BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jual beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya. Menurut etimologi, jual beli adalah pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Kata lain dari jual beli adalah al-ba’i, asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah.
Landasan atau dasar hukum mengenai jual beli ini disyariatkan berdasarkan
Al-Qur’an, Hadist Nabi, dan Ijma’. Hukum jual beli pada dasarnya
dibolehkan oleh ajaran islam. Kebolehan ini didasarkan kepada firman
Allah yang terjemahannya sebagai berikut :
“….
Janganlah kamu memakan harta diantara kamu dengan jalan batal melainkan
dengan jalan jual beli, suka sama suka….” (Q.S. An-Nisa’ : 29).
Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi agar jual belinya sah menurut syara’ (hukum islam).
Rukun Jual Beli:
- Dua pihak membuat akad penjual dan pembeli
- Objek akad (barang dan harga)
- Ijab qabul (perjanjian/persetujuan)
Barang-
barang yang terlarang diperjual belikan adalah : barang yan g haram
dimakan, khamar, buah-buahan yang belum dapat dimakan,air, barang-barang
yang samar dan barang- barang yang dapat dijadikan sarana ma’shiyat.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dan dasar hukum jual beli.
2. Mahasiswa dapat mengetahui barang yang terlarang diperjual belikan.
3. Mahasiswa dapat mengetahui rukun syarat jual beli.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Jual Beli
Jual beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya.
Menurut etimologi, jual beli adalah pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Kata lain dari jual beli adalah al-ba’i, asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah. Menurut terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain :
1. Menurut ulama Hanafiyah : Jual beli adalah ”pertukaran harta (benda) dengan hartaberdasarkan cara khusus (yang dibolehkan).”
2. Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ : Jual beli adalah “ pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan.”
3. Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al-mugni : Jual
beli adalah “ pertukaran harta dengan harta, untuk saling menjadikan
milik.” Pengertian lainnya jual beli ialah persetujuan saling mengikat
antara penjual ( yakni pihak yang menyerahkan/menjual barang) danpembeli (sebagai pihak yang membayar/membeli barang yang dijual).Pada masa Rasullallah SAW harga barang itu dibayar dengan mata uangyang terbuat dari emas (dinar) dan mata uang yang terbuat dari perak(dirham).
2.2 Landasan atau Dasar Hukum Jual Beli
Landasan atau dasar hukum mengenai jual beli ini disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an, Hadist Nabi, dan Ijma’ Yakni :
1. Al Qur’an
Yang mana Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa : 29
“Hai
orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta sesamamu dengan
jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama suka diantara kamu” (QS. An-Nisa : 29).
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah : 275).
2. Sunnah
Nabi, yang mengatakan:” Suatu ketika Nabi SAW, ditanya tentang mata pencarian yang paling baik.
Beliau menjawab, ’Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual
beli yang mabrur.” (HR. Bajjar, Hakim yang menyahihkannya dari Rifa’ah
Ibn Rafi’). Maksud mabrur dalam hadist adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipu-menipu dan merugikan orang lain.
3. Ijma’
Ulama
telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia
tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain.
Namun demikian, bantuan atau barang
milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang
lainnya yang sesuai. Mengacu kepada ayat-ayat Al Qur’an dan hadist,
hukum jual beli adalah mubah (boleh). Namun pada situasi tertentu, hukum jual beli itubisa berubah menjadi sunnah, wajib, haram, dan makruh.
Berikut ini adalah contoh bagaimana hukum jual beli bisa berubah menjadi sunnah, wajib, haram, atau makruh. Jual beli hukumnya sunnah,misalnya dalam jual beli barang yang hukum menggunakan barangyang diperjual-belikan itu sunnah seperti minyak wangi. Jual beli hukumnya wajib,
misalnya jika ada suatu ketika para pedagang menimbun beras, sehingga
stok beras sedikit dan mengakibatkan harganya pun melambung tinggi. Maka
pemerintah boleh memaksa para pedagang beras untuk menjual beras yang
ditimbunnya dengan harga sebelum terjadi pelonjakan harga.
Menurut Islam, para pedagang beras tersebut wajib menjual
beras yang ditimbun sesuai dengan ketentuan pemerintah. Jual beli
hukumnya haram, misalnya jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat
yang diperbolehkan dalam islam, juga mengandung unsur penipuan. Jual
beli hukumnya makruh, apabila barang yang dijual-belikan ituhukumnya
makruh seperti rokok.
2.3 Rukun dan Syarat Jual Beli
Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi agar jual belinya sah menurut syara’ (hukum islam).
Rukun Jual Beli:
- Dua pihak membuat akad penjual dan pembeli
- Objek akad (barang dan harga)
- Ijab qabul (perjanjian/persetujuan)
a. Orang yang melaksanakan akad jual beli ( penjual dan pembeli )
Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh penjual dan pembeli adalah :
1. Berakal, jual belinya orang gila atau rusak akalnya dianggap tidak sah.
2. Baligh,
jual belinya anak kecil yang belum baligh dihukumi tidak sah. Akan
tetapi, jika anak itu sudah mumayyiz (mampu membedakan baik atau buruk),
dibolehkan melakukan jual beli terhadap barang-barang yang harganya
murah seperti : permen, kue, kerupuk, dll.
3. Berhak menggunakan hartanya. Orang yang tidak berhak menggunakan harta milik orang yang sangat bodoh (idiot) tidak sah jual belinya. Firman Allah ( Q.S. An-Nisa’(4): 5):
b. Sigat atau Ucapan
Ijab dan Kabul.
Ulama fiqh sepakat, bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan
antara penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka
harus diwujudkan melalui ucapan ijab (dari pihak penjual) dan kabul (dari pihak pembeli).
Adapun syarat-syarat ijab kabul adalah :
1. Orang yang mengucap ijab kabul telah akil baliqh.
2. Kabul harus sesuai dengan ijab.
3. Ijab dan kabul dilakukan dalam suatu majlis.
c. Barang Yang Diperjual Belikan
Barang yang diperjual-belikan harus memenuhi syarat-syarat yang diharuskan, antara lain :
1. Barang yang diperjual-belikan itu halal.
2. Barang itu ada manfaatnya.
3. Barang itu ada ditempat, atau tidak ada tapi ada ditempat lain.
4. Barang itu merupakan milik si penjual atau dibawah kekuasaanya.
5. Barang itu hendaklah diketahui oleh pihak penjual dan pembeli dengan jelas, baik zatnya, bentuknya dan kadarnya, maupun sifat-sifatnya.
d. Nilai tukar barang yang dijual (pada zaman modern sampai sekarang ini berupa uang).
Adapun syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual itu adalah :
1. Harga jual disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya.
2. Nilai
tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli,
walaupun secara hukum, misalnya pembayaran menggunakan kartu kredit.
3. Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-muqayadah (nilai tukar barang yang dijual bukan berupa uang tetapi berupa uang).
2.4 Hal-hal Yang Terlarang Dalam Jual Beli
Jual
beli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain ditinjau
dari segi sah atau tidak sah dan terlarang atau tidak terlarang.
1. Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya.
2. Jual
beli yang terlarang dan tidak sah (bathil) yaitu jual beli yang salah
satu rukun atau syaratnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar
dan sifatnya tidak disyariatkan (disesuaikan dengan ajaran islam).
3. Jual beli yang sah tapi terlarang ( fasid ). Jual beli ini hukumnya sah, tidak membatalkan akad jual beli, tetapi dilarang oleh Islam karena sebab-sebab lain.
4. Terlarang sebab Ahliah (Ahli Akad). Ulama telah sepakat bahwa jual beli dikategorikan sah apabila dilakukan oleh orang yang baliqh, berakal, dapat memilih. Mereka yang dipandang tidak sah jual belinya sebagai berikut :
Ø Jual beli yang dilakukan oleh orang gila.
Ø Jual
beli yang dilakukan oleh anak kecil. Terlarang dikarenakan anak kecil
belum cukup dewasa untuk mengetahui perihal tentang jual beli.
Ø Jual beli yang dilakukan oleh orang buta. Jual beli ini terlarang karena ia tidak dapat membedakan barang yang jelek dan barang yang baik.
Ø Jual beli terpaksa
5. Jual beli fudhul adalah jual beli milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.
6. Jual beli yang terhalang. Terhalang disini artinya karena bangkrut, kebodohan, atau pun sakit.
7. Jual beli malja’ adalah jual beli orang yang sedang dalam bahaya, yakni untuk menghindar dari perbuatan zalim.
8. Terlarang Sebab Shigat. Jual beli yang antara ijab dan kabulnya tidak ada kesesuaian maka dipandang tidak sah. Beberapa jual beli yang termasuk terlarang sebab shiqat sebagai berikut :
Ø Jual
beli Mu’athah. Jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad,
berkenaan dengan barang maupun harganya, tetapi tidak memakai ijab kabul.
Ø Jual beli melalui surat atau melalui utusan dikarenakan kabul yang melebihi tempat, akad tersebut dipandang tidak sah, seperti surat tidak sampai ketangan orang yang dimaksudkan.
Ø Jual
beli dengan syarat atau tulisan. Apabila isyarat dan tulisan tidak
dipahami dan tulisannya jelek (tidak dapat dibaca), maka akad tidak sah.
Ø Jual beli barang yang tidak ada ditempat akad. Terlarang karena tidak memenuhi syarat in’iqad (terjadinya akad). Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan kabul.
Ø Jual beli munjiz adalah yang dikaitkan dengan suatu syarat atau ditangguhkan pada waktu yang akan datang.
9. Terlarang Sebab Ma’qud Alaih (Barang jualan) Ma’qud alaih adalah harta yang dijadikan alat pertukaran oleh orang yang akad, yang biasa disebut mabi ’(barang jualan) dan harga. Tetapi ada beberapa masalah yang disepakati oleh sebagian ulama, tetapi diperselisihkan, antara lain :
Ø Jual beli benda yang tidak ada atau dikhwatirkan tidak ada.
Ø Jual beli yang tidak dapat diserahkan. Contohnya jual beli burung yang ada di udara, dan ikan yang ada didalam air tidak berdasarkan ketetapan syara’.
Ø Jual beli gharar adalah jual beli barang yang menganung unsur menipu (gharar)..
Ø Jual beli barang yang najis dan yang terkena najis. Contohnya : Jual beli bangkai, babi, dll.
Ø Jual beli air
Ø Jual beli barang yang tidak jelas (majhul). Terlarang dikarenakan akan mendatangkan pertentangan di antara manusia.
Ø Jual beli yang tidak ada ditempat akad (gaib) tidak dapat dilihat. Jual beli sesuatu sebelum dipegangi. Jual beli buah-buahan atau tumbuhan apabila belum terdapat buah, disepakati tidak ada akad. Setelah ada buah, tetapi belum matang, akadnya fasid.
10. Terlarang Sebab Syara’. Jenis jual beli yang dipermasalahkan sebab syara’ nya diantaranya adalah :
· jual beli riba
· Jual beli dengan uang dari barang yag diharamkan. Contohnya jual beli khamar, anjing, bangkai.
· Jual
beli barang dari hasil pencegatan barang yakni mencegat pedagang dalam
perjalanannya menuju tempat yang dituju sehingga orang yang mencegat
barang itu mendapatkan keuntungan.
· Jual beli waktu adzan jum’at.Terlarang dikarena bagi laki-laki yang melakukan transaksi jual belidapat mengganggukan aktifitas kewajibannya sebagai muslim dalam mengerjakan shalat jum’at.
· Jual beli anggur untuk dijadikan khamar .
· Jual beli barang yang sedang dibeli oleh orang laing. Jual beli hewan ternak yang masih dikandung oleh induknya.
2.5 Barang Yang Dilarang Diperjual Belikan Dalam Islam
Islam
melarang bentuk jual beli yan mengandung tindak bahaya bagi yang lain
semacam jika BBM naik, sebagian pedagang menimbun barang sehingga
membuat warga sulit mencari minyak dan hanya bisa diperoleh dengan harga
yang relatif mahal. Begitu pula segala bentuk penipuan dan pengelabuan
dalam jual beli menjadikannya terlarang. Saat ini kita akan melihat
bahasan sebagai tindak lanjut dari tulisan sebelumnya mengenai bentuk
jual beli yang terlarang.
Sebagai
agama yang lengkap telah memberikan petunjuk lengkap tentang
perdagangan, termasuk didalamnya barang-barang yang tidak boleh
diperjualbelikan. Sebagai pengusaha muslimsudah sepantasnya kita
mempelajari masalah ini agar terhindar dari perniagaan yang haram dan
tidak di ridhoi allah.
Islam adalah agama yang syamil, yang
mencangkup segala permasalahan manusia, tak terkecuali dengan jual
beli. Jual beli telah disyariatkan dalam Islam dan hukumnya mubah atau
boleh, berdasarkan Al Quran, sunnah, ijma’ dan dalil aqli. Allah SWT
membolehkan jual-beli agar manusia dapat memenuhi kebutuhannya selama
hidup di dunia ini.
Namun
dalam melakukan jual-beli, tentunya ada ketentuan-ketentuan ataupun
syarat-syarat yang harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar. Seperti
jual beli yang dilarang yang akan kita bahas ini, karena telah menyelahi
aturan dan ketentuan dalam jual beli, dan tentunya merugikan salah satu
pihak, maka jual beli tersebut dilarang. Diantara jual beli yang dilarang dalam islam tersebut antara lain:
1. Jual beli yang diharamkan
Tentunya
ini sudah jelas sekali, menjual barang yang diharamkan dalam Islam.
Jika Allah sudah mengharamkan sesuatu, maka Dia juga mengharamkan hasil
penjualannya. Seperti menjual sesuatu yang terlarang dalam agama.
Rasulullah telah melarang menjual bangkai, khamr, babi, patung dan lain
sebagainya yang bertentangan dengan syariah Islam.
Begitu
juga jual beli yang melanggar syar’I yaitu dengan cara menipu. Menipu
barang yang sebenarnya cacat dan tidak layak untuk dijual, tetapi sang
penjual menjualnya dengan memanipulasi seakan-akan barang tersebut
sangat berharga dan berkualitas. Ini adalah haram dan dilarang dalam
agama, bagaimanapun bentuknya.
2. Barang yang tidak ia miliki.
Misalnya,
seorang pembeli datang kepadamu untuk mencari barang tertentu.Tapi
barang yang dia cari tidak ada padamu. Kemudian ksmu/ente dan pembeli
saling sepakat untuk melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar
sekian, sementara itu barang belum menjadi hak milik ente (kamu) atau si
penjual. Kemudian ent pergi membeli barang dimaksud dan menyerahkan
kepada si pembeli.
Jual
beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang menjual sesuatu
yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum menjadi
miliknya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang cara
berjual beli seperti ini. Istilah kerennya reseller.
Dalam
suatu riwayat, ada seorang sahabat bernama Hakim bin Hazam Radhiyallahu
'anhu berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm : “Wahai,
Rasulullah. Seseorang datang kepadaku. Dia ingin membeli sesuatu
dariku, sementara barang yang dicari tidak ada padaku. Kemudian aku
pergi ke pasar dan membelikan barang itu”. Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda :
Ù„َا تَبِعْ Ù…َا Ù„َÙŠْسَ عِÙ†ْدَÙƒَ
“ Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu. [HR Tirmidzi]. “
3. Jual beli Hashat.
Yang
termasuk jual-beli Hashat ini adalah jika seseorang membeli dengan
menggunakan undian atau dengan adu ketangkasan, agar mendapatkan barang
yang dibeli sesuai dengan undian yang didapat. Sebagai contoh: Seseorang
berkata: “ Lemparkanlah bola ini, dan barang yang terkena lemparan bola
ini kamu beli dengan harga sekian”. Jual beli yang sering kita temui
dipasar-pasar ini tidak sah. Karena mengandung ketidakjelasan dan
penipuan.
4. Jual beli Mulamasah.
Mulamasah artinya adalah sentuhan. Maksudnya jika seseorang berkata: “Pakaian
yang sudah kamu sentuh, berarti sudah menjadi milikmu dengan harga
sekian”. Atau “Barang yang kamu buka, berarti telah menjadi milikmu
dengan harga sekian”.
Jual
beli yang demikian juga dilarang dan tidak sah, karena tidak ada
kejelasan tentang sifat yang harus diketahui dari calon pembeli. Dan
didalamnya terdapat unsur pemaksaan.
5. Jual Beli Najasy
Bentuk
praktek najasy adalah sebagai berikut, seseorang yang telah ditugaskan
menawar barang mendatangi penjual lalu menawar barang tersebut dengan
harga yang lebih tinggi dari yang biasa. Hal itu dilakukannya dihadapan
pembeli dengan tujuan memperdaya si pembeli. Sementara ia sendiri tidak
berniat untuk membelinya, namun tujuannya semata-mata ingin memperdaya
si pembeli dengan tawarannya tersebut. Ini termasuk bentuk penipuan.
Dan Rasullulah S.A.W. telah melarang perbuatan najasy ini seperti yang terdapat di dalam hadist :
"Janganlah
kamu melakukan praktek najasy, janganlah seseorang menjual di atas
penjualan saudaranya, janganlah ia meminang di atas pinangan saudaranya
dan janganlah seorang wanita meminta (suaminya) agar menceraikan madunya
supaya apa yang ada dalam bejana (madunya) beralih kepadanya," (HR
Bukhari [2140] dan Muslim [1413]).
Tentunya
masih banyak sekali contoh-contoh atau model jual beli yang dilarang
dalam agama, seperti jual-beli yang menghalangi orang untuk melakukan
sholat, khususnya diwaktu jumat setelah adzan kedua sholat jumat, juga
menjual barang sebelum diterima, kemudian makelar atau calo yang menjual
barang dengan harga yang lebih tinggi dari harga sekarang. Itu semua
merupakan jual-beli yang dilarang dalam Islam.
Semoga
kita semua senantiasa terjaga dalam bermuamalah dengan sesama, selalu
waspada dan berhati-hati dalam bertindak khususnya dalam berdagang. Mari
kita mensuri tauladani Nabi kita Muhammad SAW dalam berdagang, beliau
selalu dipercayai dalam setiap ucapan, dan perbuatannya
Barang yang tidak boleh diperjualbelikan:
1. Khamer (Minuman Keras)
Dari
Aisyah ra, ia berkata: Tatkala sejumlah ayat akhir surat al-Baqarah
turun, Nabi saw keluar (menemui para sahabat) lantas bersabda (kepada
mereka), “Telah diharamkan jual beli arak.” (Muttafaqun’alaih:
Fathul Bari IV: 417 no: 2226, Muslim III: 1206 no: 1580, ‘Aunul Ma’bud
IX: 380 no: 3473, dan Nasa’i VII: 308).
2. Bangkai, Babi dan Patung
Dari
Jabir bin Abdullah ra, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw
bersabda ketika Beliau di Mekkah pada waktu penaklukan kota Mekkah, “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan menjual arak, bangkai, babi dan patung.”
Rasulullah saw ditanya, “Bagaimana pendapatmu tentang lemak bangkai,
karena itu dipergunakan untuk mengecat perahu-perahu, meminyaki
kulit-kulit dan dijadikan penerangan lampu oleh orang-orang?” Beliau
jawab, “Tidak boleh, karena haram.” Kemudian Rasulullah saw pada waktu itu bersabda, “Allah
melaknat kaum Yahudi, karena ketika Allah mengharamkan lemak bangkai,
justeru mereka mencairkannya, lalu menjualnya, kemudian mereka makan
harganya.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari IV: 424 no: 2236, Muslim
III: 1207 no: 1581, Tirmidzi II: 281 no: 1315, ‘Aunul Ma’bud IX: 377
no: 3469, Ibnu Majah II: 737 no: 2167 dan Nasa’i VII: 309).
3. Anjing
Dari
Abu Mas’ud al-Anshari ra, bahwa Rasulullah saw melarang harga anjing,
hasil melacur, dan upah dukun. (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari IV: 426
no: 2237, Muslim III: 1198 no: 1567, ‘Aunul Ma’bud IX: 374 no: 3464,
Tirmidzi II: 372 no: 1293, Ibnu Majah II: 730 no: 2159 dan Nasa’i VII:
309).
4. Gambar yang Bernyawa
Dari
Sa’id bin Abil Hasan, ia berkata : Ketika saya berada di sisi Ibnu
Abbas ra tiba-tiba datanglah kepadanya seorang laki-laki lalu bertanya
kepadanya “Ya Ibnu Abbas, dan sejatinya aku berprofesi sebagai pelukis
gambar-gambar ini.” Maka Ibnu Abbas berkata kepadanya, ‘Saya tidak akan
menyampaikan kepadamu melainkan apa yang saya dengan dari Rasulullah
saw. Aku mendengar Beliau bersabda, “Barang siapa yang melukis satu
gambar, maka sesungguhnya Allah akan mengadzabnya hingga ia meniupkan
ruh padanya, padahal ia tidak mungkin selam-lamanya meniupkan ruh
padanya.” Maka laki-laki itu berubah dengan perubahan yang besar
dan wajahnya menguning. Kemudian Ibnu Abbas berkata kepadanya, “Celaka
engkau! Jika engkau membangkang dan akan tetap meneruskan profesimu ini,
maka hendaklah engkau (menggambar) pepohonan ini; dan segala sesuatu
yang tidak bernyawa.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari IV: 416 no: 2225
dan lafadz ini bagi Imam Bukhari, Muslim III: 1670 no: 2110 dan Nasa’i
VIII: 215 secara ringkas).
5. Buah-Buahan yang Belum Nyata Jadinya
Dari
Anas bin Malik ra, dari Nabi saw, bahwa beliau melarang menjual
buah-buahan hingga nyata jadinya dan kurma hingga sempurna. Beliau
ditanya, “Apa (tanda) sempurnanya?” Jawab Beliau “Berwarna merah atau kuning.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 6928 dan Fathul Bari IV: 397 no: 2167).
Darinya
(Anas bin Malik) ra, bahwa Rasulullah saw melarang menjual buah-buahan
sebelum sempurna. Kemudian Beliau ditanya, “Apa (tanda) sempurnanya?”
Beliau menjawab, “Hingga berwarna merah.” Kemudian Rasulullah saw bersabda, “Bagaimana
pendapatmu apabila Allah menghalangi buah itu untuk menjadi sempurna,
maka dengan alasan apakah seorang di antara kamu akan mengambil harta
saudaranya.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari: IV: 398 no: 2198 dan
lafadz ini milik Imam Bukhari, Muslim III: 1190 no: 155 dan Nasa’i VII:
264).
6. Biji-Bijian yang Belum Mengeras
“Dari
Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah saw melarang menjual buah kurma hingga
nyata jadinya, dan (melarang) menjual gandum hingga berisi serta selamat
dari hama; Beliau melarang penjualnya dan pembelinya.” (Shahih:
Mukhtashar Muslim no: 917, Muslim III: 1165 no: 1535, ‘Aunul Ma’bud IX:
222 no: 3352, Tirmidzi II: 348 no: 1245 dan Nasa’i VII: 270).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hukum
jual beli pada dasarnya diperbolehkan oleh ajaran islam. Kebolehan ini
didasarkan kepada kepada firman Allah yang terjemahannya sebagai berikut
:‘’ janganlah kamu memakan harta diantara kamu dengan jalan batal
melainkan dengan jalan jual beli, suka sama suka...”(Q.S An-Nisa’ : 29)
Dan Hadist Nabi SAW, yang artinya sebagai berikut : “ Bahwa nabi SAW
ditanya tentang, mata pencaharian apakah yang paling baik ? jawabnya :
seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli
yang bersih”.(H.R. Al-Bazzar) Dalam pada itu ulama sepakat mengenai
kebolehan berjual beli ini sebagai salah satu usaha yang telah
dipraktekkan semenjak masa Nabi SAW hingga saat sekarang ini.
Rukun dan Syarat
Untuk
syah nya jual beli yang dilakukan diperlukan beberapa rukun dan syarat
yang harus dipenuhi, yaitu : penjual dan pembeli dengan syarat :
a. Berakal, bagi yang gila, bodoh dan lainnya tidak syah melakukan jual beli.
b. Kehendak sendiri, bukan karena dipaksa.
c. Keadaannya tidak mubazir (pemboros), orang pemberos hartanya dibawah wali.
Barang-barang yang terlarang diperjualbelikan
Keharaman
memperjualbelikan barang-barang tersebut didasarkan kepada hadist nabi
SAW, yang artinya sebagai berikut: “dan sesungguhnya allah, apabila
mengharamkan makan sesuatu kapada suatu kaum, maka mengharamkan pula
harganya.
0 Komentar untuk "hukum jual beli menurut syariat islam"