Masail
Fiqhiyyah dan Metode Pengkajian Masail Fiqhiyyah
Masail fiqhiyyah menurut bahasa
adalah permasalahan-permasalahan baru yang berkaitan dengan masalah-masalah
atau jenis-jenis hukum yang dicari jawabannya. Sedangkan pengertian masail
fiqhiyyah menurut istilah adalah problem-problem hukum Islam yang baru
(faktual) dan dipertanyakan oleh umat jawaban hukumnya karena permasalahan
tersebut tidak tertuang di dalam sumber-sumber hukum Islam.[1]
Masail
fiqhiyah adalah persoalan-persoalan yang muncul pada konteks kekinian sebagai
refleksi komplekitas problematika pada suatu tempat, kondisi dan waktu. Dan
persoalan tersebut belum pernah terjadi pada waktu yang lalu karena adanya
perbedaan situasi yang melingkupinya.
2.
Metode
pengkajian Masail Fiqhiyyah
Metode kajian yang digunakan lebih
banyak menggunakan metode komparasi ketimbang metode ijtihad dan istinbath.[2] Di
balik semua itu tentu saja ada larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar
dalam penetapan hukum. Diantaranya :
a.
Tidak
boleh merusak aqidah,
b.
Tidak
boleh mengurangi atau menghilangkan martabat manusia,
c.
Tidak
boleh mendahulukan kepentingan perorangan atas kepentingan umum,
d.
Tidak
boleh mengutamakan hal-hal yang masih samar-samar kemanfaatannya atas hal-hal
yang sudah nyata kemanfaatannya, dan
e.
Tidak
boleh melanggar ketentuan dasar akhlaq al-karimah.
3.
Fungsi
Masail Fiqhiyyah
Kehidupan manusia bersifat dinamis,
setiap saat selalu mengalami perubahan. Kehidupan yang seperti ini pastilah
membutuhkan hukum-hukum yang mana dapat menuntun manusia agar tidak berbuat
kesalahan dalam beraktifitas sehari-hari dan berperilaku sesuai dengan tuntunan
Islam.
Sebagai contoh atas
permasalahan-permasalahan yang terjadi pada masa kini adalah sebagai berilkut :
1.
Permasalahan
yang melibatkan antara manusia dengan Allah
Ilmu fiqih
mengatur tentang ibadah yaitu ibadah mahdzah dan ghairu mahdzah.Ibadah mahdzah
adalah ajaran agama yang mengatur perbuatan-perbuatan manusia yang murni
mencerminkan hubungan manusia itu dengan sang pencipta yaitu Allah
SWT.Sedangkan ibadah ghairu mahdzah adalah ajaran agama yang mengatur perbuatan
antar manusia itu sendiri serta manusia dengan lingkungan.
Contoh
masail fiqhiyyah yang berhubungan dengan ibadah yaitu hukum fiqh menyikapi
shalat jum’at lebih dari satu tempat (ta’adud al jum’at).Pada zaman sekarang
dalam pelaksanaan shalat jum’at sering memunculkan beberapa fenomena
menarik.Semisal aturan lokasi pelaksanaan shalat jum’at yang menurut sebagian
kalangan harus terpusat di satu tempat.Hal ini terkadang menimbulkan masalah
disaat keadaan menuntut sebagian masyarakat membuat lokasi alternatif.Mungkin
anggapan mereka hal itulah yang terbaik dengan alasan kondisi pemukiman,
kapasitas tempat peribadatan dan interaksi sosial di tengah-tengah mereka
adalah faktor-faktor potensial pemicu kejadian semacam itu.
Menyikapi
perkembangan di atas, pendapat mayoritas ulama secara tegas menghukumi wajib
melakukan shalat jum’at di satu tempat dalam sebuah balad atau qaryah. Al-Syafi’i
dalam hal ini berpendapat bahwa shalat jum’at jelas tidak diperkenankan lebih
dari satu tempat, baik ada hajat atau tidak. Namun istinbath (penggalian) dari
ulama syafi’iyyah dalam permasalahan ini akhirnya membolehkan dengan batasan
hajat tertentu. Faktor pemicu terjadinya ta’adud al-jum’at di atas sangat luas
pemahamannya apabila kita dalami satu persatu. Hanya saja syari’at mempermudah
kita dengan memberikan sebuah standar yang lebih fokus dengan mengembalikan
kepada batasan “urfi (tradisi mayoritas masyarakat) yang ditopang rasionalisasi
tinggi, yaitu semua faktor yang sudahsampai pada tingkat kesulitan yang diluar
batas kemampuan (masyaqat laa tuhtamalu a’datan).
Artinya semisal konflik masyarakat dalam satu daerah sudah sampai menyebabkan antar pihak sulit berkumpul hingga pada taraf hampir mustahil atau semisal kapasitas tempat shalat yang terbatas dan tidak memungkinkan menampung seluruh masyarakat di daerah tersebut, disitulah ta’adud al-jum’at diperbolehkan.
Artinya semisal konflik masyarakat dalam satu daerah sudah sampai menyebabkan antar pihak sulit berkumpul hingga pada taraf hampir mustahil atau semisal kapasitas tempat shalat yang terbatas dan tidak memungkinkan menampung seluruh masyarakat di daerah tersebut, disitulah ta’adud al-jum’at diperbolehkan.
2.
Permasalahan yang melibatkan antara manusia dengan sesama.
Sebagai contoh masail fiqhiyyah yang
melibatkan hubungan antara manusia dengan sesama adalah hukum mengenai
mendonorkan organ tubuh dari seseorang yang masih hidup. Sehubungan dengan
permasalahan donor, transplantasi dikategorikan ke dalam tiga tipe[3] :
a.
Donor
dalam keadaan hidup sehat. Dalam tipe ini diperlakukan seleksi yang cermat dan
harus diadakan pemeriksaan kesehatan yang lengkap menyeluruh baik terhadap si pendonor
maupun terhadap si penerima donor.[4] Hukum
transplantasi dari organ tubuh dalam keadaan hidup sehat adalah apabila
transplantasi organ tubuh diambil dari orang yang masih dalam keadaan hidup
sehat maka hukumnya haram, dengan alasan :
1). Firman Allah al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 195 :
(#qà)ÏÿRr&ur
’Îû
È@‹Î6y™
«!$#
Ÿwur (#qà)ù=è? ö/ä3ƒÏ‰÷ƒr'Î/ ’n<Î) Ïps3è=ökJ9$#
¡
(#þqãZÅ¡ômr&ur
¡
¨bÎ)
!$#
=Ïtä†
tûüÏZÅ¡ósßJø9$#
ÇÊÒÎÈ
dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah
kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
Ayat tersebut mengingatkan agar jangan gegabah dan ceroboh dalam
melakukan sesuatu, tetapi juga harus memperhatikan akibatnya, yang kemungkinan
bisa berakibat fatal bagi si pendonor maupun si penerima donor.
2). Qaidah Fiqhiyah
“Menghindari kerusakan didahulukan dari menarik kemaslahatan.”
Berkenaan dengan transplantasi seseorang harus lebih mengutamakan memelihara dirinya sendiri dari pada menolong
orang lain dengan cara mengorbankan dirinya sendiri.[5]
b.
Donor
dalam keadaan koma. Apabila donor dalam keadaan koma atau diduga kuat akan
meninggal, maka dalam pengambilan organ tubuh donor memerlukan alat control dan
penunjang kehidupan. Hukum melakukan transplantasi organ tubuh dalam kedaan
koma hukumnya tetap haram walaupun menurut dokter bahwa pendonor itu akan
segera meninggal, hal itu dapat mempercepat kematiannya dan itu sama saja
dengan mendahului kehendak Allah.
c.
Donor
dalam keadaan meninggal. Dalam tipe ini, organ tubuh yang akan dicangkokkan
diambil ketika pendonor sudah meninggal. Mengambil organ tubuh dari seseorang yang
sudah meninggal hukumnya mubah, yaitu dibolehkan menurut pandanngan Islam,
dengan syarat bahwa penerima donor dalam keadaan darurat yang mengancam jiwanya
apabila tidak melakukan transplantasi.
Demikian ini sesuai dengan fatma Majelis Ulama Indonesia, yang
menyatakan bahwa dalam kondisi tidak ada pilihan lain yang lebih baik, maka
pengambilan organ tubuh orang yang sudah meninggal untuk kepentingan orang yang
masih hidup dapat dibenarkan oleh hukum Islam dengan syarat ada izin dari yang
bersangkutan dan izin dari keluarga/ ahli waris.[6]
Dalil yang memperbolehkan transplantasi organ tubuh salah satunya terdapat pada
surat al-Maidah ayat 32 :
È@ô_r&
y7Ï9ºsŒ
$oYö;tFŸ2
4’n?tã
ûÓÍ_t/
Ÿ@ƒÏäÂuŽó Î)
¼çm¯Rr&
`tB
Ÿ@tFs%
$G¡øÿtR
ÎŽötóÎ/
C§øÿtR $yJ¯Rr'x6sù
Ÿ@tFs%
}¨$¨Z9$#
$Yè‹ÏJy_
ô`tBur
$yd$uŠômr&
!$uK¯Rr'x6sù
$uŠômr&
}¨$¨Y9$#
$Yè‹ÏJy_
4 ô‰s)s9ur
óOßgø?uä!$y_
$uZè=ß™â‘
ÏM»uZÉit7ø9$$Î/
¢OèO
¨bÎ)
#ZŽÏWx.
Oßg÷YÏiB
y‰÷èt/
šÏ9ºsŒ
’Îû
ÇÚö‘F{$#
šcqèùÎŽô£ßJs9
oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil,
bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka
seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. dan Barangsiapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara
kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka
Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian
banyak diantara mereka sesudah itu. sungguh-sungguh melampaui batas dalam
berbuat kerusakan dimuka bumi.
3.
Permasalahan antara manusia dengan dirinya sendiri.
Contoh masail fiqhiyyah yang
mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri yaitu tentang hukum dari
mengubah ciptaan Allah. Misalnya hukum dari operasi plastik. Operasi plastik
adalah proses mengubah bentuk tubuh dari yang tidak baik menjadi lebih baik.
Proses ini mengakibatkan perubahan bentuk tubuh secara permanen.
Melakukan operasi plastic hukumnya
haram, karena termasuk dalam proses mengubah ciptaan Allah. Karena orang yang
melakukan operasi plastik cenderung merasa tidak puas dengan apa yang dimiliki
dan cenderung membuat seseorang untuk berbuat sombong.
4.
Permasalahan antara manusia dengan lingkungan.
Islam
menyuruh umatnya untuk melakukan hal yang terbaik, baik itu kepada Allah,
sesama manusia, kepada dirinya sendiri maupun kepada lingkungan. Islam sangat
menekankan umatnya untyk menjaga kelestarian linkungan dan berlaku bijaksana
dalam merawat alam. Tetapi yang terjadi sekarang perusakan lingkungan sudah
sering terjadi, seolah-olah tidak menghiraukan bagaimana akibatnya jika
melakukan perusakan lingkungan.
Dari
beberapa uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan fungsi masail fiqhiyyah
dalam kehidupan praktis adalah :
1.
Dapat
memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan manusia yang aktual.
2.
Mengetahui jawaban dan mengetahui proses penyelesaian masalah
melalui metodologi ilmiah, sistematis dan analisis.
3.
Memberikan hukum-hukum yang belum ada pada masa dulu dan
memberikan hukum pada apa yang terjadi masa kini.
0 Komentar untuk "Pengertian Masail Fiqhiyah"