Ukhuwwah merupakan anugerah yang agung dan mahal dari Allah
Subhanallahu wa Ta’ala. Dan ini merupakan nikmat dari Allah Subhanallahu
wa Ta’ala kepada para hamba-Nya yang mukmin, sebagaimana dalam
firman-Nya:
“Dan ingatlah akan nikmat Allah Subhanallahu wa Ta’ala kepada kalian ketika kalian dahulu (pada masa Jahiliyah) saling bermusuhan, maka Allah Subhanallahu wa Ta’ala mempersatukan hati-hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah Subhanallahu wa Ta’ala, orang-orang yang bersaudara; dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah Subhanallahu wa Ta’ala menyelamatkan kalian dari padanya.” (Ali Imran: 103)
Sebagian ulama ahli tafsir berkata tentang firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala dalam ayat tersebut: “Di dalamnya terdapat isyarat bahwa tumbuhnya ukhuwwah dan mahabbah (kecintaan) antara kaum mukminin adalah semata-mata karena keutamaan dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala.”
Dan disabdakan pula oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dalam sebuah hadits:
“Sesungguhnya Allah Subhanallahu wa Ta’ala akan berkata nanti pada hari kiamat: ‘Di manakah orang-orang yang menjalin persaudaraan karena-Ku, maka pada hari ini Aku akan menaunginya pada hari di mana tidak ada sebuah naungan kecuali hanya naungan-Ku’.” (HR. Muslim)
Hak-hak di dalam Ukhuwwah
Setelah kita mengetahui betapa agung dan mahalnya nilai sebuah ukhuwwah, maka kita harus berusaha semaksimal mungkin agar anugerah dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala tersebut tetap terjaga dan terpelihara pada diri kita.
Di antara usaha yang harus ditempuh agar ukhuwwah tersebut tetap terjaga pada diri kita, maka kita perlu memperhatikan hak-hak dalam ukhuwwah. Hak-hak tersebut adalah:
1. Hendaklah ia mencintai saudaranya semata-mata karena Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan bukan karena tujuan-tujuan duniawi.
2. Lebih mendahulukan untuk membantu saudaranya dengan apa yang mampu dari jiwa dan harta daripada dirinya sendiri.
3. Menjaga kehormatan dan harga diri saudaranya.
Dan berikut ini adalah beberapa sebab yang akan menjaga tetap eratnya persaudaraan di kalangan sesama muslim, yaitu:
1. Tidak menyebutkan ‘aib saudaranya, baik ketika ia hadir di hadapannya maupun ketika tidak ada.
2. Tidak mencampuri urusan pribadinya.
3. Menjaga rahasianya.
4. Menjauhi prasangka buruk terhadap saudaranya.
Hukum asal seorang muslim adalah taat kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala, bersifat jujur, dan baik. Maka kita harus berbaik sangka kepada saudara kita, dan harus menjauhi prasangka buruk, karena dengan berprasangka buruk, kita bisa jatuh kedalam perbuatan dosa.
Allah Subhanallahu wa Ta’ala telah melarang perbuatan tersebut dalam firman-Nya (artinya):
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa.” (Al-Hujurat: 12)
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Hati-hatilah kalian dari prasangka, karena prasangka itu adalah sedusta-dusta ucapan.” (HR. Al-Bukhari & Muslim)
Umar bin Khattab radliyallahu ‘anhu berkata: “Janganlah kalian berprasangka buruk terhadap sebuah kalimat yang keluar dari saudaramu, sementara memungkinkan bagimu untuk membawa kalimat tersebut ke arah kebaikan.” (Riwayat Ahmad, Az-Zuhd)
Abdullah bin Al-Mubarak rahimahulloh berkata: “Bagi seorang mukmin, diberikan kepadanya berbagai kemungkinan alasan yang dapat dimaafkan.”
Maka jangan sampai kita membuka peluang bagi setan untuk masuk kemudian menghembuskan sesuatu yang buruk kepada diri kita, sampai akhirnya berhasil memecah-belah persaudaraan sesama muslim.
5. Menjauhi perdebatan dengan saudaranya.
Sesungguhnya perdebatan akan menghilangkan sifat mahabbah (saling mencintai) dan persahabatan. Dan akan mewariskan kemarahan, dendam dan pemutusan ukhuwwah.
Maka meninggalkan sikap perdebatan merupakan tindakan yang terpuji. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa yang meninggalkan perdebatan sementara ia berada di pihak yang salah, maka akan dibangunkan sebuah rumah baginya di surga paling bawah. Dan barangsiapa yang meninggalkan perdebatan sementara ia berada pada pihak yang benar, maka akan dibangunkan baginya sebuah rumah di tengah surga…” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Di antara sebab yang mendorong seseorang untuk melakukan perdebatan adalah dalam rangka memperoleh kemenangan, agar ia dikatakan sebagai seorang yang pintar dan paling benar pendapatnya, dan kurangnya penjagaan terhadap tergelincirnya lisan pada dirinya. Kesemuanya itu merupakan sikap yang tidak terpuji.
6. Mengucapkan kalimat-kalimat yang baik kepada saudaranya.
Realisasi dalam hal ini ialah seperti:
1. Mengatakan kepada saudaranya: “Aku mencintaimu karena Allah Subhanallahu wa Ta’ala.”
2. Memuji saudaranya ketika tidak ada di hadapannya.
3. Mengucapkan terima kasih atas kebaikan saudaranya tersebut.
7. Memaafkan atas kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh saudaranya.
Setiap orang pasti memiliki kesalahan. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam :
“Setiap keturunan Adam (manusia) pasti melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah orang yang bertaubat.” (HR. Ibnu Majah no. 4251)
8. Merasa gembira dengan kenikmatan yang Allah Subhanallahu wa Ta’ala berikan kepada saudaranya.
Allah Subhanallahu wa Ta’ala telah memberikan keutamaan dan kelebihan yang berbeda pada masing-masing orang. Baik dalam hal kepemilikan harta, keilmuan, banyak melakukan amalan-amalan ibadah, kebaikan akhlaknya dan lain sebagainya.
Kita patut merasa gembira dengan nikmat Allah Subhanallahu wa Ta’ala yang diberikan kepada saudara kita baik dari sisi harta, ilmu, semangat dalam beribadah, dan lain-lain. Kita harus menghilangkan sifat hasad (iri, dengki) terhadap keutamaan yang diberikan oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala kepada saudara kita.
9. Saling membantu dengan saudaranya dalam perkara-perkara kebaikan.
Sungguh Allah Subhanallahu wa Ta’ala telah memerintahkan yang demikian dalam firman-Nya (artinya):
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (Al-Maidah: 2)
10. Bermusyawarah dan bersikap lemah lembut terhadap saudaranya.
Janganlah salah seorang di antara mereka bersendirian dalam memutuskan suatu perkara, namun hendaklah saling bermusyawarah. Allah Subhanallahu wa Ta’ala telah memerintahkan hal tersebut dalam firman-Nya (artinya):
“Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka.” (Asy-Syuura: 38)
Maka kita memohon kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala agar menjadikan kita semua termasuk dari orang-orang yang saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, saling nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran, serta menjadikan persaudaraan kita semata-mata karena mengharap ridho-Nya. Dan semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala memberikan taufik-Nya kepada kita, karena sesungguhnya tidak ada daya dan upaya pada diri kita, kecuali kekuatan dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Amin ya Rabbal ‘alamin.
Wallahu Ta’ala A’lamu bish Shawab.
Catatan: Artikel ini telah mengalami pengurangan dari artikel aslinya, silakan baca selengkapnya di http://www.buletin-alilmu.com/?p=482.
https://fadhlihsan.wordpress.com/2010/10/18/10-hal-yang-dapat-menjaga-persaudaraan-muslim/
“Dan ingatlah akan nikmat Allah Subhanallahu wa Ta’ala kepada kalian ketika kalian dahulu (pada masa Jahiliyah) saling bermusuhan, maka Allah Subhanallahu wa Ta’ala mempersatukan hati-hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah Subhanallahu wa Ta’ala, orang-orang yang bersaudara; dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah Subhanallahu wa Ta’ala menyelamatkan kalian dari padanya.” (Ali Imran: 103)
Sebagian ulama ahli tafsir berkata tentang firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala dalam ayat tersebut: “Di dalamnya terdapat isyarat bahwa tumbuhnya ukhuwwah dan mahabbah (kecintaan) antara kaum mukminin adalah semata-mata karena keutamaan dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala.”
Dan disabdakan pula oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dalam sebuah hadits:
“Sesungguhnya Allah Subhanallahu wa Ta’ala akan berkata nanti pada hari kiamat: ‘Di manakah orang-orang yang menjalin persaudaraan karena-Ku, maka pada hari ini Aku akan menaunginya pada hari di mana tidak ada sebuah naungan kecuali hanya naungan-Ku’.” (HR. Muslim)
Hak-hak di dalam Ukhuwwah
Setelah kita mengetahui betapa agung dan mahalnya nilai sebuah ukhuwwah, maka kita harus berusaha semaksimal mungkin agar anugerah dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala tersebut tetap terjaga dan terpelihara pada diri kita.
Di antara usaha yang harus ditempuh agar ukhuwwah tersebut tetap terjaga pada diri kita, maka kita perlu memperhatikan hak-hak dalam ukhuwwah. Hak-hak tersebut adalah:
1. Hendaklah ia mencintai saudaranya semata-mata karena Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan bukan karena tujuan-tujuan duniawi.
2. Lebih mendahulukan untuk membantu saudaranya dengan apa yang mampu dari jiwa dan harta daripada dirinya sendiri.
3. Menjaga kehormatan dan harga diri saudaranya.
Dan berikut ini adalah beberapa sebab yang akan menjaga tetap eratnya persaudaraan di kalangan sesama muslim, yaitu:
1. Tidak menyebutkan ‘aib saudaranya, baik ketika ia hadir di hadapannya maupun ketika tidak ada.
2. Tidak mencampuri urusan pribadinya.
3. Menjaga rahasianya.
4. Menjauhi prasangka buruk terhadap saudaranya.
Hukum asal seorang muslim adalah taat kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala, bersifat jujur, dan baik. Maka kita harus berbaik sangka kepada saudara kita, dan harus menjauhi prasangka buruk, karena dengan berprasangka buruk, kita bisa jatuh kedalam perbuatan dosa.
Allah Subhanallahu wa Ta’ala telah melarang perbuatan tersebut dalam firman-Nya (artinya):
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa.” (Al-Hujurat: 12)
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Hati-hatilah kalian dari prasangka, karena prasangka itu adalah sedusta-dusta ucapan.” (HR. Al-Bukhari & Muslim)
Umar bin Khattab radliyallahu ‘anhu berkata: “Janganlah kalian berprasangka buruk terhadap sebuah kalimat yang keluar dari saudaramu, sementara memungkinkan bagimu untuk membawa kalimat tersebut ke arah kebaikan.” (Riwayat Ahmad, Az-Zuhd)
Abdullah bin Al-Mubarak rahimahulloh berkata: “Bagi seorang mukmin, diberikan kepadanya berbagai kemungkinan alasan yang dapat dimaafkan.”
Maka jangan sampai kita membuka peluang bagi setan untuk masuk kemudian menghembuskan sesuatu yang buruk kepada diri kita, sampai akhirnya berhasil memecah-belah persaudaraan sesama muslim.
5. Menjauhi perdebatan dengan saudaranya.
Sesungguhnya perdebatan akan menghilangkan sifat mahabbah (saling mencintai) dan persahabatan. Dan akan mewariskan kemarahan, dendam dan pemutusan ukhuwwah.
Maka meninggalkan sikap perdebatan merupakan tindakan yang terpuji. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa yang meninggalkan perdebatan sementara ia berada di pihak yang salah, maka akan dibangunkan sebuah rumah baginya di surga paling bawah. Dan barangsiapa yang meninggalkan perdebatan sementara ia berada pada pihak yang benar, maka akan dibangunkan baginya sebuah rumah di tengah surga…” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Di antara sebab yang mendorong seseorang untuk melakukan perdebatan adalah dalam rangka memperoleh kemenangan, agar ia dikatakan sebagai seorang yang pintar dan paling benar pendapatnya, dan kurangnya penjagaan terhadap tergelincirnya lisan pada dirinya. Kesemuanya itu merupakan sikap yang tidak terpuji.
6. Mengucapkan kalimat-kalimat yang baik kepada saudaranya.
Realisasi dalam hal ini ialah seperti:
1. Mengatakan kepada saudaranya: “Aku mencintaimu karena Allah Subhanallahu wa Ta’ala.”
2. Memuji saudaranya ketika tidak ada di hadapannya.
3. Mengucapkan terima kasih atas kebaikan saudaranya tersebut.
7. Memaafkan atas kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh saudaranya.
Setiap orang pasti memiliki kesalahan. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam :
“Setiap keturunan Adam (manusia) pasti melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah orang yang bertaubat.” (HR. Ibnu Majah no. 4251)
8. Merasa gembira dengan kenikmatan yang Allah Subhanallahu wa Ta’ala berikan kepada saudaranya.
Allah Subhanallahu wa Ta’ala telah memberikan keutamaan dan kelebihan yang berbeda pada masing-masing orang. Baik dalam hal kepemilikan harta, keilmuan, banyak melakukan amalan-amalan ibadah, kebaikan akhlaknya dan lain sebagainya.
Kita patut merasa gembira dengan nikmat Allah Subhanallahu wa Ta’ala yang diberikan kepada saudara kita baik dari sisi harta, ilmu, semangat dalam beribadah, dan lain-lain. Kita harus menghilangkan sifat hasad (iri, dengki) terhadap keutamaan yang diberikan oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala kepada saudara kita.
9. Saling membantu dengan saudaranya dalam perkara-perkara kebaikan.
Sungguh Allah Subhanallahu wa Ta’ala telah memerintahkan yang demikian dalam firman-Nya (artinya):
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (Al-Maidah: 2)
10. Bermusyawarah dan bersikap lemah lembut terhadap saudaranya.
Janganlah salah seorang di antara mereka bersendirian dalam memutuskan suatu perkara, namun hendaklah saling bermusyawarah. Allah Subhanallahu wa Ta’ala telah memerintahkan hal tersebut dalam firman-Nya (artinya):
“Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka.” (Asy-Syuura: 38)
Maka kita memohon kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala agar menjadikan kita semua termasuk dari orang-orang yang saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, saling nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran, serta menjadikan persaudaraan kita semata-mata karena mengharap ridho-Nya. Dan semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala memberikan taufik-Nya kepada kita, karena sesungguhnya tidak ada daya dan upaya pada diri kita, kecuali kekuatan dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Amin ya Rabbal ‘alamin.
Wallahu Ta’ala A’lamu bish Shawab.
Catatan: Artikel ini telah mengalami pengurangan dari artikel aslinya, silakan baca selengkapnya di http://www.buletin-alilmu.com/?p=482.
https://fadhlihsan.wordpress.com/2010/10/18/10-hal-yang-dapat-menjaga-persaudaraan-muslim/
Tag :
artikel keagamaan
0 Komentar untuk "cara menjaga persaudaraan dalam islam"