A.
Pengertian
Menurut Mastuhu, ada beberapa istilah yang sering digunakan
untuk menunjukkan sistem pendidikan Islam ini (pesantren). Menurut masyarakat Jawa
dan Sunda sering menyebutnya dengan istilah pesantren atau pondok.
Menurut Zamakhsyari Dhofier menjelaskan secara etimologi
pesantren berasal dari pesantrian yang berarti tempat santri.[4] Mastuhu
menambahkan, pesantren adalah pendidikan tradisional Islam untuk memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan menekankan pentingnya
moral agama Islam sebagai pedoman hidup masyarakat sehari-hari.
Menurut Dr. Ziemek ada tiga ciri-ciri pesantren:
1.
Kyai sebagai pendiri, pelaksana dan guru;
2.
Pelajar (santri) secara pribadi diajari berdasarkan
naskah-naskah Arab klasik tentang pengajaran, paham dan akidah keislaman;
3.
Kyai dan santri tinggal bersama-sama untuk waktu yang
lama membentuk satu komunitas seperti asrama (pondok).
Selain itu, dalam lembaga pendidikan pesantren biasanya
terdapat 5 elemen dasar yang tidak terpisahkan, yaitu pondok, masjid, santri,
pengajaran kitab-kitab klasik dan kyai.[5]
Sebagai suatu sistem pendidikan, pesantren telah banyak
memberikan kontribusi positif bagi perkembangan bangsa Indonesia. Abdurrahman Wahid
menjelaskan bahwa peran itu dapat dikategorikan menjadi peran yang murni
keagamaan dan peran yang tidak hanya bersifat keagamaan belaka (kultural sosial
– ekonomis – politik).
B.
Fungsi Pendidikan Pesantren
Dari waktu ke waktu fungsi pesantren berjalan secara dinamis,
berubah dan berkembang mengikuti dinamika sosial masyarakat global. Pada
awalnya lembaga ini mengembangkan fungsi sebagai lembaga sosial dan penyiaran
agama.
Dalam perjalanannya hingga sekarang, sebagai lembaga sosial,
pesantren telah menyelenggarakan pendidikan formal, baik berupa sekolah umum
maupun sekolah agama (madrasah, sekolah umum dan perguruan tinggi). Di samping
itu, pesantren juga menyelenggarakan pendidikan non formal berupa madrasah
diniyah yang mengajar bidang-bidang ilmu agama saja.
Azyumardi Azra dalam Nata, 2001: 1112, menawarkan adanya 3
fungsi pesantren, yaitu:
1.
Transmisi dan transfer ilmu-ilmu Islam. Pengetahuan
Islam dimaksud tidak hanya meliputi agama tetapi mencakup seluruh pengetahuan
yang ada;
2.
Pemeliharaan tradisi Islam;
3.
Produksi ulama.
Selain itu, pesantren juga telah mengembangkan fungsinya
sebagai lembaga solidaritas sosial dengan menampung anak-anak dari segala
lapisan masyarakat muslim dan memberi pelayanan yang sama kepada mereka tanpa
membedakan tingkat sosial ekonomi mereka.
Dari hal-hal yang ada di atas, pesantren dituntut melakukan
terobosan-terobosan baru di antaranya:[6]
1.
Adanya pengembangan kurikulum
Pengembangan kurikulum agar bisa sesuai atau mampu memperbaiki kondisi-kondisi
yang ada untuk mewujudkan generasi yang berkualitas.
2.
Melengkapi sarana penunjang proses pembelajaran,
seperti perpustakaan, buku-buku klasik dan kontemporer, majalah, sarana berorganisasi,
sarana olahraga, internet (kalau memungkinkan) dan lain-lain.
3.
Memberikan kebebasan kepada santri yang ingin
mengembangkan talenta masing-masing, baik yang berkenaan dengan
pemikiran, ilmu pengetahuan, teknologi maupun kewirausahaan.
4.
Menyediakan wahana aktualisasi diri di tengah
masyarakat.
Lebih dari itu, erat kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi, pesantren (modern) harus mampu menjadi stimulator yang dapat
memancing dan meningkatkan rasa ingin tahu santrinya secara berkelanjutan.
Sementara dalam pengembangan pendidikan pesantren (modern)
memiliki tanggung jawab sebagai sekolah umum berciri khas Islam agar mampu
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Karena manusia yang berkualitas itu
setidaknya memiliki dua kompetensi yaitu kompetensi IMTAQ dan IPTEK.
Dengan adanya hal ini, diperlukan beberapa kemampuan sebagai
jawaban atas tuntutan masyarakat sekarang, di antaranya kemampuan untuk
mengetahui pola perubahan dan dampak yang akan ditimbulkan. Sehingga mampu
mewujudkan generasi yang tidak hanya pintar secara keilmuan tetapi juga
memiliki akhlak yang baik.
Karena ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai dampak
positif dan negatif, maka diperlukan beberapa strategi yang mencakup: a)
motivasi kreativitas anak didik ke arah pengembangan IPTEK di mana nilai-nilai Islam menjadi sumber acuannya; b) mendidik
ketrampilan kemanfaatan produk IPTEK bagi kesejahteraan hidup umat manusia yang
menciptakan jalinan kuat antara ajaran agama dan IPTEK.[7]
C.
Program Bimbingan Pesantren
Program bimbingan ini merupakan penunjang dari program
pendidikan di pesantren. Dalam keadaan tertentu bimbingan ini dipergunakan
sebagai metode atau alat untuk mencapai tujuan program pendidikan di pesantren.
Ada beberapa alasan mengapa perlu diselenggarakan program bimbingan, di
antaranya:
1.
Adanya masalah dalam pendidikan dan pengajaran dan
tidak mungkin dapat diselesaikan oleh ustadz-ustadz sebagai pengajar.
2.
Adanya konflik antara santri dengan guru (ustadz) yang
pemecahannya memerlukan pihak ketiga.
Secara keseluruhan program pendidikan di pesantren terdiri
atas bidang-bidang sebagai berikut:
1.
Bidang pengajaran kurikuler yang merupakan kegiatan
pokok dalam rangka membekali para murid dengan berbagai ilmu pengetahuan.
2.
Bidang administrasi yang berfungsi sebagai pengelola
dan pengendali semua bidang kegiatan di pesantren (penanggung jawab).
3.
Bidang pembinaan santri yang berfungsi memberikan
bantuan atau pelayanan kepada santri.
Dari alasan di atas program bimbingan dilaksanakan
dengan tujuan:
1.
Mengembangkan pemahaman santri demi kemajuan di
pesantren;
2.
Mengembangkan pengetahuan serta rasa tanggung jawab
dalam Menentukan sesuatu;
3.
Mewujudkan penghargaan terhadap kepentingan dan harga
diri orang lain.
D.
Life Skills
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
pesat, pengembangan kecakapan hidup menjadi andalan bagi pesantren sehingga
para alumni pesantren mampu bersaing dengan alumni lembaga pendidikan lain.
Secara umum tujuan dari penyelenggaraan pesantren adalah
untuk membantu para santri dalam mengembangkan kemampuan berfikir dan potensi
diri agar dapat memecahkan problem kehidupan sehingga dapat menghadapi realitas
kehidupan baik secara lahiriah maupun batiniah.
1.
Prinsip-prinsip Pendidikan Kecakapan Hidup
Prinsip-prinsip pendidikan kecakapan hidup mencakup:
a.
Tidak mengubah sistem pendidikan dan kurikulum;
b.
Pembelajaran kecakapan hidup menggunakan prinsip learning
to know (belajar untuk mengetahui sesuatu), learning to do (belajar
untuk mengerjakan sesuatu), learning to be (belajar untuk menjadi
dirinya sendiri), dan learning to life together atau belajar untuk hidup
bersama.
c.
Paradigma learning for life (pendidikan untuk
kehidupan) dan learning to work (belajar untuk bekerja) dapat dijadikan
sebagai dasar pendidikan, sehingga terjadi pertautan antara pendidikan dengan
kebutuhan nyata para peserta didik (santri).
Life skill diarahkan agar peserta didik:
a.
Menuju hidup yang sehat dan berkualitas;
b.
Mendapat pengetahuan, ketrampilan dan wawasan yang
luas;
c.
Memiliki akses untuk memenuhi standar hidup secara
layak.
2.
Orientasi Pendidikan Life Skill
Orientasi pendidikan life skill difokuskan pada
kecakapan-kecakapan:
a.
Kecakapan Personal (self awareness), meliputi:
-
kesadaran siapa diri saya seperti keimanan
kepada Tuhan YME, pengembangan karakter diri belajar memelihara lingkungan.
-
Kesadaran atas potensi diri seperti belajar
menolong diri sendiri, menumbuhkan kepercayaan diri.
b.
Kecakapan Berfikir Rasional (thinking skills),
mencakup:
-
kecakapan menggali informasi
-
kecakapan mengolah informasi
-
kecakapan memecahkan masalah.
c.
Kecakapan Sosial (social skill), meliputi:
-
kecakapan komunikasi dengan empati, dapat
dikembangkan melalui bercerita,
-
kecakapan bekerja sama dapat dikembangkan
melalui kerja kelompok.
III.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pesantren khalaf
adalah lembaga pesantren yang memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum
madrasah yang dikembangkan, atau pesantren yang menyelenggarakan tipe
sekolah-sekolah umum seperti SMP, SMU dan bahkan perguruan tinggi dalam
lingkungannya.
Sedikitnya terdapat dua cara yang dilakukan pesantren dalam
merespon perubahan ini. Pertama, merevisi kurikulumnya dan memasukkan
mata pelajaran dan ketrampilan umum. Kedua, membuka kelembagaan dan
fasilitas pendidikannya bagi kepentingan pendidikan umum.
Untuk itu pesantren yang menerima modernisasi harus
benar-benar selektif dalam menerima dan mengadopsi pola-pola dari luar. Karena
bisa jadi pesantren yang tidak selektif dalam mengikuti perkembangan
modernisasi ini akan kehilangan ruh dan identitasnya sebagai lembaga pendidikan
pesantren.
Dalam hal ini pemakalah setuju dengan pendapat Nur Cholis
Madjid yang mengatakan bahwa untuk memainkan peranan yang besar dan menentukan
dalam ruang lingkup nasional pesantren tidak perlu kehilangan kepribadiannya
sendiri sebagai tempat pendidikan keagamaan. Bahkan tradisi-tradisi keagamaan
yang dimiliki pesantren sebenarnya merupakan ciri khusus yang harus
dipertahankan, karena di sinilah letak kelebihannya.
IV.
PENUTUP
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, penulis dapat
menyelesaikan makalah ini, dengan disertai do’a semoga dapat bermanfaat bagi penulis
pada khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Penulis menyadari, meskipun makalah ini sudah diusahakan
sepenuhnya namun tentunya masih jauh dari sempurna. Maka segala kritik, koreksi
dan saran yang membangun dari pembaca yang budiman sangat penulis harapkan demi
pengembangan wawasan keilmuan penulis.
DAFTAR
PUSTAKA
Ismail SM., dkk., Dinamika Pesantren dan Madrasah,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002
Amin Haedari, HM., dkk., Masa Depan Pesantren,
Jakarta: IRD Press, 2004
Sulthon Masyhud, M.Pd., Drs. HM., Manajemen Pondok
Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2004
Zamakhsyari Dhofier, Studi Pandangan Hidup Kyai,
Jakarta: LP3ES, 1982
Jamal Ma’mur Asmani, Dialektika Pesantren dengan
Tuntutan Zaman, Jakarta: Qirtas, 2003
Syamsul Ma’arif, Pesantren Vs Kapitalisme Sekolah,
Need’s Press, Semarang, 2008
0 Komentar untuk "makalah pendidikan pondok pesantren modern"