Studi tentang kepemimpinan ini sejak dulu telah banyak menarik
perhatian para ahli. Sepanjang sejarah dikenal adanya kepemimpinan yang
berhasil dan tidak berhasil. Selain itu kepemimpinan banyak mempengaruhi
cara kerja dan perilaku banyak orang. Berikut secara singkat akan
dijelaskan perkembangan studi klasik dari kepemimpinan tersebut.
A. Studi Iowa
Usaha untuk mempelajari kepemimpinan pada mulanya dilakukan pada tahun 1930 oleh Ronald Lippitt dan Ralph K. White di bawah pengarahan Kurt Lewin di Universitas Iowa. Dalam penelitian ini klub hobi anak-anak yang berumur 10 tahun dibentuk. Setiap klub diminta untuk memainkan tiga gaya kepemimpinan, yakni : otokratis, demokratis, dan semaunya sendiri (Laissez faire).
Pemimpin otoriter bertindak sangat direktif, selalu memberikan pengarahan, dan tidak memberikan kesempatan untuk timbulnya partisipasi. Kepemimpinan otoriter cenderung memberikan perhatian individual ketika memberikan pujian dan kritik, tetapi berusaha untuk lebih bersikap impersonal dan berkawan dibandingkan dengan bermusuhan secara terbuka. Pemimpin yang demokratis mendorong kelompok diskusi dan pembuat keputusan. Pemimpin ini berusaha bersikap “objektif” di dalam pemberian pujian atau kritik, dan menjadi satu dengan kelompok dalam hal memberikan spirit. Adapun pemimpin semaunya sendiri (Leissez faire) memberikan kebebasan yang mutlak kepada kelompok. Pemimpin semacam ini pada hakikatnya tidak memberikan contoh-contoh kepemimpinan.
Dengan melakukan eksperimen atau menciptakn suatu kondisi eksperimen tiga gaya tersebut dimanipulasi sedemikian rupa, sehingga mampu menunjukkan pengarahannya terhadap variabel-variabel seperti kepuasan dan prestasi-agresi. Pengendalian dalam eksperimen tersebut meliputi hal-hal berikut :
(1) Sifat-sifat anak laki-laki tersebut, semua anak mempunyai kecerdasan perilaku sosial yang sama.
(2) Tipe-tipe aktivitas yang dilakukan, setiap klub membuat sesuatu yang sama, misalnya topeng, model pesawat terbang, dinding, potongan-potongan sabun.
(3) Perangkat fisik dan perlengkapannya, percobaan dilakukan di dalam ruangan yang sama dan menggunakan perlengkapan yang dikenal untuk semua klub.
(4) Karakteristik fisik dan kepribadian pemimpin, pemimpin diperkirakan memainkan gaya yang berbeda, sebagaimana pergantian yang dilakukan terhadap mereka setiap enam minggu dari satu grup ke grup lainnya.
Pengendalian atas empat hal tersebut digunakan agar pengeksperimen dapat menyatakan dengan derajat jaminan yang sama bahwa gaya kepemimpinan telah menyebabkan perubahan dalam variabel kepuasan dan frustasi-agresi.
Beberapa di antara hasil percobaan ini amat jelas dan beberapa lainnya tidak begitu jelas. Dalam interviu, 19 dari 20 anak menyatakan lebih menyukai pemimpin yang demokratis dibandingkan dengan yang pemimpin otokratis. Dan hanya satu anak saja yang menyukai pemimpin yang otokratis karena karena menganggap bahwa pemimpin yang otoriter sangatlah keras dan ia sangat menyukainya. Anak-anak juga memilih gaya kepemimpinan Laissezz faire dibandingkan dengan gaya otokratis, karena gaya otokratis lebih menunjukkan kekakuan dan kekerasan.
Sayangnya penelitian Iowa ini tidak mengungkapkan pengaruh langsung dari gaya kepemimpinan tersebut pada produktivitas. Eksperimen secara pokok hanya dirancang untuk mengamati pola perilaku yang agresif. Namun demikian, suatu hasil yang penting terlihat ialah dicapainya suatu perilaku kelompok yang produktif. Sebagai contoh, peneliti menjumpai anak-anak yang disuruh memerankan gaya pemimpin yang otokratis memberikan reaksi satu dari dua cara apakah agresif atau apatis. Selanjutnya dalam penelitian itu ditemukan bahawa permusuhan lebih banyak dijumpai dalam gaya kepemimpinan otokratis yakni 30 kali, dibandingkan dengan kelompok yang demokratis. Demikian pula agresi dijumpai delapan kali lebih banyak pada otokratis dibandingkan dalam demokratis.
Dalam eksperimen kedua yang dilakukan dalam satu tahun kemudian, satu dari lima kelompok otokratis memberikan reaksiagresif yang sama. Empat kelompok lain tidak menunjukkan sikap yang agresif. Mereka menunjukkan pola perilaku yang apatis. Kedua pola perilaku ini agresif aztaupun apatis dianggap sebagai reaksi atas frustasi yang disebabkan kepemimpinan yang otokratis. Peneliti menegaskan bahwa kelompok yang apatis tersebut, ketika pemimpin yang otokratis keluar ruangan, maka meletuslah sikap agresinya. Suasana kepemimpinan Laissez faire sebenarnya menghasilkan sejumlah besar perbuatan agresif dari kelompoknya. Adapun gaya kepemimpinan yang demokratis berada di antara satu agresif dan empat apatis dalam kelompok yang otokratis tersebut.
B. Studi Ohio
Pada tahun 1945, Biro Penelitian Bisnis dari Universitas Negeri Ohio melakukan serangkaian penemuan dalam bidang kepemimpinan. Suatu tim riset interdisipiner mulai dari ahli psikologi, sosiologi, dan ekonomi mengembangkan dan menggunakan Kuesioner Deskripsi Perilaku Pemimpin (The Leader Behavior Description Questionnaire,-LBDQ), untuk menganalisis kepemimpinan dalam berbagai tipe kelompok dan situasi.
Studi Ohio memulai dengan premis bahwa tidak ada kepuasan atas rumusan atau definisi kepemimpinan yang ada.
LBDQ merupakan suatu instrumen yang dirancang untuk menjelaskan bagaimana seorang pemimpin melakukan aktivitasnya. Staf peneliti dari Ohio merumuskan kepemimpinan sebagai suatu perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu grup ke arah pencapaian tujuan tertentu. Dalam hal ini pemimpin mempunyai dskripsi perilaku atas dua dimensi, yakni : struktur pembuatan inisiatif (initiating structure) dan perhatian (consideration).
Contoh item-item yang digunakan dalam LBDQ :
Staf peneliti mengembangkan pula Kuesioner Pendapat Pemimpin (Leader
Opinion Questionnaire, -LOQ) dalam mengumpulkan data mengenai persepsi
diri dari pemimpin-pemimpin tentang gaya kepemimpinannya. Jadi kalau
LBDQ diisi oleh bawahan, pengawasan, atau kolega (Peers), LDQ diisi oleh pemimpin sendiri.
Perilaku pemimpin dapat pula merupakan kombinasi dari dua dimensi, dapat digambarkan sebagai berikut :
12 pasang produktivitas tinggi-rendah diseleksi untuk diuji. Setiap pasang mewakili seksi produksi tinggi dan seksi produksi rendah, dengan variabel lainnya, misalnya bentuk pekerjaan, kondisi, dan metode, disamakan untuk setip pasang. Interviu bebas dilaksanakan dengan mewawancarai 24 pengawas seksi, dan 419 pekerja tata usaha. Hasilnya menunjukkan bahwa pengawas-pengawas pada seksi produksi tinggi lebih menyukai :
(1) Pengawasan dari pengawas-pengawas mereka ynag bersifat terbuka dibanding yang terlalu ketat ;
(2) Sejumlah otoritas dan dan tanggung jawab yang ada dalam pekerjaan mereka ;
(3) Menggunakan sebagian besar waktunya dalam pengawasan ;
(4) Memberikan pengawasan terbuka pada bawahannya dibandingkan pengawasan yang ketat ;
(5) Berorientasi pada pekerja daripada berorientasi pada produksi ?
Pengawasan seksi produksi rendah mempunyai karakteristik dan teknik-teknik yang berlawanan. Mereka dijumpai menyukai pengawasan yang ketat dan berorientasi pada produksi. Penemuan lain yang penting tetapi kadang-kadang diabaikan ialah bahwa kepuasan karyawan tidak secara langsung berhubungan dengan produktivitas.
Pada umumnya, orientasi pengawasan seperti yang diuraikan di atas telah memberikan patokan untuk pendekatan hubungan kemanusiaan secara tradisonal bagi kepemimpinan. Hasil-hasil penemuan Prudential di atas telah banyak dikutip untuk membuktikan teori-teori hubungan kemanusiaan.
Rujukan :
Thoha, Miftah. 2010. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta : Rajawali Pers.
Tim Dosen AP UPI. 2009. Manajemen Pendidikan. Bandung : Alfabeta.
A. Studi Iowa
Usaha untuk mempelajari kepemimpinan pada mulanya dilakukan pada tahun 1930 oleh Ronald Lippitt dan Ralph K. White di bawah pengarahan Kurt Lewin di Universitas Iowa. Dalam penelitian ini klub hobi anak-anak yang berumur 10 tahun dibentuk. Setiap klub diminta untuk memainkan tiga gaya kepemimpinan, yakni : otokratis, demokratis, dan semaunya sendiri (Laissez faire).
Pemimpin otoriter bertindak sangat direktif, selalu memberikan pengarahan, dan tidak memberikan kesempatan untuk timbulnya partisipasi. Kepemimpinan otoriter cenderung memberikan perhatian individual ketika memberikan pujian dan kritik, tetapi berusaha untuk lebih bersikap impersonal dan berkawan dibandingkan dengan bermusuhan secara terbuka. Pemimpin yang demokratis mendorong kelompok diskusi dan pembuat keputusan. Pemimpin ini berusaha bersikap “objektif” di dalam pemberian pujian atau kritik, dan menjadi satu dengan kelompok dalam hal memberikan spirit. Adapun pemimpin semaunya sendiri (Leissez faire) memberikan kebebasan yang mutlak kepada kelompok. Pemimpin semacam ini pada hakikatnya tidak memberikan contoh-contoh kepemimpinan.
Dengan melakukan eksperimen atau menciptakn suatu kondisi eksperimen tiga gaya tersebut dimanipulasi sedemikian rupa, sehingga mampu menunjukkan pengarahannya terhadap variabel-variabel seperti kepuasan dan prestasi-agresi. Pengendalian dalam eksperimen tersebut meliputi hal-hal berikut :
(1) Sifat-sifat anak laki-laki tersebut, semua anak mempunyai kecerdasan perilaku sosial yang sama.
(2) Tipe-tipe aktivitas yang dilakukan, setiap klub membuat sesuatu yang sama, misalnya topeng, model pesawat terbang, dinding, potongan-potongan sabun.
(3) Perangkat fisik dan perlengkapannya, percobaan dilakukan di dalam ruangan yang sama dan menggunakan perlengkapan yang dikenal untuk semua klub.
(4) Karakteristik fisik dan kepribadian pemimpin, pemimpin diperkirakan memainkan gaya yang berbeda, sebagaimana pergantian yang dilakukan terhadap mereka setiap enam minggu dari satu grup ke grup lainnya.
Pengendalian atas empat hal tersebut digunakan agar pengeksperimen dapat menyatakan dengan derajat jaminan yang sama bahwa gaya kepemimpinan telah menyebabkan perubahan dalam variabel kepuasan dan frustasi-agresi.
Beberapa di antara hasil percobaan ini amat jelas dan beberapa lainnya tidak begitu jelas. Dalam interviu, 19 dari 20 anak menyatakan lebih menyukai pemimpin yang demokratis dibandingkan dengan yang pemimpin otokratis. Dan hanya satu anak saja yang menyukai pemimpin yang otokratis karena karena menganggap bahwa pemimpin yang otoriter sangatlah keras dan ia sangat menyukainya. Anak-anak juga memilih gaya kepemimpinan Laissezz faire dibandingkan dengan gaya otokratis, karena gaya otokratis lebih menunjukkan kekakuan dan kekerasan.
Sayangnya penelitian Iowa ini tidak mengungkapkan pengaruh langsung dari gaya kepemimpinan tersebut pada produktivitas. Eksperimen secara pokok hanya dirancang untuk mengamati pola perilaku yang agresif. Namun demikian, suatu hasil yang penting terlihat ialah dicapainya suatu perilaku kelompok yang produktif. Sebagai contoh, peneliti menjumpai anak-anak yang disuruh memerankan gaya pemimpin yang otokratis memberikan reaksi satu dari dua cara apakah agresif atau apatis. Selanjutnya dalam penelitian itu ditemukan bahawa permusuhan lebih banyak dijumpai dalam gaya kepemimpinan otokratis yakni 30 kali, dibandingkan dengan kelompok yang demokratis. Demikian pula agresi dijumpai delapan kali lebih banyak pada otokratis dibandingkan dalam demokratis.
Dalam eksperimen kedua yang dilakukan dalam satu tahun kemudian, satu dari lima kelompok otokratis memberikan reaksiagresif yang sama. Empat kelompok lain tidak menunjukkan sikap yang agresif. Mereka menunjukkan pola perilaku yang apatis. Kedua pola perilaku ini agresif aztaupun apatis dianggap sebagai reaksi atas frustasi yang disebabkan kepemimpinan yang otokratis. Peneliti menegaskan bahwa kelompok yang apatis tersebut, ketika pemimpin yang otokratis keluar ruangan, maka meletuslah sikap agresinya. Suasana kepemimpinan Laissez faire sebenarnya menghasilkan sejumlah besar perbuatan agresif dari kelompoknya. Adapun gaya kepemimpinan yang demokratis berada di antara satu agresif dan empat apatis dalam kelompok yang otokratis tersebut.
B. Studi Ohio
Pada tahun 1945, Biro Penelitian Bisnis dari Universitas Negeri Ohio melakukan serangkaian penemuan dalam bidang kepemimpinan. Suatu tim riset interdisipiner mulai dari ahli psikologi, sosiologi, dan ekonomi mengembangkan dan menggunakan Kuesioner Deskripsi Perilaku Pemimpin (The Leader Behavior Description Questionnaire,-LBDQ), untuk menganalisis kepemimpinan dalam berbagai tipe kelompok dan situasi.
Studi Ohio memulai dengan premis bahwa tidak ada kepuasan atas rumusan atau definisi kepemimpinan yang ada.
LBDQ merupakan suatu instrumen yang dirancang untuk menjelaskan bagaimana seorang pemimpin melakukan aktivitasnya. Staf peneliti dari Ohio merumuskan kepemimpinan sebagai suatu perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu grup ke arah pencapaian tujuan tertentu. Dalam hal ini pemimpin mempunyai dskripsi perilaku atas dua dimensi, yakni : struktur pembuatan inisiatif (initiating structure) dan perhatian (consideration).
Contoh item-item yang digunakan dalam LBDQ :
Perhatian
|
Struktur pembuat inisiatif
|
Pemimpin mempunyai waktu untuk mendengarkan anggota kelompok.Pemimpin berkemauan untuk melakukan perubahan-perubahan.Pemimpin adalah bersahabat dan mudah didekati. | Pemimpin menugaskan anggota kelomok untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu.Pemimpin meminta anggota kelompok untuk mematuhi aturan-aturan yang sudah ditetapkan.Pemimpin membiarkan anggota kelompok untuk mengetahui apa yang diharapkan darinya. |
Perilaku pemimpin dapat pula merupakan kombinasi dari dua dimensi, dapat digambarkan sebagai berikut :
Tinggi Perhatian
dan
Rendah Struktur
|
Tinggi Struktur
dan
Rendah Perhatian
|
Rendah Struktur
dan
Rendah Perhatian
|
Tinggi Struktur
dan
Rendah Perhatian
|
Rendah Struktur Inisiatif Tinggi
Segi Empat Kepemimpinan dan Universitas Ohio
C. Studi Kepemimpinan Michigan
Kantor riset dari angkatan laut mengadakan kontrak kerja
sama dengan Pusat Riset Survei Universitas Michigan untuk melakukan
suatu penelitian. Tujuan untuk menentukan prinsip-prinsip produktivitas
kelompok dan kepuasan anggota kelompok yang diperoleh dari partisipasi
mereka. Untuk mencapai tujuan ini maka dilakukan penelitian di Newark,
New Jersey, pada perusahaan asuransi Prudential.12 pasang produktivitas tinggi-rendah diseleksi untuk diuji. Setiap pasang mewakili seksi produksi tinggi dan seksi produksi rendah, dengan variabel lainnya, misalnya bentuk pekerjaan, kondisi, dan metode, disamakan untuk setip pasang. Interviu bebas dilaksanakan dengan mewawancarai 24 pengawas seksi, dan 419 pekerja tata usaha. Hasilnya menunjukkan bahwa pengawas-pengawas pada seksi produksi tinggi lebih menyukai :
(1) Pengawasan dari pengawas-pengawas mereka ynag bersifat terbuka dibanding yang terlalu ketat ;
(2) Sejumlah otoritas dan dan tanggung jawab yang ada dalam pekerjaan mereka ;
(3) Menggunakan sebagian besar waktunya dalam pengawasan ;
(4) Memberikan pengawasan terbuka pada bawahannya dibandingkan pengawasan yang ketat ;
(5) Berorientasi pada pekerja daripada berorientasi pada produksi ?
Pengawasan seksi produksi rendah mempunyai karakteristik dan teknik-teknik yang berlawanan. Mereka dijumpai menyukai pengawasan yang ketat dan berorientasi pada produksi. Penemuan lain yang penting tetapi kadang-kadang diabaikan ialah bahwa kepuasan karyawan tidak secara langsung berhubungan dengan produktivitas.
Pada umumnya, orientasi pengawasan seperti yang diuraikan di atas telah memberikan patokan untuk pendekatan hubungan kemanusiaan secara tradisonal bagi kepemimpinan. Hasil-hasil penemuan Prudential di atas telah banyak dikutip untuk membuktikan teori-teori hubungan kemanusiaan.
Rujukan :
Thoha, Miftah. 2010. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta : Rajawali Pers.
Tim Dosen AP UPI. 2009. Manajemen Pendidikan. Bandung : Alfabeta.
0 Komentar untuk "teori kepemimpinan klasik"