Dalam hukum Islam, kita mengenal adanya 2 hukum fardhu ( wajib ).
Hukum fardhu yang pertama adalah fardhu ain, sedangkan yang kedua ialah
fardhu kifayah. Fardhu ain adalah kewajiban yang dibebankan kepada
setiap muslim tanpa terkecuali, sedangkan fardhu kifayah adalah
kewajiban yang dibebankan kepada kelompok, dalam artian jika dalam suatu
kelompok sudah terdapat orang yang melaksanakan kewajiban tersebut,
maka gugurlah kewajiban anggota kelompok yang lain. Belajar ilmu agama
adalah salah satu contoh dari kegiatan yang mempunyai hukum fardhu ain.
Saya merasa beruntung berasal dari keluarga yang berlatar belakang Agamis. Background keluarga yang agamis membuat saya mendapatkan pendidikan agama semenjak saya masih kecil, baik secara formal maupun non-formal. Masih teringat betul dalam pikiran saya, ketika saya masih SD, pagi hari saya berangkat sekolah sedangkan sore harinya saya berangkat mengaji. Saya mengenyam pendidikan di sekolah agama mulai dari SD hingga jenjang SMP, rencananya hingga SMA, tpi Allah berkehendak lain. Pendidikan agama yang saya pelajari semenjak kecil mengajarkan banyak hal kepada saya, tentang bacaaan sholat, belajar mengaji, hukum Fiqih, aqidah dan akhlak, dan juga mengenai sejarah Islam.
Hasil dari belajar memang tidak bisa dirasakan langsung. Ada pahit yang harus diterima ketika saya belajar Agama. Saya masih ingat betul bahwa ketika saya kecil, saya sering menangis karena dimarahi oleh Ayah saya, akibat bacaan saya yang salah ketika membaca Al-Quran. Tapi sekarang saya sangat bersyukur akan hal itu, karena jika tidak dengan cara demikian, maka mungkin sekarang saya tidak bisa membaca Al-Qur’an dengan lancer dan benar. Dengan tajwid yang benar dan makhorijul huruf yang benar.
Menginjak masa SMA, saya masuk ke SMA Negeri, mulai dari sini pendidikan tentang agama yang saya dapatkan berkurang. Tidak ada lagi pelajaran Fiqih, Aqidah Akhlak, atau Sejarah kebudayaan Islam yang menjadi makanan sehari-hari saya ketika saya sekolah dari SD-SMP. Yang ada hanyalah sebuah mata pelajaran Agama, mata pelajaran yang mendapatkan slot selama 2 jam mata pelajaran dalam waktu seminggu.
Ketika saya masih SMA, seringkali Ayah saya menyuruh saya untuk menghadiri pengajian disana-sini, untuk mendapatkan tambahan ilmu Agama mengingat saya kini tidak mendapatkan ilmu Agama yang cukup disekolah. Tapi saat itu saya merasa bahwa ilmu Agama saya sudah cukup banyak, sebuah kebodohan yang baru saya sadari saat ini. Tidak pernah dalam hidup anda, anda mendapatkan terlalu banyak ilmu. Kebodohan saya semakin bertambah lagi ketika saya menyadari bahwa dunia saat ini tidak seperti dulu lagi.
Menginjak masa kuliah, saya menyadari bahwa ada banyak sekali paham diluar sana yang bertentangan dengan Islam. Paham yang mengagumkan duniawi, yang menitikberatkan hidup pada kehidupan dunia dan mengesampingkan kehidupan beragama. Orang-orang yang sibuk bekerja siang-malam demi materi dunia dan celakangnya, secara tidak sadar saya mulai terseret kedalam arus tersebut. Saya tahu bahwa ajaran tersebut tidak baik, tapi apalah arti ketahuan saya ketika hal tersebut tidak dilakukan. Tidak ada lagi majelis agama yang saya ikuti secara rutin ketika saya kuliah, padahal tantangan kehidupan dunia semakin gila saja.
Hidup di jaman dunia modern tidak cukup hanya dengan ilmu Fiqih dan Akhlak saja. Terkadang saya merasa bahwa kehidupan di desa itu sangatlah nyaman. Tidak ada faham aneh-aneh yang mereka terima, mereka tidak tahu apa itu sekulerisasi, mereka tidak tahu apa itu liberalisasi. Mereka menjalankan Agama dengan tenang sesuai dengan yang diajarkan oleh kyai atau orang tua mereka. Tidak ada keraguan didalam hati mereka.
Sedangkan kehidupan dikota banyak sekali cobaannya. Semakin banyak dunia berkembang, semakin banyak ilmu yang dikaji. Celakanya adalah, banyak orang yang mengkaji ilmu agama yang tetapi justru menjauhkan diri mereka sendiri dari agama. Menganggap bahwa Al-Qur’an hanya produk budaya, bahwa semua agama itu sama, dan bahkan menganggap pendidikan agama itu kuno. Serangan-serangan ini mau tidak mau harus membuat kita belajar lebih lanjut mengenai Agama. Jika dulu mungkin kita kurang mempelajari tentang Tauhid, maka kini pelajaran Tauhid adalah salah satu hal terpenting. Masalah Fiqih mungkin masih bisa diperdebatkan, tapi masalah Tauhid adalah sesuatu yang pasti. Buya Hamka pernah berkata “ Aku bisa mengkompromikan segala hal, tapi tidak dengan Tauhid “ . Sebuah prinsip yang akhirnya membuat ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ketua MUI setelah pemerintah tidak setuju dengan fatwanya bahwa mengucapkan selamat hari raya besar kepada umat lain bagi seorang muslim adalah haram
Belajar ilmu tauhid memang tidak mudah, salah-salah justru kita terbawa dalam arus yang mendeskriditkan agam sendiri. Untuk belajar tauhid diperlukan guru yang benar-benar masih lurus, yang masih menggunakan Al-Qur’an dan Hadits sebagai pedomannya. Salah satu lembaga yang kini berkutat mengenai pembahasan tentang pemikiran Islam adalah INSISTS yang mempunyai cabang di berbagai kota walaupun dengan nama yang berbda. Setiap kegiatan diskusi dari INSISTS layak diikuti oleh siapapun yang masih ingin mencari sumber agama Islam yang masih lurus.
Tidak ada kata terlambat dalam belajar, apalagi dalam belajar ilmu agama. Banyak majelis ataupun pengajian yang bisa kita datangi untuk menambah ilmu agama kita. Sediakan waktu untuk belajar agama karena kita selalu punya waktu untuk belajar ilmu dunia. Ilmu dunia mungkin bisa mendatangkan kesejahteraan di dunia, tapi ilmu agama akan mendatangkan kesejahteraan di akhirat. #YukBelajarIslam
Saya merasa beruntung berasal dari keluarga yang berlatar belakang Agamis. Background keluarga yang agamis membuat saya mendapatkan pendidikan agama semenjak saya masih kecil, baik secara formal maupun non-formal. Masih teringat betul dalam pikiran saya, ketika saya masih SD, pagi hari saya berangkat sekolah sedangkan sore harinya saya berangkat mengaji. Saya mengenyam pendidikan di sekolah agama mulai dari SD hingga jenjang SMP, rencananya hingga SMA, tpi Allah berkehendak lain. Pendidikan agama yang saya pelajari semenjak kecil mengajarkan banyak hal kepada saya, tentang bacaaan sholat, belajar mengaji, hukum Fiqih, aqidah dan akhlak, dan juga mengenai sejarah Islam.
Hasil dari belajar memang tidak bisa dirasakan langsung. Ada pahit yang harus diterima ketika saya belajar Agama. Saya masih ingat betul bahwa ketika saya kecil, saya sering menangis karena dimarahi oleh Ayah saya, akibat bacaan saya yang salah ketika membaca Al-Quran. Tapi sekarang saya sangat bersyukur akan hal itu, karena jika tidak dengan cara demikian, maka mungkin sekarang saya tidak bisa membaca Al-Qur’an dengan lancer dan benar. Dengan tajwid yang benar dan makhorijul huruf yang benar.
Menginjak masa SMA, saya masuk ke SMA Negeri, mulai dari sini pendidikan tentang agama yang saya dapatkan berkurang. Tidak ada lagi pelajaran Fiqih, Aqidah Akhlak, atau Sejarah kebudayaan Islam yang menjadi makanan sehari-hari saya ketika saya sekolah dari SD-SMP. Yang ada hanyalah sebuah mata pelajaran Agama, mata pelajaran yang mendapatkan slot selama 2 jam mata pelajaran dalam waktu seminggu.
Ketika saya masih SMA, seringkali Ayah saya menyuruh saya untuk menghadiri pengajian disana-sini, untuk mendapatkan tambahan ilmu Agama mengingat saya kini tidak mendapatkan ilmu Agama yang cukup disekolah. Tapi saat itu saya merasa bahwa ilmu Agama saya sudah cukup banyak, sebuah kebodohan yang baru saya sadari saat ini. Tidak pernah dalam hidup anda, anda mendapatkan terlalu banyak ilmu. Kebodohan saya semakin bertambah lagi ketika saya menyadari bahwa dunia saat ini tidak seperti dulu lagi.
Menginjak masa kuliah, saya menyadari bahwa ada banyak sekali paham diluar sana yang bertentangan dengan Islam. Paham yang mengagumkan duniawi, yang menitikberatkan hidup pada kehidupan dunia dan mengesampingkan kehidupan beragama. Orang-orang yang sibuk bekerja siang-malam demi materi dunia dan celakangnya, secara tidak sadar saya mulai terseret kedalam arus tersebut. Saya tahu bahwa ajaran tersebut tidak baik, tapi apalah arti ketahuan saya ketika hal tersebut tidak dilakukan. Tidak ada lagi majelis agama yang saya ikuti secara rutin ketika saya kuliah, padahal tantangan kehidupan dunia semakin gila saja.
Hidup di jaman dunia modern tidak cukup hanya dengan ilmu Fiqih dan Akhlak saja. Terkadang saya merasa bahwa kehidupan di desa itu sangatlah nyaman. Tidak ada faham aneh-aneh yang mereka terima, mereka tidak tahu apa itu sekulerisasi, mereka tidak tahu apa itu liberalisasi. Mereka menjalankan Agama dengan tenang sesuai dengan yang diajarkan oleh kyai atau orang tua mereka. Tidak ada keraguan didalam hati mereka.
Sedangkan kehidupan dikota banyak sekali cobaannya. Semakin banyak dunia berkembang, semakin banyak ilmu yang dikaji. Celakanya adalah, banyak orang yang mengkaji ilmu agama yang tetapi justru menjauhkan diri mereka sendiri dari agama. Menganggap bahwa Al-Qur’an hanya produk budaya, bahwa semua agama itu sama, dan bahkan menganggap pendidikan agama itu kuno. Serangan-serangan ini mau tidak mau harus membuat kita belajar lebih lanjut mengenai Agama. Jika dulu mungkin kita kurang mempelajari tentang Tauhid, maka kini pelajaran Tauhid adalah salah satu hal terpenting. Masalah Fiqih mungkin masih bisa diperdebatkan, tapi masalah Tauhid adalah sesuatu yang pasti. Buya Hamka pernah berkata “ Aku bisa mengkompromikan segala hal, tapi tidak dengan Tauhid “ . Sebuah prinsip yang akhirnya membuat ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ketua MUI setelah pemerintah tidak setuju dengan fatwanya bahwa mengucapkan selamat hari raya besar kepada umat lain bagi seorang muslim adalah haram
Belajar ilmu tauhid memang tidak mudah, salah-salah justru kita terbawa dalam arus yang mendeskriditkan agam sendiri. Untuk belajar tauhid diperlukan guru yang benar-benar masih lurus, yang masih menggunakan Al-Qur’an dan Hadits sebagai pedomannya. Salah satu lembaga yang kini berkutat mengenai pembahasan tentang pemikiran Islam adalah INSISTS yang mempunyai cabang di berbagai kota walaupun dengan nama yang berbda. Setiap kegiatan diskusi dari INSISTS layak diikuti oleh siapapun yang masih ingin mencari sumber agama Islam yang masih lurus.
Dalam sebuah hadits, Nabi bersabda, “Duduk di sisi ‘Ulama selama satu jam lebih kugemari, dibanding ibadah selama 1000 tahun.”Walaupun tauhid merupakan sebuah kebutuhan mendasar saat ini, tidak berarti kita bisa mengsampingkan masalah Fiqih dan Akhlak. FIqih dan Akhlak sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan kita sehari-hari. Ingatlah sebuah hadits yang menyatakan bahwa orang yang berilmu itu lebih ditakuti Iblis dibandingkan orang yang ahli beribadah. Tanpa ilmu yang benar, akan sulit bagi kita untuk melakukan praktek dengan benar. Ilmu bagaikan imam bagi kegiatan yang kita lakukan, sehingga untuk dapat berkegiatan dengan benar ilmu kita harus benar pula.
Tidak ada kata terlambat dalam belajar, apalagi dalam belajar ilmu agama. Banyak majelis ataupun pengajian yang bisa kita datangi untuk menambah ilmu agama kita. Sediakan waktu untuk belajar agama karena kita selalu punya waktu untuk belajar ilmu dunia. Ilmu dunia mungkin bisa mendatangkan kesejahteraan di dunia, tapi ilmu agama akan mendatangkan kesejahteraan di akhirat. #YukBelajarIslam
0 Komentar untuk "belajar adalah fardu a'in"