebab sebagai berikut :
1. Melihat
bulan Ramadhan setelah terbenam matahari pada tanggal 29 (akhir) Sya’ban.
2. Penetapan
Hakim Syar’i akan awal bulan Ramadhan berdasarkan keterangan saksi,
sekurang-kurangnya seorang laki-laki, bahwa ia melihat bulan.
3. Penetapan
awal bulan Ramadhan dengan perhitungan ahli hisab (perhitungan) ; a. Apabila
bulan tidak terlihat, maka bulan Sya’ban disempurnakan 30 hari. ; b. Keterangan
orang yang dapat dipercaya kebenarannya oleh penerima berita, bahwa ia melihat
bulan Ramadhan.
4. Dengan
hisab sebagaimana firman Allah. Swt. :
هُوَ الَّذِي جَعَلَ
الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُوْرًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا
عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَ٬ مَاخَلَقَ اللهُ ذلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ٬
يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُوْنَ۰
Artinya: “Allah yang telah menjadikan
matahari bersinar dan bulan bercahaya serta diaturnya tempat perjalanan, supaya
kamu mengetahui bilangan tahun dan hitungan (hisabnya). Tuhan tidak menjadikan
semuanya itu kecuali dengan pasti. Tuhan menerangkan segalanya (tandaan) dengan
ayat-ayat-Nya bagi semua orang yang berpengatahuan. (QS. Yunus-5).
Sabda Rasulullah Saw. :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّي
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُوْا٬ إِذَا
رَأَيْتُمُوْهُ فَافْطِرُوْا۰ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْا لَهُ.
Artinya: “Dari ‘Umar ra., Rasulullah Saw.,
bersabda : Apabila kamu melihat bulan Ramadhan, hendaklah berpuasa dan apabila kamu
melihat bulan Syawal hendaklah kamu berbuka. Maka jika tidak tampak olehmu,
maka hendaklah kamu perhitungkanlah jumlahnya hari dalam satu bulan”. (HR.
Bukhari, Muslim, Nasa’i dan Ibnu Majah).[7]
D. Syarat
Puasa
1. Syarat-syarat
wajib berpuasa
a.
Islam
b.
Baligh
dan berakal ; anak-anak belumlah diwajibkan berpuasa ; tetapi apabila kuat
mengerjakannya, boleh diajak berpuasa sebagai latihan.
c.
Suci dari
haid dan nifas (ini tertentu bagi wanita)
d.
Kuasa
(ada kekuatan). Kuasa disini artinya, tidak sakit dan bukan yang sudah tua.
Orang sakit dan orang tua, mereka ini boleh tidak berpuasa, tetapi wajib
membayar fidyah.
2. Syarat-syarat
sahnya puasa
a.
Islam.
b.
Tamyiz.
c.
Suci
dari haid dan nifas. Wanita yang sedang haid dan nifas tidak sah jika mereka
berpuasa, tetapi wajib qadha pada waktu lain, sebanyak bilangan hari yang ia
tinggalkan.
d.
Tidak di
dalam hari-hari yang dilarang untuk berpuasa, yaitu diluar bulan Ramadhan[8] ;
seperti puasa pada hari Raya Idul Fitri ( 1 Syawal), Idul Adha (10 Zulhijjah),
tiga hari tasyrik, yakni hari 11, 12 dan 13 Zulhijjah, hari syak, yakni hari 30
Sya’ban yang tidak terlihat bulan (hilal) pada malamnya.
E.
Rukun Puasa
1.
Niat ; yaitu menyengaja
puasa Ramadhan, setelah terbenam matahari hingga sebelum fajar shadiq. Artinya
pada malam harinya, dalam hati telah tergerak (berniat), bahwa besok harinya
akan mengerjakan puasa wajib Ramadhan. Adapun puasa sunnat, boleh niatnya
dilakukan pada pagi harinya.
2.
Meninggalkan segala yang
membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
Berdasarkan Firman Allah Ta’ala :
فَالْئنَ بَاشِرُوْهُنَّ
وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتَّي يَتَبَيَّنَ
لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ
أَتِمُّوْا الصِّيَامَ إِلَي الَّيْل۰
Artinya: “Maka sekarang, bolehlah kamu
mencampuri mereka dan hendaklah kamu mengusahakan apa yang diwajibkan Allah
atasmu, dan makan-minumlah hingga nyata garis putih dan garis hitam berupa
fajar, kemudian sempurnakanlah puasa sampai malam.
Yang
dimaksud dengan garis putih dan garis hitam ialah terangnya siang dan gelapnya
malam. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa ‘Adi
bin Hatim bercerita : “Tatkala turun ayat yang artinya : “hingga nyata benang
putih dari benang hitam berupa fajar” saya ambillah seutas tali hitam dan
seutas tali putih, lalu saya taruh dibawah bantal dan saya amat-amati di waktu
malam dan ternyata tidak dapat saya bedakan. Maka pagi-pagi saya datang menemui
Rasulullah Saw dan saya ceritakan padanya hal itu. Sabda Nabi Saw :
إِنَّمَا ذلِكَ سَوَادُ
اللَّيْلِ وَبَيَاضُ النَّهَارِ
Artinya: “Maksudnya ialah gelapnya malam dan
terangnya siang”.[9]
F.
Yang membatalkan puasa
1.
Memasukkan sesuatu kedalam
lobang rongga badan dengan sengaja, seperti makan, minum, merokok, memasukkan
benda ke dalam telinga atau ke dalam hidung hingga melewati pangkal hidungnya.
Tetapi jika karena lupa, tiadalah yang demikian itu membatalkan puasa. Suntik
di lengan, di paha, di punggung atau lainnya yang serupa, tidak membatalkannya,
karena di paha atau punggung bukan berarti melalui lobang rongga badan.
2.
Muntah dengan sengaja;
muntah tidak dengan sengaja tidak membatalkannya.
3.
Haid dan nifas; wanita yang
haid dan nifas haram mengerjakan puasa, tetapi wajib mengqodha sebanyak hari
yang ditinggalkan waktu haid dan nifas.
4.
Jima’ pada siang hari.
5.
Gila walaupun sebentar.
6.
Mabuk atau pingsan
sepanjang hari.
7.
Murtad, yakni keluar dari
agama Islam.[10]
Perlu diterangkan
disini tentang sangsi orang yang jima’ (bercampur) pada siang hari di bulan
Ramadhan; Orang yang berjima’ (melakukan hubungan kelamin) pada siang hari
bulan Ramadhan, puasanya batal. Selain itu ia wajib membayar denda atau
kifarat, sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah Saw. :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا وَقَعَ بِامْرَأَتِهِ فِي رَمَضَانَ فَاسْتَفْتَي
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذلِكَ٬ فَقَالَ: هَلْ تَجِدُ
رَقَبَةً ؟ قَالَ: لَا. وَهَلْ تَسْتَطِيْعُ
صِيَامَ شَهْرَيْنِ ؟ قَالَ: لَا. فَأَطْعِمْ سِتِّيْنَ
مِسْكِيْنًا. (رواه مسلم).
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. Bahwasanya
seorang laki-laki pernah bercampur dengan istrinya siang hari pada bulan
Ramadhan, lalu ia minta fatwa kepada Nabi Saw. : “Adakah engkau mempunyai budak
?. (dimerdekakan). Ia menjwab : Tidak. Nabi berkata lagi : “Kuatkah engkau
puasa dua bulan berturut-turut ?”. Ia menjawab : Tidak. Sabda Nabi lagi :
“Kalau engkau tidak berpuasa, maka berilah makan orang-orang miskin sebanyak
enam puluh orang”. (HR.Muslim). [11]
G.
Hal-hal sunnat dalam
berpuasa
1.
Menyegrakan berbuka puasa
apabila telah nyata dan yakin bahwa matahari sudah terbenam.
2.
Berbuka dengan kurma,
sesuatu yang manis, atau dengan air.
3.
Berdoa sewaktu berbuka
puasa.
4.
Makan sahur sesudah tengah
malam, dengan maksud supaya menambah kekuatan ketika puasa.
5.
Menta’khirkan makan sahur sampai
kira-kira 15 menit sebelum fajar.
6.
Memberi makanan untuk
berbuka kepada orang yang puasa.
7.
Hendaklah memperbanyak
sedekah selama dalam bulan puasa.
8.
Memperbanyak membaca
Alquran dan mempelajarinya (belajar atau mengajar) karena mengikuti perbuatan
Rasulullah Saw.[12]
H.
Puasa sunnat dan
macam-macamnya.
Puasa sunnat adalah puasa yang
disunnatkan kita melakukannya. Di antara puasa-puasa sunnat ini ialah :
1.
Berpuasa sehari dan berbuka
sehari (puasa Nabi Daud)
2.
Puasa enam di bulan Syawal.
3.
Puasa hari Arafah (tanggal
9 bulan haji), kecuali orang yang sedang mengerjakan ibadah haji, maka puasa
ini tidak disunnatkan atasnya.
4.
Puasa hari Asyura (hari
yang kesepuluh dari bulan Muharram).
5.
Puasa hari senin dan kamis.
6.
Puasa tiga hari pada tiap
bulan ; dalam hubungan ini berpuasa pada tanggal 13, 14 dan 15 tiap bulan
berpuasa pada hari putih.
7.
Puasa Sya’ban.[13]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Puasa adalah
terjemahan dari Ash Shiyam. Menurut istilah bahasa berarti menahan diri dari
sesuatu dalam pengertian tidak terbatas. “Saumu” (puasa), menurut bahasa Arab adalah “menahan
dari segala sesuatu”, seperti makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak
bermanfaat dan sebagainya.
Menurut istilah agama Islam yaitu “menahan diri
dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar
sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.
Berdasarkan ketetapan Alquran surat Al-Baqarah
ayat 183 dan ketetapan hadis yang telah disebutkan diatas, puasa diwajibkan
atas umat Islam sebagaimana diwajibkan atas umat yang terdahulu. Ayat itu
menerangkan bahwa orang yang berada di tempat dalam keadaan sehat, di waktu
bulan Ramadhan, wajib dia berpuasa. Seluruh Ulama Islam sepakat menetapkan
bahwasanya puasa, salah satu rukun Islam yang lima, karena itu puasa di bulan Ramadhan adalah wajib dikerjakan.
Yang diwajibkan berpuasa itu adalah orang yang
beriman (muslim) baik laki-laki maupun perempuan (untuk perempuan suci dari
haid dan nifas), berakal, baligh (dewasa), tidak dalam musafir (perjalanan) dan
sanggup berpuasa.
Puasa
Ramadhan lamanya sebulan yaitu 29 atau 30 hari, yang dimulai setiap harinya
sejak terbit pagi hingga terbenam matahari.
0 Komentar untuk "makalah puasa ramadhan"