BAB I
PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia
kini sedang berada dalam masa transformasi. Era reformasi telah lahir dan
masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek kehidupannya.
Masa demokrasi telah Melahirkan berbagai jenis pendapat, pandangan, konsep,
yang tidak jarang yang satu bertentangan dengan yang lain, antara lain berbagai
pandangan mengenai bentuk masyarakat dan bangsa Indonesia yang dicita-citakan
di masa depan.
Kita memerlukan suatu
perubahan paradigma dari pendidikan untuk menghadapi proses globalisasi dan
menata kembali kehidupan masyarakat Indonesia. Cita-cita era reformasi tidak
lain ialah membangun suatu masyarakat madani Indonesia. Mencermati realitas
sosial pendidikan Islam untuk Saat ini, tampaknya banyak perubahan pengembangan
pada institusi pendidikan Islam.
Sebelum lahirnya UU
sisdikdas No. 20 tahun 2003, Madrasah Diniyah dikenal sebagai Madrasah.[1] yang
mempunyai peran melengkapi dan menambah Pendidikan Agama bagi anak-anak yang
bersekolah di sekolah-sekolah umum pada pagi hingga siang hari, kemudian pada
sore harinya mereka mengikuti pendidikan agama di Madrasah diniyah. Tumbuh
Kembangnya Madrasah
Diniyah ini di latarbelakangi oleh keresahan sebahagian orang tua siswa, yang
merasakan pendidikan agama di sekolah umum kurang memadai untuk mengantarkan
anaknya untuk dapat melaksanakan ajaran Islam sesuai dengan yang diharapkan.
berangkat dari kebutuhan masyarakat akan jenis lembaga seperti inilah Madrasah
Diniyah tetap dapat bertahan. Walaupun hingga Saat ini Madrasah diniyah kurang mendapatkan perhatian
khusus dari pemerintah, baik pemenuhan anggaran maupun bantuan Ketenagaan,
Namun Peran Penting Madrasah Diniyah merupakan hal yang sangat penting dalam
sistem pendidikan yang harus dipikirkan bersama.[2]
BAB
II
MADRASAH DINIYAH
- Sejarah Madrasah Diniyah
Madrasah diniyah dilihat
dari stuktur bahasa arab berasal dari dua kata madrasah dan al-din. Kata madrasah dijadikan
nama tempat dari asal kata darosa yang berarti belajar. Jadi madrasah mempunyai
makna arti belajar, sedangkan al-din dimaknai dengan makna keagamaan. Dari dua
stuktur kata yang dijadikan satu tersebut, madrasah diniyah berarti tempat
belajar masalah keagamaan, dalam hal ini agama Islam.[3]
Pengertian madrasah berasal dari bahasa Arab yang artinya tempat belajar.
Padanan madrasah dalam bahasa indonesia adalah sekolah, lebih dikhususkan lagi
Perkataan madrasah di tanah arab ditujukan untuk semua sekolah secara umum,
tetapi di indonesia ditujukan buat sekolah-sekolah yang mata pelajaran dasarnya
adalah mata pelajaran agama islam.sekolah-sekolah agama. Dalam Shorter
Encyclopedia Of Islam, madrasah diartikan : Name of an institution where
the Islamic science are studied.
Ditinjau dari segi jenis madrasah berdasarkan kurikulumnya dapat dibagi
menjadi tiga jenis yaitu:
1.
Madrasah Diniyah
Madrasah diniyah adalah suatu bentuk madrasah yang hanya mengajarkan
ilmu-ilmu agama (diniyah). Madrasah ini di maksudkan sebagai lembaga pendidikan
agama yang disediakan bagi siswa belajar di sekolah umum.
Madrasah ini terbagi menjadi tiga jenjang
pendidikan:
a.
Madrasah Diniyah awaliyah untuk siswa-siswa
sekolah dasar (4 tahun)
b.
Madrasah Diniyah Wustha untuk siswa-siswa sekolah
lanjutan pertama (3 tahun)
c.
Madrasah Diniyah ‘Ulya untuk siswa-siswa sekolah
lanjutan atas (3 tahun)
Madrasah ini dibentuk dengan keputusan menteri agama tahun, materi yang
diajarkan seluruhnya adalah ilmu-ilmu agama. Madrasah ini merupakan sekolah
tambahan bagi siswa yang bersekolah di sekolah umum. Para orang tua memasukkan
anaknya ke madrasah ini agar anaknya mendapat tambahan pendidikan agama, karena
disekolah umum dirasakan masih sangat kurang.
Ijazah madrasah ini tidak memiliki civil effect, karena itu orang
tua murid maupun pelajar sendiri tidak begitu mementingkannya. Jam belajarnya
dilaksanakan pada sore hari bagi siswa sekolah umum yang belajar di waktu pagi
hari, dan belajar pagi hari untuk mereka yang sekolah umum di waktu sore hari.
2.
Madrasah
Sekolah yang berciri khas islam. Madrasah ini terdiri dari tingkatan
madrasah ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah, dan madrasah aliyah. Programnya sama
dengan sekolah, hanya saja diberikan bobot pendidikan agama yang lebih banyak
dibanding dengan sekolah negeri.
3.
Madrasah Keagamaan
Madrasah pada jenjang pendidikan menengah yang
mengutamakan penguasaan pengetahuan khusus siswa tentang ajaran agama yang
bersangkutan.[4]
Madrasah Diniyah adalah salah satu lembaga pendidikan keagamaan pada jalur
luar sekolah yang diharapkan mampu secara menerus memberikan pendidikan agama
Islam kepada anak didik yang tidak terpenuhi pada jalur sekolah yang diberikan
melalui sistem klasikal serta menerapkan jenjang pendidikan yaitu: Madrasah
Diniyah Awaliyah, dalam menyelenggarakan pendidikan agama Islam tingkat dasar
selama selama 4 (empat) tahun dan jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu,
Madrasah Diniyah Wustho, dalam menyelenggarakan pendidikan agama Islam tingkat
menengah pertama sebagai pengembangan pengetahuan yang diperoleh pada Madrasah
Diniyah Awaliyah, masa belajar selama selama 2 (dua) tahun dengan jumlah jam
belajar 18 jam pelajaran seminggu dan Madrasah Diniyah Ulya, dalam
menyelenggarakan pendidikan agama Islam tingkat menengah atas dengan
melanjutkan dan mengembangkan pendidikan Madrasah Diniyah Wustho, masa belajar
2 (dua) tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam per minggu.[5]
Kesadaran Masyarakat
Islam akan pentingnya Pendidikan Agama telah membawa kepada arah pembaharuan
dalam Pendidikan. Salah satu Pembaharuan Pendidikan Islam di indonesia di
tandai dengan lahirnya beberapa Madrasah.
Pendidikan
Islam diadakan di surau-surau dengan tidak berkelas kelas dan tiada pula
memakai bangku, meja dan papan tulis, hanya duduk bersela saja.
Kemudian
mulailah perubahan sedikit demi sedikit sampai sekarang. Pendidikan Islam yang
mula-mula berkelas dan memakai bangku, meja dan papan tulis, ialah Sekolah
Adabiyah (Adabiyah School) di Padang.
Madrasah
(sekolah agama) yang pertama di minangkabau, bahkan di seluruh Indonesia,
karena tidak ada madrasah yang lebih dahulu didirikan dari Madrasah Adabiyah
itu.
Adabiyah itu
didirikan oleh Almarhum Syekh Abdullah Ahmad pada tahun 1909. Adabiyah itu
hidup sebagai madrasah (sekolah agama) sampai tahun 1914. Tetapi kemudian
diubah menjadi H.I.S. Adabiyah pada tahun 1915. Itulah H.I.S Adabiyah itu telah
menjadi Sekolah Rakyat dan S.M.P
Usaha
mengadakan perubahan itu diikuti oleh almarhum Syekh H.M Thaib Umar yang
mendirikan sekolah Agama di batu Sangkar pada tahun 1909 itu juga, tetapi
madarasah itu tidak lama hidupnya.
Pada tahun
1910 Syekh H.M Thaib Umar mendirikan sekolah agama di sungayang (daerah batu
sangkar) dengan nama Madras School (Sekolah Agama)
Madras School
itu berjalan dengan baik dan hanya diadakan satu kelas saja, sebagai tangga
untuk mengaji kitab-kitab besar menurut sistem halaqoh. Pada tahun 1913 Madras
School itu terpaksa ditutup, karena kekurangan tempat. Kemudian dibangun
kembali oleh Mahmud Yunus pada tahun 1918 dan berjalan dengan lancar. Pada
tahun 1923 ditukar namanya dengan Al-Jami’ah Islamiyah pada tahun 1931 dan
masih hidup sampai sekarang dengan nama Al-Didayah Islamiyah dan
S.M.P.I./P.G.A.P.[6]
Pada tahun 1915
Zainuddin Labai al Yunusi mendirikan Diniyah School (Madrasah Diniyah) di
padang panjang. Madrasah ini mendapat perhatian besar dari masyarakat minang
kabau. Setelah itu tersebarlah madrasah-madrasah pada beberapa kota dan desa
minang kabau khususnya, di indonesia umumnya. (Yunus, 1979:63).[7]
Umumnya
madrasah-madrasah Diniah itu mempunyai 7 kelas dari kelas 1-7 (seperti H.I.S.
Belanda). Hanya di desa-desa yang tidak cukup gurunya mempunyai 4 atau 5 kelas
saja, untuk kelas 6 dan 7, murid-murid meneruskannya ke madrasah-madrasah besar
yang cukup kelas-kelasnya sampai 7 kelas.
Ilmu-ilmu yang
diajarkan di madrasah-madrasah itu masih melulu ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab
(pasif), seperti di surau-surau juga. Dan ditambah dengan tarikh Islam, akhlak
dan sedikit ilmu bumi. Hanya madrasah-madrasah itu memakai kitab-kitab baru
yang dikarangkan oleh ulama Mesir untuk sekolah-sekolah Mesir, sedangkan untuk
kelas-kelas yang rendah dipakai kitab-kitab karangan almarhum Zainuddin Labai
Al-Yunusi dan guru agama yang lain. Tetapi di surau-surau masih tetap memakai
kitab-kitab yang lama juga.
Pada masa
almarhum Zainuddin Labai Al-Yunusi, madrasah-madrasah Diniah itu mendapat
kemajuan yang pesat sekali, sehingga banyak cabang-cabangnya pada beberapa
negeri. Begitu juga beberapa tahun sesudah wafatnya. Waktu itu (tahun 1922)
didirikan perkumpulan murid-murid Diniah School seluruh Minang Kabau dengan
nama: Persatuan Murid-Murid Diniah School (P.M.D.S), yang berpusat di Padang
Panjang
Madrasah-madrasah
itu telah mulai memakai kitab-kitab baru yaitu kitab-kitab pelajaran di
sekolah-sekolah mesir, seperti kitab Durusun Nahwiyah, jus 1-3 dan Qowa’idul – Lughah
‘Arabiah, sebagai ganti Ajrumiah, Syekh Khalild, Azhari dan sebagainya. Bahkan
ada juga dipakai buku ilmu bumi Mesir untuk sekolah Ibtidaiyah. Padahal buku
itu, hanya sesuai untuk anak-anak Mesir dan tak sesuai untuk anak-anak
Indonesia. Hanya boleh dibaca buku itu untuk belajar istilah-istilah ilmu bumi
dalam bahasa Arab.
Waktu belajar
ada yang pagi hari dan ada juga petang hari, bahkan tengah hari, terutama di
madrasah-madrasah yang banyak murid-muridnya sehingga terpaksa diadakan
pelajaran tiga kali sehari
1.
Dari pukul 7
– 10 Pagi
2.
Dari pukul
10 – 1 Dzuhur
3.
Dari pukul 2
– 5 Sore
Madrasah
diniyah Putri yang didirikan oleh Rangkayo Rahmah El Yunusiah tahun 1923.[8] Dalam
sejarah, Keberadaaan Madrasah diniyah di awali lahirnya Madrasah Awaliyah telah
hadir pada masa Penjajahan Jepang dengan pengembangan secara luas. Majelis
tinggi Islam menjadi penggagas sekaligus penggerak utama berdirinya
Madrasah-Madrasah Awaliyah yang diperuntukkan bagi anak-anak berusia minimal 7 tahun. Program
Madrasah Awaliyah ini lebih ditekankan pada pembinaan keagamaan yang
diselenggarakan sore hari.[9]
- Eksistensi Madrasah Diniyah
Salah satu pendidikan keagamaan yang
berkembang di masyarakat adalah Madrasah Diniyah. Pendidikan ini merupakan
evolusi dari sistem belajar yang dilaksanakan di pesantren salafiyyah. Dengan
berkembangnya zaman sehingga pendidikan Madrasah Diniyah mengalami perubahan
yaitu dengan menggunakan sistem klasikal yang di dalamnya tidak hanya sekedar
membaca al-Qur'an dan ilmu dasar agama, tetapi meliputi ilmu-ilmu ke-Islaman
lainnya. Dalam PP No. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan pada
pasal 15 menyebutkan bahwa pendidikan diniyah formal menyelenggarakan
pendidikan ilmu yang bersumber dari ajaran agama Islam pada jenjang pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Pendidikan formal atau informal dapat dihargai sederajat dengan hasil
pendidikan formal keagamaan atau umum atau kejuruan setelah lulus ujian yang
diselenggarakan satuan pendidikan yang terakreditasi yang ditunjukkan oleh
pemerintah.
Berpijak dari
latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan
posisi pendidikan Madrasah Diniyah sebelum PP No. 55 tahun 2007, kemungkinan
posisi Madrasah Diniyah menurut PP No. 55 tahun 2007 dan kemungkinan implikasi
PP No. 55 tahun 2007 terhadap perkembangan Madrasah Diniyah.
Ditemukan bahwa Madrasah Diniyah non
formal memperbaharui mutu pendidikannya agar bisa menjadi seperti
sekolah-sekolah formal pada umumnya. Dalam ujian Madrasah Diniyah formal wajib
memasukkan pelajaran umum yang sekiranya dapat dijadikan tolak ukur sekolah
pada umumnya agar bisa melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Dengan
hanya menggunakan ijazah pendidikan madrasah formal dapat melanjutkan ke
sekolah yang lebih tinggi.[10]
- Ciri-ciri Madrasah Diniyah
Dengan
meninjau secara pertumbuhan dan banyaknya aktifitas yang diselenggarakan
sub-sistem Madrasah Diniyah, maka dapat dikatakan ciri-ciri ekstrakurikuler
Madrasah Diniyah adalah sebagai berikut:
1.
Madrasah Diniyah merupakan pelengkap dari
pendidikan formal.
2.
Madrasah Diniyah merupakan spesifikasi sesuai
dengan kebutuhan dan tidak memerlukan syarat yang ketat serta dapat
diselenggarakan dimana saja.
3.
Madrasah Diniyah tidak dibagi atas jenjang atau
kelas-kelas secara ketat.
4.
Madrasah Diniyah dalam materinya bersifat
praktis dan khusus.
5.
Madrasah Diniyah waktunya relatif singkat
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
55 Tahun 2007 Tentang Madrasah Diniyah
Bagian Kesatu
Pendidikan Keagamaan Islam
Pasal 14
Pendidikan keagamaan Islam berbentuk pendidikan
diniyah dan pesantren.
Pendidikan diniyah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Paragraf 1
Pendidikan Diniyah Formal
Pasal 15
Pendidikan diniyah formal menyelenggarakan
pendidikan ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran agama Islam pada jenjang
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi.
Pasal 16
Pendidikan diniyah dasar menyelenggarakan
pendidikan dasar sederajat MI/SD yang terdiri atas 6 (enam) tingkat dan
pendidikan diniyah menengah pertama sederajat MTs/SMP yang terdiri atas 3
(tiga) tingkat.
Pendidikan diniyah menengah menyelenggarakan
pendidikan diniyah menengah atas sederajat MA/SMA yang terdiri atas 3 (tiga)
tingkat.
Penamaan satuan pendidikan diniyah dasar dan
menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan hak
penyelenggara pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 17
Untuk dapat diterima sebagai peserta didik
pendidikan diniyah dasar, seseorang harus berusia sekurang-kurangnya 7 (tujuh)
tahun.
Dalam hal daya tampung satuan pendidikan masih
tersedia maka seseorang yang berusia 6 (enam) tahun dapat diterima sebagai
peserta didik pendidikan diniyah dasar.
Untuk dapat diterima sebagai peserta didik
pendidikan diniyah menengah pertama, seseorang harus berijazah pendidikan
diniyah dasar atau yang sederajat.
Untuk dapat diterima sebagai peserta didik
pendidikan diniyah menengah atas, seseorang harus berijazah pendidikan diniyah
menengah pertama atau yang sederajat.
Pasal 18
Kurikulum pendidikan diniyah dasar formal wajib
memasukkan muatan pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, matematika, dan
ilmu pengetahuan alam dalam rangka pelaksanaan program wajib belajar.
Kurikulum pendidikan diniyah menengah formal
wajib memasukkan muatan pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia,
matematika, ilmu pengetahuan alam, serta seni dan budaya.
Pasal 19
Ujian nasional pendidikan diniyah dasar dan
menengah diselenggarakan untuk menentukan standar pencapaian kompetensi peserta
didik atas ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran Islam.
Ketentuan lebih lanjut tentang ujian nasional
pendidikan diniyah dan standar kompetensi ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran
Islam sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan peraturan Menteri
Agama dengan berpedoman kepada Standar Nasional Pendidikan.
Pasal 20
Pendidikan diniyah pada jenjang pendidikan
tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, vokasi, dan profesi berbentuk
universitas, institut, atau sekolah tinggi.
Kerangka dasar dan struktur kurikulum
pendidikan untuk setiap program studi pada perguruan tinggi keagamaan Islam
selain menekankan pembelajaran ilmu agama, wajib memasukkan pendidikan
kewarganegaraan dan bahasa Indonesia.
Mata kuliah dalam kurikulum program studi
memiliki beban belajar yang dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks).
Pendidikan diniyah jenjang pendidikan tinggi
diselenggarakan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.
Paragraf 2
Pendidikan Diniyah Nonformal
Pasal 21
Pendidikan diniyah nonformal diselenggarakan
dalam bentuk pengajian kitab, Majelis Taklim, Pendidikan Al Qur’an, Diniyah
Takmiliyah, atau bentuk lain yang sejenis.
Pendidikan diniyah nonformal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk satuan pendidikan.
Pendidikan diniyah nonformal yang berkembang
menjadi satuan pendidikan wajib mendapatkan izin dari kantor Departemen Agama
Kabupaten/Kota setelah memenuhi ketentuan tentang persyaratan pendirian satuan
pendidikan.
Pasal 22
Pengajian kitab diselenggarakan dalam rangka
mendalami ajaran Islam dan/atau menjadi ahli ilmu agama Islam.
Penyelenggaraan pengajian kitab dapat
dilaksanakan secara berjenjang atau tidak berjenjang.
Pengajian kitab dilaksanakan di pondok
pesantren, masjid, mushalla, atau tempat lain yang memenuhi syarat.
Pasal 23
Majelis Taklim atau nama lain yang sejenis
bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan akhlak
mulia peserta didik serta mewujudkan rahmat bagi alam semesta.
Kurikulum Majelis Taklim bersifat terbuka
dengan mengacu pada pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Hadits sebagai dasar untuk
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, serta akhlak mulia.
Majelis Taklim dilaksanakan di masjid,
mushalla, atau tempat lain yang memenuhi syarat.
Pasal 24
Pendidikan Al-Qur’an bertujuan meningkatkan
kemampuan peserta didik membaca, menulis, memahami, dan mengamalkan kandungan
Al Qur’an.
Pendidikan Al-Qur’an terdiri dari Taman
Kanak-Kanak Al-Qur’an (TKQ), Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ), Ta’limul Qur’an
lil Aulad (TQA), dan bentuk lain yang sejenis.
Pendidikan Al-Qur’an dapat dilaksanakan secara
berjenjang dan tidak berjenjang.
Penyelenggaraan pendidikan Al-Qur’an dipusatkan
di masjid, mushalla, atau ditempat lain yang memenuhi syarat.
Kurikulum pendidikan Al-Qur’an adalah membaca,
menulis dan menghafal ayat-ayat Al Qur’an, tajwid, serta menghafal doa-doa
utama.
Pendidik pada pendidikan Al-Qur’an minimal
lulusan pendidikan diniyah menengah atas atau yang sederajat, dapat membaca
Al-Qur’an dengan tartil dan menguasai teknik pengajaran Al-Qur’an.
Pasal 25
Diniyah takmiliyah bertujuan untuk melengkapi
pendidikan agama Islam yang diperoleh di SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK atau
di pendidikan tinggi dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan peserta
didik kepada Allah SWT.
Penyelenggaraan diniyah takmiliyah dapat
dilaksanakan secara berjenjang atau tidak berjenjang.
Penyelenggaraan diniyah takmiliyah dilaksanakan
di masjid, mushalla, atau di tempat lain yang memenuhi syarat.
Penamaan atas diniyah takmiliyah merupakan
kewenangan penyelenggara.
Penyelenggaraan diniyah takmiliyah dapat
dilaksanakan secara terpadu dengan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK atau
pendidikan tinggi.
Berdasarkan
Undang-undang Pendidikan dan Peraturan Pemerintah. Madrasah Diniyah adalah
bagian terpadu dari pendidikan nasional untuk memenuhi hasrat masyarakat
tentang pendidikan agama. Madrasah Diniyah termasuk ke dalam pendidikan yang
dilembagakan dan bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik dalam penguasaan
terhadap pengetahuan agama Islam.
UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang ditindaklanjuti
dengan disyahkannya PP No. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan
memang menjadi babak baru bagi dunia pendidikan agama dan keagamaan di
Indonesia. Karena itu berarti negara telah menyadari keanekaragaman model dan
bentuk pendidikan yang ada di bumi nusantara ini.
Keberadaan
peraturan perundangan tersebut seolah menjadi ”tongkat penopang” bagi madrasah
diniyah yang sedang mengalami krisis identitas. Karena selama ini, penyelenggaraan
pendidikan diniyah ini tidak banyak diketahui bagaimana pola pengelolaannya.
Tapi karakteristiknya yang khas menjadikan pendidikan ini layak untuk
dimunculkan dan dipertahankan eksistensinya.
Secara
umum, setidaknya sudah ada beberapa karakteristik pendidikan diniyah di bumi
nusantara ini. Pertama, Pendidikan Diniyah Takmiliyah (suplemen)
yang berada di tengah masyarakat dan tidak berada dalam lingkaran pengaruh
pondok pesantren. Pendidikan diniyah jenis ini betul-betul merupakan kreasi dan
swadaya masyarakat, yang diperuntukkan bagi anak-anak yang menginginkan
pengetahuan agama di luar jalur sekolah formal. Kedua, pendidikan
diniyah yang berada dalam lingkaran pondok pesantren tertentu, dan bahkan
menjadi urat nadi kegiatan pondok pesantren. Ketiga, pendidikan
keagamaan yang diselenggarakan sebagai pelengkap (komplemen) pada
pendidikan formal di pagi hari. Keempat, pendidikan diniyah yang
diselenggarakan di luar pondok pesantren tapi diselenggarakan secara formal di
pagi hari, sebagaimana layaknya sekolah formal.
Menurut Amin Haidari Perubahan
nomenklatur dari madrasah diniyyah menjadi diniyyah takmiliyah berdasarkan
pertimbangan bahwa kegiatan madrasah diniyyah adalah merupakan kegiatan
pendidikan tambahan sebagai penyempurna bagi siswa sekolah dasar (SD), Sekolah
Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA), yang mendapatkan
pendidikan agama Islam hanya dua jam pelajaran dalam satu minggu, oleh karena
itu sesuai dengan artinya maka kegiatan tersebut yang tepat adalah diniyyah
takmiliyah/ suplemen. (PD Pontren, 2006:v)
- Langkah Efektif dalam pengoptimalan Madrasah Diniyah
Ada beberapa langkah
efektif yang harus dicapai dalam mewujudkan madrasah diniyah yang berkualitas
yaitu:[11]
1.
Peningkatan kualitas akedemik dengan
membekali siswa terhadap kemampuan Agama dengan baik dan benar
2.
Sumber daya manusia dengan
menyeleksi Guru-guru yang berkualitas serta manajemen yang optimal
3.
Pemaksimalan
peran. Selain pengumpulan dana sebagai pengendali mutu Madrasah diniyah, juga
dibutuhkan penyumbang dana atau donatur yang turut serta membantu dalam hal
pendanaan
4.
Meningkatkan
peran orang tua, dan masyarakat sekitar sebagai obyek sekaligus subyek
pendidikan.
Ada banyak langkah yang
bisa ditempuh untuk mewujudkan model pendidikan Madrasah Diniyah yang ideal
antara lain:
1. Integralisasi pendidikan Madrasah Diniyah dengan sistem pendidikan formal
pondok pesantren
2.
Penerapan manageman pendidikan
secara baik dan benar
3. Sistem pembelajaran dilaksanakan harus dengan mengacu pada kurikulum.
- Model Pendidikan Madrasah Diniyah
Peran vital Madrasah
Diniyah bagi masyrakat haruslah tetap dijaga sampai kapanpun, hal tersebut
dapat diperoleh jika model pendidikannya dapat diterima oleh masyarakat. Salah
satu solusinya adalah dengan mengintergasikan Madrasah Diniyah ini kedalam
lembaga pendidikan pesantren atau lembaga pendidikan formal seperti MIN, MTs,
dan MA.
Ada tiga alasan utama
diperlukannya manageman pendidikan untuk Madrasah Diniyah yaitu:
1. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Madrasah Diniyah, yakni memberikan pembekalan ilmu-ilmu
Agama yang cukup kepada para santri, dalam upaya mempersiapkan lahirnya
santri-santri yang matangdalam penguasaan ilmu-ilmu Agama. Kebutuhan terhadap manageman untuk
Madrasah Diniyah ini terasa semakin mendesak, mengingat posisinya sebagai
lembaga pendidikan pendukung bagi sistem pendidikan formal yang dilaksanakan
Pesantren.
2. Untuk menjaga keseimbangan sekaligus memfokuskan tujuan-tujuan yang ingin
dicapai dalam proses pendidikan yang terjadi dalam Madrasah Diniyah.
3. Untuk mencapai efesiensi dan efektifitas,
bagaimanapun setiap kegiatan yang dilaksanakan dengan menafikan unsur-unsur
manageman, maka kegiatan itu tidak akan efektif dan efesien[13]
- Kurikulum yang digunakan Madrasah Diniyah
Berdasarkan
Undang-undang Pendidikan dan Peraturan pemerintah no 73 Madrasah Diniyah adalah
bagian terpadu dari system pendidikan nasional yang diselenggarakan pada jalur
pendidikan luar sekolah untuk memenuhi hasrat masyarakat tentang pendidikan
agama. Madarsah Diniyah termasuk kelompok pendidikan keagamaan jalur luar
sekolah yang dilembagakan dan bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik
menguasai pengetahuan agama Islam, yang dibina oleh Menteri Agama.[14]
Oleh karena
itu, Menteri Agama dan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
menetapkan Kurikulum Madrasah Diniyah dalam rangka membantu masyarakat mencapai
tujuan pendidikan yang terarah, sistematis dan terstruktur. Meskipun demikian, masyarakat tetap
memiliki keleluasaan untuk mengembangkan isi pendidikan, pendekatan dan muatan
kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan lingkungan madrasah.
Madrasah diniyah
mempunyai tiga tingkatan yakni: Diniyah Awaliyah, Diniyah Wustha dan Diniyah
Ulya. Madrasah Diniah Awaliyah berlangsung 4 tahun (4 tingkatan), dan Wustha 2
tahun (2 tingkatan). Input Siswa Madrasah Diniyah Awaliyah diasumsikan adalah
siswa yang berasal dari sekolah Dasar dan SMP serta SMU.[15]
Sebagai bagian dari pendidikan luar sekolah, Madrasah Diniyah bertujuan :
1. Melayani warga
belajar dapat tumbuh dan berkembangn sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna
meningkatkan martabat dan mutu kehidupanya.
2. Membina warga belajar
agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang diperluakan untuk
mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ketingkat dan /atau
jenjang yang lebih tinggi
3. Memenuhi kebutuhan
belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah
Untuk menumbuh
kembangkan ciri madrasah sebagai satuan pendidikan yang bernapaskan Islam, maka
tujuan madrasah diniyah dilengkapi dengan “memberikan bekal kemampuan dasar dan
keterampilan dibidang agama Islam untuk mengembangkan kehidupannya sebagai
pribadi muslim, anggota masyarakat dan warga Negara”.
1. Al-Qur’an Hadits
2. Aqidah Akhlak
3. Fiqih
4. Sejarah Kebudayaan
Islam
5. Bahasa Arab
6. Praktek Ibadah.
Dalam pelajaran
Qur’an-Hadits santri diarahkan kepada pemahaman dan penghayatan santri tentang
isi yang terkandung dalam qur’an dan hadits. Mata pelajaran aqidah akhlak
berfungsi untuk memberikan pengetahuan dan bimbingan kepada santri agar
meneladani kepribadian nabi Muhammad SAW, sebagai Rasul dan hamba Allah,
meyakini dan menjadikan Rukun Iman sebagai pedoman berhubungan dengan Tuhannya,
sesama manusia dengan alam sekitar, Mata pelajaran Fiqih diarahkan untuk
mendorong, membimbing, mengembangkan dan membina santri untuk mengetahui
memahami dan menghayati syariat Islam. Sejarah Kebudayaan Islam merupakan mata
pelajaran yang diharapkan dapat memperkaya pengalaman santri dengan keteladanan
dari Nabi Muhammad SAW dan sahabat dan tokoh Islam. Bahasa Arab sangat penting
untuk penunjang pemahaman santri terhadap ajaran agama Islam, mengembangkan ilmu
pengetahuan Islam dan hubungan antar bangsa degan pendekatan komunikatif. Dan
praktek ibadah bertujuan melaksanakan ibadah dan syariat agama Islam.
Kurikulum Madrasah
Diniyah pada dasarnya bersifat fleksibel dan akomodatif. Oleh karena itu,
pengembangannya dapat dilakukan oleh Departemen Agama Pusat Kantor
Wilayah/Depag Propinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya atau
oleh pengelola kegiatan pendidikan sendiri. Prinsip pokok untuk mengembangkan
tersebut ialah tidak menyalahi aturan perundang-undangan yang berlaku tentang
pendidikan secara umum, peraturan pemerintah, keputusan Menteri Agama dan
kebijakan lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan madrasah diniyah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah saya ini adalah sebagai berikut:
Madrasah diniyah adalah
salah satu lembaga pendidikan non formal yang memiliki peranan penting dalam
pengembangan pembelajaran agama Islam. Dalam madrasah diniyah yang merupakan
lembaga yang memiliki paying hokum yang legal tentunya kurikulum sudah diset
oleh pemerintah yang tentu tidak secara baku. Dalam artian pelaksana pendidikan
bisa mengekplorasi pembelajaran yang bersipat penyesuaian dengan lingkungannya.
Penyesuaian kurikulum itu akan dilakukan pada madrasah diniyah di semua
tingkatan: ula (awal), wusto (menangah), hingga ala (atas).
B. Saran
Setelah menelaah dan memahami materi yang kita bahas dan berdasarkan kesimpulan diatas maka
penulis ingin memberikan saran-saran sebagai berikut:
1.
Agar mendapat pengetahuan tentang langkah-langkah
penelitian ilmiah
2.
Mampu kelak mengimplimentasi ilmu yang ada
kedalam penelitian
Demikianlah
makalah ini penulis susun dalam mata kuliah Metode Penelitian Pendidikan Islam, dan semoga makalah
ini menjadi penambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca. Penulis juga
merasa memerlukan kritik dan saran dari para pembaca untuk perbaikan dikemudian
hari. Mudah-mudahan Allah SWT. Senantiasa memberikan berkah dan manfaat dari
makalah ini bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia
Tenggara (Jakarta: Rineka Cipta, 2009)
A. Malik Fajar, Madrasah dan Tantangan Modernitas
(Jakarta: Mizan, 1998)
Departemen Agama, Sejarah Perkembangan Madarsah, (Direktorat Jendral
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998)
Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan
Madrasah diniyah (Jakarta: Diva Pustaka, 2004)
Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia
Tenggara (Jakarta: Rineka Cipta, 2009)
Haidar Putra Daulay, Historisitas dan
Eksistensi Pesantren, Sekolah Dan Madrasah, (Yogyakarta: Tiara Wacaya,
2001)
Maksum, Madrasah Sejarah Dan
Perkembangannya (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999)
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan
Islam di Indonesia (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1979)
http://www.librarystainponorogo.net/gdl42/gdl.php?mod=browse&op=read&id=stainpress-11111-emiriezkyu-237,
Diakses tanggal 19 Maret 2013 pada pukul 22.57 WIB
Nanang Fatchurochman, Madrasah: Sekolah Islam Terpadu,
Plus dan Unggulan,
Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan
Madrasah diniyah
Pendidikan dan Peraturan pemerintah no 73 tahun 1991 pasal 3,
Pasal 22 ayat 3
Mal An Abdullah dkk, Laporan Penelitian, Studi Evaluasi
Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Diniyah
M. Ishom Saha, Dinamika Madrasah Diniyah di Indonesia :Menelusuri Akar Sejarah
Pendidikan Nonformal (Jakarta: Pustaka Mutiara, 2005)
http://muhammadiqbalal-basry.blogspot.com/2013/11/madrasah-diniyah.html
0 Komentar untuk "makalah madrasah diniyah awaliyah"