Makalah Kurikulum Pendidikan
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan salah satu bagian
penting terjadinya suatu proses pendidikan. Karena suatu pendidikan
tanpa adanya kurikulum akan kelihatan amburadul dan tidak teratur. Hal
ini akan menimbulkan perubahan dalam perkembangan kurikulum, khususnya
di Indonesia.
Kurikulum merupakan salah satu alat untuk
mencapai tujuan pendidikan, dan sekaligus digunakan sebagai pedoman
dalam pelaksanaan proses belajar mengajar pada berbagai jenis dan
tingkat sekolah. Kurikulum menjadi dasar dan cermin falsafah pandangan
hidup suatu bangsa, akan diarahkan kemana dan bagaimana bentuk kehidupan
bangsa ini di masa depan, semua itu ditentukan dan digambarkan dalam
suatu kurikulum pendidikan. Kurikulum haruslah dinamis dan terus
berkembang untuk menyesuaikan berbagai perkembangan yang terjadi pada
masyarakat dunia dan haruslah menetapkan hasilnya sesuai dengan yang
diharapkan.
Sejak isu reformasi pendidikan
digulirkan, maka banyak bermunculan gagasan-gagasan pembaharuan
pendidikan. Reformasi sebagai sebuah gerakan yang memiliki perspektif
sejarah politik monumental, karena era reformasi menjadi era
pemerintahan substitusi pemerintahan orde baru. Tentunya gagasan
reformasi pendidikan ini memiliki momentum yang amat mendasar dan
berbeda dengan gagasan yang sama pada era sebelumnya. Arah reformasi
dalam mewujudkan pengembangan pendidikan terkait dengan kebijakan
kurikulum adalah ikut diperbaharuinya kurikulum yang ada sebelumnya dari
kurikulum 1994 diperbaharui menjadi kurikulum 2004 atau KBK (Kurikulum
Berbasis Kompetensi). Selang dua tahun kemudian KBK pun telah mengalami
pembaharuan kembali menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
atau kurikulum 2006.
- B. Rumusan Masalah
- Apakah pengertian kurikulum ?
- Sebutkan prinsip-prinsip kurikulum ?
- Apa fungsi kurikulum ?
- Sebutkan komponen-komponen dalam kurikulum ?
- Sebutkan macam-macam kurikulum ?
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian Kurikulum
Secara etimologi, kurikulum (curriculum)
berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya “pelari” dan
curere yang berarti “tempat berpacu”. Itu berarti istilah kurikulum
berasal dari dunia olah raga pada zaman Yunani Kuno di Yunani, yang
mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari
garis start sampai finish, kemudian di gunakan oleh dunia pendidikan.
Secara terminologi, istilah kurikulum
digunakan dalam dunia pendidikan, yaitu sejumlah pengetahuan atau
kemampuan yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa guna mencapai
tingkatan tertentu secara formal dan dapat dipertanggung jawabkan. Para
ahli mengartikan kurikulum itu yaitu:
- Menurut Nasution, “Kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.”
- Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out- comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran.
- Menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.
- John Dewey 1902;5 kurikulum dapat diartikan sebagai pengajian di sekolah dengan mengambil kira kandungan dari masa lampau hingga masa kini. Pembentukan kurikulum menekankan kepetingn dan keperluan masyarakat.
- Frank Bobbit 1918, Kurikulum dapat diartikan keseluruhan pengalaman, yang tak terarah dan terarah, terumpu kepada perkembangan kebolehan individu atau satu siri latihan pengalaman langsung secara sedar digunakan oleh sekolah untuk melengkap dan menyempurnakan pendedahannya. Konsep beliau menekankan kepada pemupukan perkembangan individu melalui segala pengalaman termasuk pengalaman yang dirancangkan oleh sekolah.
- Menurut Hasan Kurikulum bersifat fleksibilitas mengandung dua posisi. Pada posisi pertama berhubungan dengan fleksibilitas sebagai suatu pemikiran kependidikan bagi diklat. Dengan demikian, pada posisi teoritik yang harus dikembangkan dalam kurikulum sebagai rencana. Pengertian kedua yaitu sebagai kaidah pengembang kurikulum. Terdapatnya posisi pengembang ini karena adanya perubahan pada pemikiran kependidikan atau pelatihan.
- Hilda Taba ;1962 Kurikulum sebagai a plan for learning, yakni sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh siswa. Sementara itu, pandangan lain mengatakan bahwa kurikulum sebagai dokumen tertulis yang memuat rencana untuk peserta didik selama di sekolah
- Menurut Saylor J. Gallen & William N. Alexander dalam bukunya “Curriculum Planning” menyatakan Kurikulum adalah “Keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi belajar baik berlangsung dikelas, dihalaman maupun diluar sekolah”.
- Menurut B. Ragan, beliau mengemukakan bahwa “Kurikulum adalah semua pengalaman anak dibawah tanggung jawab sekolah”.
- Menurut Soedijarto, “Kurikulum adalah segala pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan dan diorganisir untuk diatasi oleh siswa atau mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bagi suatu lembaga pendidikan”.
Jadi, kurikulum itu merupakan suatu usaha
terencana dan terorganisir untuk menciptakan suatu pengalaman belajar
pada siswa dibawah tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan untuk
mencapai suatu tujuan. Pengertian kurikulum secara luas tidak hanya
berupa mata pelajaran atau kegiatan-kegiatan belajar siswa saja tetapi
segala hal yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi anak sesuai
dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.
- Prinsip-prinsip Kurikulum
Oemar Hamalik (2001) membagi prinsip pengembangan kurikulum menjadi delapan macam, antara lain:
- Prinsip Berorientasi Pada Tujuan
Pengembngan kurikulum diarahkan untuk
mencapai tujuan tertentu, yang bertitik tolak dari tujuan pendidikan
Nasional. Tujuan kurikulum merupakan penjabaran dan upaya untuk mencapai
tujuan satuan dan jenjang pendidikan tertentu. Tujuan kurikulum
mengadung aspek-aspek pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai. Yang
selanjutnya menumbuhkan perubahan tingkah laku peserta didik yang
mencakup tiga aspek tersebut dan bertalian dengan aspek-aspek yang
terkandung dalam tujuan pendidikan nasional.
- Prinsip Relevansi (Kesesuaian)
pengembanga kurikulum yang meliputi
tujuan, isi dan system penyampaian harus relevan (sesuai) dengan
kebutuhan dan keadaan masyarakat, tingkat perkembangan dan kebutuhan
siswa, serta serasi dengan perkembnagan ilmu pengetahuan dan tegnologi.
- Prinsip Efisiensi dan Efektifitas.
Pengembangan kurikulum harus
mempertimbangkan segi efisien dan pendayagunaan dana, waktu, tenaga, dan
sumber-sumber yang tersedia agar dapat mencapai hasil yang optimal.
Dana yang terbat harus digunakan sedemikina rupa dalam rangka mendukung
pelaksanaan pembelajaran. Waktu yang tersedia bagi siswa belajar
disekolah juga terbatas sehingga harus dimanfaatkan secara tepat sesuai
dengan tata ajaran dan bahan pembelajaran yang diperlukan. Tenaga
disekolah juga sangat terbatas, baik dalam jumlah maupun dalam mutunya,
hendaknya didaya gunakan secara efisien untuk melaksanakan proses
pembelajaran. Demikian juga keterbatasan fasilitas ruangan, peralatan,
dan sumber kerterbacaan, harus digunakan secara tepat oleh sswa dalam
rangka pembelajaran, yang semuanya demi meningkatkan efektifitas atau
keberhasilan siswa.
- Prinsip Fleksibilitas
Kurikulum yang luwes mudah disesuaikan,
diubah, dilengkapi atau dikurangi berdasarkan tuntutan dan keadaan
ekosistem dan kemampuan setempat, jadi tidak statis atau kaku. Misalnya
dalam suatu kurikulum disediakan program pendidikan ketrampilan industri
dan pertanian. Pelaksanaaan di kota, karena tidak tersedianya lahan
pertanian., maka yang dialaksanakan program ketrampilan pendidikn
industri. Sebaliknya, pelaksanaan di desa ditekankan pada program
ketrampilan pertanian. Dalam hal ini lingkungan sekitar, keadaaan
masyarakat, dan ketersediaan tenaga dan peralatan menjadi faktor
pertimbangan dalam rangka pelaksanaan kurikulum.
- Prinsip Kontiunitas
Kurikulum disusun secara
berkesinambungan, artinya bagian-bagian, aspek-spek, materi, dan bahan
kajian disusun secara berurutan, tidak terlepas-lepas, melainkan satu
sama lain memilik hubungan fungsional yang bermakna, sesuai dengan
jenjang pendidikan, struktur dalam satuan pendidikn, tingkat
perkembangan siswa. Dengan prinsip ini, tampak jelas alur dan
keterkaitan didalam kurikulum tersebut sehingga mempermudah guru dan
siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.
- Prinsip Keseimbangan
Penyusunan kurikulum memerhatikan
keseimbangan secara proposional dan fungsional antara berbagai program
dan sub-program, antara semau mata ajaran, dan antara aspek-aspek
perilaku yang ingin dikembangkan. Keseimbangan juga perlu diadakan
antara teori dan praktik, antara unsur-unsur keilmuan sains, sosial,
humaniora, dan keilmuan perilaku. Dengan keseimbangan tersebut
diaharapkan terjalin perpaduan yang lengkap dan menyeluruh, yang satu
sama lainnya saling memberikan sumbangan terhadap pengembangan pribadi.
- Prinsip Keterpaduan
Kurikulum dirancang dan dilaksanakan
berdasarkan prinsip keterpaduan, perencanaan terpadu bertitik tolak dari
masalah atau topik dan konsistensi antara unsur-unsusrnya. Pelaksanaan
terpadu dengan melibatkan semua pihak, baik di lingkungan sekolah maupun
pada tingkat inter sektoral. Dengan keterpaduan ini diharapkan
terbentuk pribadi yang bulat dan utuh. Diamping itu juga dilaksanakan
keterpaduan dalam proses pembalajaran, baik dalam interaksi antar siswa
dan guru maupun antara teori dan praktek.
- Prinsip Mutu
Pengembangan kurikulum berorientasi pada
pendidikan mutu, yang berarti bahwa pelaksanaan pembelajaran yang
bermutu ditentukan oleh derajat mutu guru, kegiatan belajar mengajar,
peralatan,/media yang bermutu. Hasil pendidikan yang bermutu diukur
berdasarkan kriteria tujuan pendidikan nasional yang diaharapkan.
- Fungsi Kurikulum
Fungsi kurikulum menurut Hendyat Soetopo Wasty Soemanto
- kurikulum berfungsi sebagai media untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
- kurikulum juga berpungsi bagi perkembangan siswa karena kurikulum berperan organisasi belajar ( learning oprganisatior) yang tersusun dengan cermat.
- sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir pengalaman belajar siswa.
- sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap tingkat perkembangan siswa dalam rangka menyerap sejumlah ilmu pengetahuan sebagai pengalaman bagi mereka.
Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa sebagai subjek didik, terdapat enam fungsi kurikulum, yaitu :
1) Fungsi Penyesuaian
Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted
yang mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan
fisik maupun lingkungan social. Lingkungan itu sendiri senantiasa
mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, siswa pun
harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang
terjadi di lingkungannya.
2) Fungsi Integrasi
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa
kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan
pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan
bagian integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus memiliki
kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan
masyarakatnya.
3) Fungsi Diferensiasi
Fungsi diferensiasi mengandung makna
bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan
terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan,
baik dari aspek fisik maupun psikis yang harus dihargai dan dilayani
dengan baik.
4) Fungsi Persiapan
Fungsi persiapan mengandung makna bahwa
kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk
melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu,
kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup
dalam masyarakat seandainya sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan
pendidikannya.
5) Fungsi Pemilihan
Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa
kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membarikan kesempatan
kepada siswa untuk memilih program-program belajar yang sesuai dengan
kemapuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat hubungannya
dengan fungsi diferensiasi, karena pengakuan atas adanya perbedaan
individual siswa berarti pula diberinya kesempatan bagi siswa tersebut
untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk
mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun secara lebih
luas dan bersifat fleksibel.
6) Fungsi Diagnostik
Fungsi diagnostic mengandung makna bahwa
kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan
siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan
yang dimilikinya. Apabila siswa sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan
dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa
dapat mengambangkan sendiri kekuatan yang dimilikinya aau memperbaiki
kelemahan-kelemahannya.
- Komponen-komponen Dalam Kurikulum
Nana Syaodih. Sukmadinata mengemukakan
empat komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan,
isi atau materi, proses atau sistem penyampaian serta evaluasi.
- 1. Tujuan
Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum
adalah kekuatan-kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil
kurikuler yang diinginkan tidak hanya mempengaruhi bentuk kurikulum,
tetapi memberi arahan dan fokus untuk seluruh program pendidikan.
- 2. Materi atau Pengalaman Belajar
Fungsi khusus dari kurikulum pendidikan
formal adalah memilih dan menyusun isi (materi/pengalaman belajar) agar
keinginan tujuan kurikulum dapat dicapai dengan cara paling efektif dan
supaya pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalurnya dapat
disajikan secara efektif
- 3. Organisasi
Menurut (Taba, 1962 : 290), jika
kurikulum merupakan suatu rencana untuk belajar maka isi dan pengalaman
belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna
bagi tujuan-tujuan pendidikan. Menurut pendapar Taba ini, materi dan
pengalaman belajar dalam kurkulum diorganisasikan untuk mengefektifkan
pencapaian tujuan.
- 4. Evaluasi
Evaluasi adalah komponen keempat dari
kurikulum. Evaluasi ditujukan untuk melakukan evaluasi terhadap belajar
siswa (hasil dan proses) maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran.
Menurut (Zais, 1976 : 378) mengemukakan evaluasi secara luas merupakan
suatu usaha sangat besar yang kompleks yang mecoba menantang
mengkodifikasi proses salah satu dari istilah sekuensi atau
komponen-komponen. Kegiatan evaluasi akan memberikan informasi dan data
tentang perkembangan belajar siswa maupun keefektifan kurikulum dan
pembelajaran, sehingga dapat dibuat keputusan-keputusan pembelajaran dan
pendidikan secara tepat.
- Macam-macam Kurikulum
- Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan
namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih populer
menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah curriculum
dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang
tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum
Belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk
kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana
Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana
Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950. Susunan Rencana
Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu
daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar
pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan
watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan
pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari,
perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Mata pelajaran
untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura
diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia,
Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah,
Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian,
Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan
Pendidikan Agama. Pada awalnya pelajaran agama diberikan mulai kelas IV,
namun sejak 1951 agama juga diajarkan sejak kelas 1. Garis-garis besar
pengajaran pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dan cara
murid mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara
bercakap-cakap, membaca, dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana
proses kejadian sehari-hari, bagaimana mempergunakan berbagai perkakas
sederhana (pompa, timbangan, manfaat bes berani), dan menyelidiki
berbagai peristiwa sehari-hari, misalnya mengapa lokomotif diisi air dan
kayu, mengapa nelayan melaut pada malam hari, dan bagaimana menyambung
kabel listrik. Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci
lagi setiap pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran
Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru
mengajar satu mata pelajaran”. Pada masa itu juga dibentuk Kelas
Masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak
melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti
pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu
sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
- Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata
pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata
pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,”
kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode
1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan
dan Tanjung Pinang, Riau. Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul
Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan
daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata
pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan
jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan
kegiatan fungsional praktis.
- Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat
politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai
produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati.
Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran:
kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Jumlah pelajarannya 9. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum
bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan
materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan
faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat
diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
- Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan,
agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah
pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by
objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur
Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran
dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman
ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap
satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum,
tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran,
kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik.
Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran.
- Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill
approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap
penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang
disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari
mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan.
Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active
Leaming (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah
Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode
1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta sekarang Universitas Negeri
Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan
bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak
deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak
sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana
gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada
tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model
berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
- Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya
memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin
mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara
pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan. Sayang, perpaduan tujuan
dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar
siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi
muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya
bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai
kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu
tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma
menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998,
diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada
menambal sejumlah materi.
- Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah
yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan
dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah
maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi
yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau
soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi
siswa. Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di
Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK.
Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya
kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
- KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan.
Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih
tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target
kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak
perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah
guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai
dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal
ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL),
standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran
untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Kurikulum adalah sejumlah rencana isi
yang merupakan sejumlah tahapan belajar yang di desain untuk siswa
dengan petunjuk institusi pendidikan yang berupa proses yang statis
ataupun dinamis dan kompetensi yang harus dimiliki. Kurikulum adalah
seluruh pengalaman di bawah bimbingan dan arahan dari institusi
pendidikan yang membawa ke dalam kondisi belajar.
Kurikulum mempunyai komponen-komponen
yang mempunyai tujuan utama atau tujuan dari kurikulum tersebut. Karena
komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan menunjang untuk mencapai
tujuan dari kurikulum maka di sebutlah kurikulum sebagai suatu sistem.
Pengembangan kurikulum haruslah
memperhatikan prinsip-prinsip kurikulumnya yang terdiri dari tujuh
prinsip pengembangan kurikulum antara lain : relevansi, efektivitas,
efisiensi, fleksibilitas, kontinuitas, objektifitas dan demokrasi.
- Saran
Kebutuhan pendidikan kini semakin
kompleks, begitu pula dengan kebutuhan kurikulum yang ada juga semakin
berkembang, maka disarankan agar tiap sekolah atau lembaga pendidikan
menerapkan suatu sistem kurikulum yang sesuai dengan keadaan lingkungan
sekolahnya, karena sesuai dengan ketetapan pemerintah kurikulum yang
digunakan saat ini adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP),
maka sudah selayaknya pihakpengembang kurikulum mengembagkan kurikulum
sesuai dengan potensi daerahnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun
proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi,
karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, dkk, Pengembangan Kurikulum, Pustaka Setia, Bandung 1998
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
Joko susilo, Muhammad, Kurikulun Tingkat Satuan Pendidikan, Pustaka Pelajar, yogyakrta, 2007
Mulyasa. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nasution. 2005. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Rusma. 2011. Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Sukmadinata, Syaodih, Nana. 2004. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
0 Komentar untuk "makalah kurikulum pendidikan"