BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, dan berlangsung sepanjang hayat, yang dilaksanakan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pendidikan dalam proses mencapai tujuannya perlu dikelola dalam suatu sistem terpadu dan serasi, baik antar sektor pendidikan dan sektor pembangunan lainnya; antar daerah dan antar berbagai jenjang dan jenisnya.
Pendidikan yang dilaksanakan baik di sekolah maupun di luar sekolah perlu disesuaikan dengan perkembangan tuntutan pembangunan yang memerlukan berbagai jenis keterampilan dan keahlian disegala bidang serta ditingkatkan mutunya sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi, seperti di sekolah-sekolah kejuruan dan politeknik. Kerjasama antara dunia pendidikan dengan dunia usaha perlu dikembangkan sedemikian rupa sehingga produk dunia pendidikan siap pakai oleh dunia usaha karena memenuhi persyaratan keterampilann dan kecakapan yang sejalan dengan tuntutan pembangunan di berbagai bidang.
Sebagai bangsa Indonesia, kita harus mengartikan pendidikan sebaga perjuangan bangsa, yaitu pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 dalam operasionalisasinya, pendidikan nasional dengan sifat dan kekhususan tujuannya, yang dikelola dalam perjenjangan sesuai dengan tahapan atau tingkat perkembangan peserta didik, keluasan dan kedalaman bahan pengajaran. Oleh karena itu pendidikan berlangsung harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam pasal 4 UUSPN adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Sistem Pendidikan Islam?
2. Bagaimana Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003?
3. Bagaimana Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional?
C. Tujuan Penyusunan Makalah
Makalah ini secara khusus akan menganalisa posisi pendidikan Islam baik secara kelembagaan maupun secara normatif menyangkut nilai-nilai dan prinsip-prinsip pendidikan Islam melalui analisa terhadap pendidikan keagamaan dan pendidikan agama dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003. Analisa terhadapnya akan dilakukan dengan pendekatan content analysis. Yang dengan cara membaca secara seksama naskah Undang-Undang tersebut plus Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 sebagai pedoman pelaksanaan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, untuk melacak pernyataan-pernyataan yang menyiratkan atau menegaskan concern Undang-Undang ini terhadap pendidikan agama maupun pendidikan keagamaan. Hasil pelacakan tersebut kemudian dikritisi dengan teori dan pandangan para pakar tentang pendidikan Islam, dan dikonfirmasikan dengan fakta pelaksanaan pendidikan Islam dalam tataran empirik.
BAB II
PERMASALAHAN
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 lahir melalui perdebatan sengit. Bahkan unjuk rasa sampai ancaman disintegrasi ikut mewarnai proses lahirnya Undang-Undang ini. Singkat kata, Undang-Undang ini menjelang kelahirannya ada dalam situasi yang dilematis. Kritik tajam terhadap Undang-Undang ini (saat itu masih RUU) dapat dicatat antara lain berkaitan dengan tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan terlalu ditekankan pada kesalehan beragama dan mengabaikan tujuan pendidikan nasional yang universal dan komprehensif; bersifat diskriminatif dan mengabaikan keberadaan serta kepentingan agama/kepercayaan lain di luar lima agama yang selama ini diakui resmi oleh negara; visi pendidikan agama yang ditawarkan tidak mendorong semangat pluralisme, serta memberi peluang intervensi berlebihan negara pada pelaksanaan pendidikan dan menghalangi partisipasi serta otonomi masyarakat, khususnya lembaga-lembaga pendidikan; campur-tangan pemerintah terlalu besar pada masalah agama; dan kentalnya nuansa politik yang mebidani lahirnya Undang-Undang tersebut. Demikianlah kritik yang mengemuka dari kelompok yang menolak Undang-Undang teresebut.
Sementara pada sisi lain, Undang-Undang ini dimaksudkan sebagai jawaban legal formal terhadap krisis pendidikan yang telah menggurita dalam tubuh bangsa Indonesia. Dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2003, Megawati Sukarno Putri, Presien RI saat itu misalnya menegaskan, kegagalan dan kekurangberhasilan yang terjadi selama ini merupakan cerminan dari kegagalan dalam membentuk mental dan karakter sebagai bangsa yang sedang membangun. Semua itu bagaikan bermuara pada kesimpulan tentang tipisnya etika kita dalam membina kehidupan berbangsa dan bernegara. Kalau disimak ujung dari semua itu seakan-akan berhenti pada ungkapan tentang gagalnya sistem pendidikan nasional kita. Kesadaran akan adanya kegagalan dalam dunia pendidikan ini ditandai dengan tuntutan reformasi yang beriringan dengan tuntutan reformasi pada bidang kehidupan lainnya. Bahkan di kawasan Asia, Indonesia di nilai sebagai negara yang paling ketinggalan (least well-educated country) dalam pendidikan baik dari budgeting, out put, maupun manjerial. Dalam konteks reformasi pendidikan inilah sesungguhnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2003 ini lahir.
Terdapat banyak isu reformasi pendidikan yang diusung saat itu. Sedikitnya isu-isu sentral reformasi pendidikan ini bermuara pada empat hal, yaitu 1) pendidikan agama sebagai basis pendidikan nasiona, 2) pemerataan kesempatan pendidikan, 3) peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, dan 4) efisiensi menajemen pendidikan. Keempat hal pokok ini tidak lagi bisa dijawab oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Namun menjelang disahkannya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 sebagai pengganti UU Sisdiknas sebelumnya –seperti ramai diberitakan oleh media massa - seluruh persoalan pendidikan yang rumit didiskusikan oleh para pakar pendidikan selama kurang lebih dua tahun itu, semuanya tenggelam ditelan polemik pasal-pasal “yang berpihak“ terhadap pendidikan agama. Bahkan polemik ini sudah jauh melampaui diskusi-diskusi kependidikan, tetapi merambah masuk ke dalam ranah politik dan sentimen agama. Dapat dikatakan, bahwa pasal-pasal yang beraroma agama dan bersentuhan dengan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan menjadi pusaran konflik yang mengundang debat sengit, unjuk rasa, sampai pada ancaman memisahkan diri dari NKRI.
Hal penting yang dapat disimpulkan dari pelacakan jejak kontroversi seputar UU Sisdiknas di atas adalah pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, terutama Islam- telah menjadi konteks tersendiri yang memotivasi, mewarnai dan memperkaya UU Sisdiknas, sekaligus menjadikan Undang-Undang ini dianggap kontroversial. Dari konteks ini lah penulis melihat kajian terhadap posisi pendidikan agama dan pendidikan keagamaan dalam UU Sisdiknas Nomor 2 tahun 2008 memiliki urgensi dan signifikansi yang besar.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Sejarah UU Sisdiknas Dan Pendidikan Agama
Undang-Undang Nomor 54 tahun 1950 sebagai Undang-Undang pertama yang mengatur pendidikan nasional tidak memberikan tempat bagi pendidikan keagamaan. Pun terhadap pendidikan agama yang saat itu diistilahkan dengan pengajaran agama Undang-Undang ini cenderung bersikap liberal dengan menyerahkan keikutsertaan siswa dalam pengajaran kepada keinginan dan persetujuan orang tua. Namun demikian, Undang-Undang ini mengamanatkan tersusunnya undang-undang tersendiri yang mengatur pendidikan agama ini. Secara sederhana sikap pemerintah saat itu dapat disimpulkan sebagai tidak memihak dan tidak menunjukkan concern yang tinggi terhadap pendidikan agama.
Sejak saat itu, isu pendidikan agama ramai dibicarakan dan diperdebatkan. Akumulasi perdebatan ini memberikan pengaruh terhadap Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 sebagai Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional “jilid dua” yang disahkan pada tanggal 27 Maret 1989. Dalam Undang-Undang yang muncul 39 tahun kemudian dari Undang-Undang pertama ini, pendidikan keagamaan dan pendidikan agama mulai mendapat tempat yang cukup signifikan di bandingkan dengan sebelumnya. Pendidikan keagamaan diakui sebagai salah satu jalur pendidikan sekolah. Pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib dalam setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan.
B. Jejak Religiusitas UU Sisdiknas 2003
Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 adalah implementasi dari amanat Undang-Undang Dasar 1945 pada Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 13 yang mengamanatkan bahwa : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
C. Kedudukan Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, tersebut dalam Bab Vi Jalur, Jenjang dan Jenis Pendidikan pada Bagian ke Sembilan Pendidikan Keagamaan Pasal 30 isinya adalah :
1. Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Pendidkan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamnya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
3. Pendidkan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, informal dan nonformal.
4. Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera dan bentuk lain yang sejenis.
5. Ketentuan mengenai pendidikan keagmaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1,2,3 dan 4 diatur lebih lanjut dengan Peraturan pemerintah.
D. Analisa Penulis Makalah
Dari hasil pandangan Penulis dapat dikatakan bahwa : implikasi Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 terhadap sistem pendidikan Islam, secara konseptual memberikan landasan kuat dalam mengembangkan dan memberdayakan sistem pendidikan Islam dengan prinsip demokrasi, desentralisasi, pemerataan/keadilan, mutu dan relevansi, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sehingga terwujud akuntabilitas pendidikan yang mandiri menuju keunggulan. Implikasi tersebut mengindikasikan upaya pembaharuan sistem pendidikan Islam baik kandungan, proses maupun manajemen. Karena itu, konsep yang ditawarkan dan sekaligus sebagai konsekuensi berlakunya Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, adalah mereformulasikan konsep pendidikan Islam yang berwawasan semesta, dengan langkah-langkah membangun kerangka filosofis-teoritis pendidikan, dan membangun sistem pendidikan Islam yang diproyeksikan melalui Laboratorium fungsi ganda, yakni peningkatan mutu akademik dan pengembangan usaha bisnis. Upaya ini dilakukan dalam kerangka mewujudkan akuntabilitas lembaga pendidikan Islam yang mandiri menuju keunggulan, sehingga diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata dalam membangun bangsa dan negara Indonesia
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
UU Sisdiknas 2003 adalah implementasi dari berbagai dorongan untuk mencapai tujuan Pendidkan Nasional yang menginginkan out put manusia Indonesia yang berakhlak mulia. NAmun, UU Sisdiknas in dinilai belum menyentuh aspek religi dari pendidikan Islam, juga belum mengatur tentang tata penyelenggaraan. Namun, UU Sisdiknas ini telah memberikan ruang dan penempatan atau kedudukan yang kjelas pada Sistem Pendidikan NAsional yaitu berpampingan antara Sistem Pendidikan NAsional dengan Pendidikan Agama yang juga diatur oleh Pemerintah. Namun, diperlukan formulasi khusus untuk pengembangan pendidikan Islam yaitu pengembangan Sistem Independent Pendidikan Islam yang disahkan melalui Peraturan Pemerintah.
B. Saran
1. Pendidikan Islam harus diformulasikan melalui pembuatan sebuah system Independent Pendidikan Islam yang disahkan melalui Peraturan Pemerintah.
2. Pendidikan Islam yang diselengarakan haruslah pendidikan Islami murni dengan mangacu pada sumber hakiki pendidkan Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muzayyin. 2003. Kapita selekta pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
______________. 2000. Kapita Selekta Pendidikan: Umum dan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
http://lpmpalmuhajirin.blogspot.com/2009/02/pendidikan-islam-dalam-sisdiknas-part.html
Hasbullan. 1999. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Nata, Abuddin. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Gramedia Widiasarana.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, dan berlangsung sepanjang hayat, yang dilaksanakan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pendidikan dalam proses mencapai tujuannya perlu dikelola dalam suatu sistem terpadu dan serasi, baik antar sektor pendidikan dan sektor pembangunan lainnya; antar daerah dan antar berbagai jenjang dan jenisnya.
Pendidikan yang dilaksanakan baik di sekolah maupun di luar sekolah perlu disesuaikan dengan perkembangan tuntutan pembangunan yang memerlukan berbagai jenis keterampilan dan keahlian disegala bidang serta ditingkatkan mutunya sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi, seperti di sekolah-sekolah kejuruan dan politeknik. Kerjasama antara dunia pendidikan dengan dunia usaha perlu dikembangkan sedemikian rupa sehingga produk dunia pendidikan siap pakai oleh dunia usaha karena memenuhi persyaratan keterampilann dan kecakapan yang sejalan dengan tuntutan pembangunan di berbagai bidang.
Sebagai bangsa Indonesia, kita harus mengartikan pendidikan sebaga perjuangan bangsa, yaitu pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 dalam operasionalisasinya, pendidikan nasional dengan sifat dan kekhususan tujuannya, yang dikelola dalam perjenjangan sesuai dengan tahapan atau tingkat perkembangan peserta didik, keluasan dan kedalaman bahan pengajaran. Oleh karena itu pendidikan berlangsung harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam pasal 4 UUSPN adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Sistem Pendidikan Islam?
2. Bagaimana Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003?
3. Bagaimana Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional?
C. Tujuan Penyusunan Makalah
Makalah ini secara khusus akan menganalisa posisi pendidikan Islam baik secara kelembagaan maupun secara normatif menyangkut nilai-nilai dan prinsip-prinsip pendidikan Islam melalui analisa terhadap pendidikan keagamaan dan pendidikan agama dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003. Analisa terhadapnya akan dilakukan dengan pendekatan content analysis. Yang dengan cara membaca secara seksama naskah Undang-Undang tersebut plus Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 sebagai pedoman pelaksanaan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, untuk melacak pernyataan-pernyataan yang menyiratkan atau menegaskan concern Undang-Undang ini terhadap pendidikan agama maupun pendidikan keagamaan. Hasil pelacakan tersebut kemudian dikritisi dengan teori dan pandangan para pakar tentang pendidikan Islam, dan dikonfirmasikan dengan fakta pelaksanaan pendidikan Islam dalam tataran empirik.
BAB II
PERMASALAHAN
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 lahir melalui perdebatan sengit. Bahkan unjuk rasa sampai ancaman disintegrasi ikut mewarnai proses lahirnya Undang-Undang ini. Singkat kata, Undang-Undang ini menjelang kelahirannya ada dalam situasi yang dilematis. Kritik tajam terhadap Undang-Undang ini (saat itu masih RUU) dapat dicatat antara lain berkaitan dengan tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan terlalu ditekankan pada kesalehan beragama dan mengabaikan tujuan pendidikan nasional yang universal dan komprehensif; bersifat diskriminatif dan mengabaikan keberadaan serta kepentingan agama/kepercayaan lain di luar lima agama yang selama ini diakui resmi oleh negara; visi pendidikan agama yang ditawarkan tidak mendorong semangat pluralisme, serta memberi peluang intervensi berlebihan negara pada pelaksanaan pendidikan dan menghalangi partisipasi serta otonomi masyarakat, khususnya lembaga-lembaga pendidikan; campur-tangan pemerintah terlalu besar pada masalah agama; dan kentalnya nuansa politik yang mebidani lahirnya Undang-Undang tersebut. Demikianlah kritik yang mengemuka dari kelompok yang menolak Undang-Undang teresebut.
Sementara pada sisi lain, Undang-Undang ini dimaksudkan sebagai jawaban legal formal terhadap krisis pendidikan yang telah menggurita dalam tubuh bangsa Indonesia. Dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2003, Megawati Sukarno Putri, Presien RI saat itu misalnya menegaskan, kegagalan dan kekurangberhasilan yang terjadi selama ini merupakan cerminan dari kegagalan dalam membentuk mental dan karakter sebagai bangsa yang sedang membangun. Semua itu bagaikan bermuara pada kesimpulan tentang tipisnya etika kita dalam membina kehidupan berbangsa dan bernegara. Kalau disimak ujung dari semua itu seakan-akan berhenti pada ungkapan tentang gagalnya sistem pendidikan nasional kita. Kesadaran akan adanya kegagalan dalam dunia pendidikan ini ditandai dengan tuntutan reformasi yang beriringan dengan tuntutan reformasi pada bidang kehidupan lainnya. Bahkan di kawasan Asia, Indonesia di nilai sebagai negara yang paling ketinggalan (least well-educated country) dalam pendidikan baik dari budgeting, out put, maupun manjerial. Dalam konteks reformasi pendidikan inilah sesungguhnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2003 ini lahir.
Terdapat banyak isu reformasi pendidikan yang diusung saat itu. Sedikitnya isu-isu sentral reformasi pendidikan ini bermuara pada empat hal, yaitu 1) pendidikan agama sebagai basis pendidikan nasiona, 2) pemerataan kesempatan pendidikan, 3) peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, dan 4) efisiensi menajemen pendidikan. Keempat hal pokok ini tidak lagi bisa dijawab oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Namun menjelang disahkannya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 sebagai pengganti UU Sisdiknas sebelumnya –seperti ramai diberitakan oleh media massa - seluruh persoalan pendidikan yang rumit didiskusikan oleh para pakar pendidikan selama kurang lebih dua tahun itu, semuanya tenggelam ditelan polemik pasal-pasal “yang berpihak“ terhadap pendidikan agama. Bahkan polemik ini sudah jauh melampaui diskusi-diskusi kependidikan, tetapi merambah masuk ke dalam ranah politik dan sentimen agama. Dapat dikatakan, bahwa pasal-pasal yang beraroma agama dan bersentuhan dengan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan menjadi pusaran konflik yang mengundang debat sengit, unjuk rasa, sampai pada ancaman memisahkan diri dari NKRI.
Hal penting yang dapat disimpulkan dari pelacakan jejak kontroversi seputar UU Sisdiknas di atas adalah pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, terutama Islam- telah menjadi konteks tersendiri yang memotivasi, mewarnai dan memperkaya UU Sisdiknas, sekaligus menjadikan Undang-Undang ini dianggap kontroversial. Dari konteks ini lah penulis melihat kajian terhadap posisi pendidikan agama dan pendidikan keagamaan dalam UU Sisdiknas Nomor 2 tahun 2008 memiliki urgensi dan signifikansi yang besar.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Sejarah UU Sisdiknas Dan Pendidikan Agama
Undang-Undang Nomor 54 tahun 1950 sebagai Undang-Undang pertama yang mengatur pendidikan nasional tidak memberikan tempat bagi pendidikan keagamaan. Pun terhadap pendidikan agama yang saat itu diistilahkan dengan pengajaran agama Undang-Undang ini cenderung bersikap liberal dengan menyerahkan keikutsertaan siswa dalam pengajaran kepada keinginan dan persetujuan orang tua. Namun demikian, Undang-Undang ini mengamanatkan tersusunnya undang-undang tersendiri yang mengatur pendidikan agama ini. Secara sederhana sikap pemerintah saat itu dapat disimpulkan sebagai tidak memihak dan tidak menunjukkan concern yang tinggi terhadap pendidikan agama.
Sejak saat itu, isu pendidikan agama ramai dibicarakan dan diperdebatkan. Akumulasi perdebatan ini memberikan pengaruh terhadap Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 sebagai Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional “jilid dua” yang disahkan pada tanggal 27 Maret 1989. Dalam Undang-Undang yang muncul 39 tahun kemudian dari Undang-Undang pertama ini, pendidikan keagamaan dan pendidikan agama mulai mendapat tempat yang cukup signifikan di bandingkan dengan sebelumnya. Pendidikan keagamaan diakui sebagai salah satu jalur pendidikan sekolah. Pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib dalam setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan.
B. Jejak Religiusitas UU Sisdiknas 2003
Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 adalah implementasi dari amanat Undang-Undang Dasar 1945 pada Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 13 yang mengamanatkan bahwa : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
C. Kedudukan Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, tersebut dalam Bab Vi Jalur, Jenjang dan Jenis Pendidikan pada Bagian ke Sembilan Pendidikan Keagamaan Pasal 30 isinya adalah :
1. Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Pendidkan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamnya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
3. Pendidkan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, informal dan nonformal.
4. Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera dan bentuk lain yang sejenis.
5. Ketentuan mengenai pendidikan keagmaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1,2,3 dan 4 diatur lebih lanjut dengan Peraturan pemerintah.
D. Analisa Penulis Makalah
Dari hasil pandangan Penulis dapat dikatakan bahwa : implikasi Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 terhadap sistem pendidikan Islam, secara konseptual memberikan landasan kuat dalam mengembangkan dan memberdayakan sistem pendidikan Islam dengan prinsip demokrasi, desentralisasi, pemerataan/keadilan, mutu dan relevansi, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sehingga terwujud akuntabilitas pendidikan yang mandiri menuju keunggulan. Implikasi tersebut mengindikasikan upaya pembaharuan sistem pendidikan Islam baik kandungan, proses maupun manajemen. Karena itu, konsep yang ditawarkan dan sekaligus sebagai konsekuensi berlakunya Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, adalah mereformulasikan konsep pendidikan Islam yang berwawasan semesta, dengan langkah-langkah membangun kerangka filosofis-teoritis pendidikan, dan membangun sistem pendidikan Islam yang diproyeksikan melalui Laboratorium fungsi ganda, yakni peningkatan mutu akademik dan pengembangan usaha bisnis. Upaya ini dilakukan dalam kerangka mewujudkan akuntabilitas lembaga pendidikan Islam yang mandiri menuju keunggulan, sehingga diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata dalam membangun bangsa dan negara Indonesia
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
UU Sisdiknas 2003 adalah implementasi dari berbagai dorongan untuk mencapai tujuan Pendidkan Nasional yang menginginkan out put manusia Indonesia yang berakhlak mulia. NAmun, UU Sisdiknas in dinilai belum menyentuh aspek religi dari pendidikan Islam, juga belum mengatur tentang tata penyelenggaraan. Namun, UU Sisdiknas ini telah memberikan ruang dan penempatan atau kedudukan yang kjelas pada Sistem Pendidikan NAsional yaitu berpampingan antara Sistem Pendidikan NAsional dengan Pendidikan Agama yang juga diatur oleh Pemerintah. Namun, diperlukan formulasi khusus untuk pengembangan pendidikan Islam yaitu pengembangan Sistem Independent Pendidikan Islam yang disahkan melalui Peraturan Pemerintah.
B. Saran
1. Pendidikan Islam harus diformulasikan melalui pembuatan sebuah system Independent Pendidikan Islam yang disahkan melalui Peraturan Pemerintah.
2. Pendidikan Islam yang diselengarakan haruslah pendidikan Islami murni dengan mangacu pada sumber hakiki pendidkan Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muzayyin. 2003. Kapita selekta pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
______________. 2000. Kapita Selekta Pendidikan: Umum dan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
http://lpmpalmuhajirin.blogspot.com/2009/02/pendidikan-islam-dalam-sisdiknas-part.html
Hasbullan. 1999. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Nata, Abuddin. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Gramedia Widiasarana.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
0 Komentar untuk "makalah pendidikan islam"