BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Pengertian, tujuan dan
landasan pengembangan kurikulum PAI, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi
pengembangan kurikulum PAI berisi tentang dasar kurikulum PAI, Prinsip
kurikulum PAI, fungsi Kurikulum PAI, pendekatan dalam pengembangan kurikulum
PAI, proses evaluasi kurikulum PAI, prinsip Evaluasi kurikulum PAI, bentuk
pelaksanaan evakuasi kurikulum PAI.
a.
Pengertian Kurikulum
Menurut Tiler mendefinisikan kurikulum adalah “All
of learning of students which is planned by and directed by the school to
attain its education goal” dapat disimpulkan dan dilaksanakan oleh sekolah
untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan.[2]
Dengan melihat beberapa pengertian kurikulum
yang dilontarkan oleh beberapa pakar, maka menurut penulis bahwa kurikulum
mempunyai pengertian yang cukup kompleks, dan sudah banyak didefinisikan oleh
pakar kurikulum esensinya, kurikulum menyelenggarakan proses penyelenggaraan
pendidikan sekolah, berupa asuhan atau norma-norma yang dapat digunakan menjadi
pegangan. Dalam arti simpatik kurikulum ditafsirkan sebagai materi pelajaran,
sedangkan pengertian yang luas ditafsirkan sebagai segala upaya yang dilakukan
di bawah naungan sekolah
b.
Pengertian Pengembangan
Kurikulum
Pengembangan
Kurikulum adalah istilah yang
komprehensif, di dalamnya mencakup perencanaan, penerapan dan evaluasi.
a)
Perencanaan Kurikulum
adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat
keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan di
gunakan oleh guru dan peserta didik
b)
Penerapan Kurikulum atau
biasa disebut implementasi kurikulumberusaha mentransfer perencanaan kurikulum
ke dalam tindakan operasional.
c)
Evaluasi Kurikulum
merupakan tahap akhir pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar
hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah di
rencanakan , dan hasil-hasil kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang
terkait langsung dengan dunia pendidikan saja namun di dalamnya melibatkan banyak orang.
c.
Tujuan dan landasan
Pengembangan Kurikulum
Sebagaimana dirumuskan dalam (GBPP PAI SMU 1994) tujuan
pendidikan agama Islam pada sekolah menengah umum adalah untuk mengikuti
keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan siswa tentang agama Islam
sehingga menjadi manusia Islam yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta
berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, bernegara
serta untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.
Sedangkan Sayid Sabiq mentakan bahwa tujuan pendidikan
agama Islam adalah agar jiwa seseorang dapat terdidik secara sempurna, agar
seseorang dapat menunaikan kewajiban-kewajiban karena Allah SWT, dapat berusaha
untuk kepentingan keluarga, kepentingan masyarakat, serta dapat berkata jujur,
berpihak yang benar, serta berkeinginan untuk mengembangkan benih-benih
kebahagiaan pada manusia.[3]
Ruang
lingkup pendidikan agama Islam meliputi, keserasian, keselarasan dan
keseimbangan antara lain :
a. Hubungan manusia dengan Allah
SWT
b. Hubungan manusia dengan sesama
manusia
c. Hubungan manusia dengan diri
sendiri
d. Hubungan manusia dengan
makhluk lain dengan lingkungannya.
Adapun ruang lingkup bahan
pelajaran pendidikan agama Islam meliputi unsur-unsur pokok sebagai berikut : keimanan,ibadah,al-qur’an,muamalah,syari’ah
dan tarikh .
Materi atau bahan atau isis
kurikulum yang akan dikembangkan hendaknya menunjukkan pada kepentingan peserta
didik dan menyelami kehidupan. Adapun pokok-pokok isi PAI meliputi : a) membaca
Al-Qur’an; b) keimanan (rukun iman); c) ibadah (rukun Islam); d) ahlak (adab);
e) dasar ekonomi; f) jasamani dan kesehatan dan g) membaca dan menulis serta
tarikh Islam.
Dalam
pengembangan pokok-pokok isi dan materi kurikulum pendidikan agama Islam
mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan pendidikan lainnya, ciri-ciri kurikulum
PAI yang dimaksud ialah :
a. Kurikulum PAI harus menonjol
pada mata pelajaran agama (ibadah, muamalah, syari’ah), agama harus diambil
dalam Al-Qur’an, hadits serta contoh-contoh terdahulu yang salah.
b. Kurikulum PAI akan
memperhatikan pengembangan menyeluruh aspek pribadi siswa, yakni jasmani, akal
dan rohani.
c. Kurikulum PAI memperhatikan
keseimbangan antara pribadi dan masyarakat, dunia dan akhirat, jasmani dan
rahani serta akal manusia.
d. Kurikulum PAI memperhatikan
juga seni dan budaya yang terdapat di tengah masyarakat.[4]
Dalam
pelaksanaan pendidikan agama Islam pada sekolah menengah umum tidak terlepas
dari bagaimana penggunaan strategi pendekatan pembelajaran PAI.
Pendekatan-pendekatan yang dipakai antara lain :
a. Pendekatan pengalaman, yaitu
memberikan pengalaman keagamaan kepada siswa penanaman nilai-nilai keagamaan.
b. Pendekatan pembiasaan,
memberikan kesempatan kepada siswa untuk senantiasa mengamalkan ajaran
agamanya.
c.
Pendekatan
emosional, untuk menggugah penasaran dan emosi siswa dalam meyakini, memahami
dan menerima kebenaran ajaran Islam.
d. Pendekatan fungsional, usaha
untuk menyajikan ajaran agama Islam dengan menekankan segi kemanfaatannya bagi
siswa dalam kehidupan Sehari-hari dengan tingkat perkembangannya.
Metodologi
yang dikembangkan dalam kurikulum PAI adalah dengan melakukan pendekatan yang
menyeluruh terhadap wujud manusia, sehingga tidak ada yang tertinggal dan
terabaikan sedikitpun, baik segi jasmani maupun rohano, baik kehidupan secara
fisik maupun kehidupan secara mental.
Dalam penerapan metode pendidikan agama Islam
pada Sekolah Menengah Umum banyak metode yang dapat digunakan, salah satunya
metode memberi contoh, yang dengan contoh itu guru wajib bergaul dengan murid,
baik dalam mengajar atau mendidik siswa atau dalam hubungan perasaan (simpati).[5]
Sedangkan Zakiah Daradjat menegaskan bahwa pendidikan akhlak yang paling baik
dan yang paling mudah adalah memberi contoh.[6]
d. Pendekatan Kebutuhan Masyarakat
Adanya falsafah hidup,perubahan
social budaya,adanya perubahan IPTEK, dalam suatu masyarakatakan merubah pola
kebutuhan masyarakat.selain itu, kebutuhan masyarakat juga di pengaruhi oleh
kondisi dari masyarakat itu sendiri. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Raka
Joni (1988:7)
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengembangan
Kurikulum PAI Di MTs
Guppi Banjaran Bangsri
Jepara
Munculnya kebijakan tentang disentralisasi
pendidikan, sebagai implikasi dari pemberlakuan Undang-Undang Republik
Indonesia No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan Peraturan
Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan
provinsi sebagai daerah otonomi, sebenarnya merupakan angin segar bagi
kehidupan madrasah, karena kebijakan tersebut berarti mengembalikan madrasah
kepada habitatnya. Pergeseran pola sentarlisasi ke desentarlisasi dalam
pengelolaan pendidikan ini merupakan upaya pemerintah daerah dan madrasah dalam
meningkatkan mutu pendidikan secara berkelanjutan, terarah dan menyeluruh.
Karena itu Departemen Agama perlu membuat kebijakan yang jelas mengenai status
madrasah dalam konteks otonomi.
Masalahnya adalah bagaimana kita menyikapi
kebijakan tersebut, terutama dalam konteks pengembangan kurikulum pendidikan
agama Islam di Madrasah yang lebih terarah dan sistematis.
a.
Kritik
terhadap pendidikan agama pada umumnya
Bangsa Indonesia sedang menghadapi krisis
multi demensional. Dari hasil kajian pelbagai disiplin dan pendekatan,
tampaknya ada kesamaan pandangan bahwa segala macam krisis itu berpangkal dari
krisis akhlak dan moral, krisis ini oleh sementara pihak disebabkan karena
kegagalan pendidikan agama.
Indikator kegagalan agama dapat dilihat
sebagai berikut :
1)
Hasil survey
menunjukkan bahwa negeri kita masih tertengger dalam jajaran negara yang paling
korup di dunia, dari pejabat tinggi hingga pejabat yang lebih rendah.
2)
Tingkat
penindasan yang kuat terhadap yang lemah, seperti tampak dalam tingkah laku
semrawut dan saling menindas para pelaku lalu lintas, juga tak berkurang.
3)
Semakin
meningkatktnya tindak kriminal, tindak kekerasan, konsumsi miniman keras,
narkoba, yang sudah melanda di kalangan pelajar dan mahasiswa. White coler
crimes (kejahatan kerah putih), KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) melanda
diberbagai institusi an lain-lain.
4)
Masyarakat
kita cenderung mengarah pada masyarakat kepentingan atau patembayan (gelellschaf),
nilai-nilai masyarakat paguyuban (gemeinschaft) ditinggalkan, yang
tampak dipermukaan adalah timbulnya konflik kepentingan-kepentingan, baik
kepentingan individu, kelompok, agama, etnis, politik maupun kepentingan
lainnya.[7]
Walaupun demikian harus diakui bahwa
pendidikan masih mengalami kekurangan setidak-tidaknya dalam dua aspek
mendasar.
1)
Pendidikan
agama masih terpusat pada hal-hal yang masih bersifat simbolik, ritualistik
serta bersifat legal formalistik (halal dan haram) dan kehilangan ruh moralnya.
2)
Kegiatan
pendidikan agama cenderung bertumpu pada penggarapan kognitif dan paling banter
hingga ranah emosionalnya. (kadang-kadang) terbalik hanya menyentuh ranah
emosionalnya tanpa memperhatikan ranah intelektualnya). Tetapi tidak dapat
mewujudkan dalam tindakan nyata akibat tak tergarapnya ranah psikomotorik.[8]
Kritik semacam itu berkembang di masyarakat,
yaitu bahwa kurikulum PAI dipandang kurang berhasil dalam membentuk sikap, perilaku
dan pembiasaan peserta didik. Sebagai indikator antara lain : 1) rendahnya
minat dan kemampuan siswa untuk melaksanakan ibadah; 2) tidak mampu baca tulis
Al-Qur’an; 3) berperilaku kurang terpuji, bahkan melakukan tindakan kriminal
dan aksi kekerasan, konsumsi minuman keras, narkoba dan lain-lain.
Menurut Muhaimin dalam bukunya yang berjudul
“Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam” tidak sepenuhnya setuju terhadap yang
menyatakan bahwa timbulnya krisis akhlak atau moral hanya disebabkan karena
kegagalan pendidikan agama. Dengan bertolak dari suatu pandangan bahwa kegiatan
pendidikan merupakan suatu proses pengembangan dan penanaman seperangkat nilai
dan norma yang implisit dalam setiap mata pelajaran dan sekaligus gurunya. Maka
tugas pendidikan akhlak yang mulia sebenarnya bukan hanya menjadi tanggung
jawab guru pendidikan agama Islam anasich. Apalagi iman dan taqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan persyaratan utama bagi setiap guru, yang
secara praktis dan berimplikasi pada keharusan setiap guru untuk
mengimplisitkan nilai-nilai akhlak yang mulia dalam setiap mata pelajaran yang
dipelajari oleh dan diajarkan oleh kepada peserta didik.[9]
Hal ini bukan berarti para guru pendidikan
agama Islam mengelak dari tanggung jawabnya sebagai pembimbing dan pengarah
ajaran dan moral agama, tetapi lebih merupakan upaya pembangunan kekompakan dan
harmnonisasi dalam proses pendidikan, keteladan ahklak bukan hanya ditunjukkan
oleh guru pendidikan agama Islam. Tetapi juga oleh tenaga pendidik lainnya.
Apalagi saat ioni kita sudah memasuki era globalisasi sebagai akibat dari
kemajuan teknologi dibidang komunikasi dan informasi.
Di lain pihak, hasil penelitian Puslitbag
pendidikan agama dan keagamaan menemukan kelemahan kurikulum tahun 1994 untuk
mata pelajaran pendidikan agama Islam, yaitu : 1) syarat materi tidak syarat
nilai; 2) tidak berorientasi pada basic kompetenses; 3) lebih menekankan aspek
kognisi dari pada afeksi dan psikomotorik; 4) kurang berorientasi pada
kebutuhan; 5) kurang memberikan ruang kepada pengembang dan 6) lebih bersifat
subject oriented. Kelemahan yang mungkin paling parah dari kurikulum PAI 1994
adalah adanya tumpang tindih materi, dan tidak memperhitungkan aspek keagamaan.
Akibat langsung dari ruang lingkup permasalahan, tidak adanya kesinambungan
antara sub pokok dengan pokok bahasan dan waktu, kelas, serta jenjang
kurikulum.[10]
Berangkat kritik tersebut mendasari
dilakukannya pengembangan kurikulum yang; 1) lebih menitik beratkan pencapaian
target kompertensi dari pada penguasaan materi; 2) lebih mengakomodasi
keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia; 3) memberikan
kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk
mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan sesuai dengan kebutuhan.
Adapun
pesan-pesan besar pendidikan Islam (PAI) yang ingin dikembangkan dalam
kurikulum adalah sebagai berikut :
1)
Berusaha
menjadikan PAI sebagai mata pelajaran yang dapat menjaga dan memperkokoh aqidah
siswa.
2)
Menjadikan
PAI sebagai mata pelajaran yang mengajarkan dengan baik, dalam pengertian bahwa
dalam konteks bangsa Indonesia yang berbhineka tunggal ika, pengembangan
pendidikan agama diharapkan agar sampai menumbuhkan semangat fanatisme buta,
menumbuhkan sikap intoloren di kalangan peserta didik dan masyarakat Indonesia
dan memperlemah kerukunan hidup beragama serta persatuan dan kesatuan nasional.
3)
Menjadikan
PAI sebagai mata pelajaran yang dapat memacu suswa untuk menjadikan rajin dan
pintar, serta kreatif kritis dan inovatif.
4)
Menjadikan
PAI sebagai mata pelajaran yang bisa mencetak siswa yang bertanggung jawab
dalam hidup dan kehidupannya.[11]
b.
Kurikulum
Berbasis Kompetensi sebagai salah satu alternatif pengembangan kurikulum PAI
Untuk merespon kebijakan di atas serta
mengantisipasi berbagai kritik dan tantangan tersebut, diperlukan sikap
proaktif dan antisipatif dari masing-masing madrasah. Sikap proaktif dan
antisipatif dari masing-masing madrasah. Sikap proaktif tiak sekedar berupa
munculnya tindakan reaktif setelah ada aksi, tetapi juga memperkirakan
perkembangan ke depan atas situasi dan kondisi serta permasalahan yang ada di
madrasah tersebut. sedangkan sikap antisipatif merupakan jawaban dengan
mengkondisikan situasi dan faktor menjadi lebih ideal sehingga permasalahan
yang ada di madrasah dipecahkan ke perubahan yang lebih ideal, sikap tersebut
diwujudkan dalam bentuk :
1)
Merumuskan
landasan filsofiknya atau visi dan misi dari madrasah tersebut.
2)
Mengembangkan
program pendidikan yang ada dengan sasaran yang disajikan, yaitu: pemenuhan,
kepuasan terhadap jasa pendidikan madrasah dan kepuasan pengguna jasa SDM hasil
didik di madrasah.
3)
Mengembangkan
kurikulum madrasah bekerjasama dengan stake holders, yang meliputi
kelangan akademik perguruan tinggi, para guru, para siswa, kepala madrasah,
orang tua siswa, masyarakat, bidang Mapendis Kanwil Depag, ahli kurikulum
madrasah dan lain-lain.
4)
Mengembangkan
kurikulum madrasah berbasis kompetensi yang terdiri atas empat komponen, yaitu
kurikulum dan hadil belajar, kegiatan belajar mengajar (KBM) penilaian
kurikulum berbasis kelas, dan pengelolaan berbasis madrasah.[12]
Sebagaimana uraian terdahulu, bahwa dalam
pengembangan kurikulum terdapat empat pendekatan, yaitu pendekatan humanistik,
subyek akademik, rekonstruksi sosial, dan pendekatan teknologik.
Sebagaimana diketahui bahwa mata pelajaran
pendidikan agama Islam (PAI) terdiri atas beberapa sub mata pelajaran, yaitu
Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fiqih, Sejarah dan Kebudayaan Islam, serta
Bahasa Arab.
Kurikulum PAI berbasis kompetensi merupakan
perangkat standar program pendidikan agama Islam (Al-Qur’an Hadits, Akidah
Akhlak, Fiqih, Sejarah dan Kebudayaan Islam, serta Bahasa Arab) yang dapat
mengantarkan siswa untuk menjadi kompeten dalam bidang kehidupan keagamaan Islam
yang dipelajarinya. Kurikulum ini terdiri atas empat komponen, yaitu kurikulum
dan hasil belajar PAI, kegiatan belajar mengajar (KBM) PAI, penialaian
kurikulum PAI berbasis kelas, dan pengelolaan kurikulum PAI berbasis
masing-masing komponen tersebut.
1)
Kurikulum
dan hasil belajar (KBH) PAI (Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fiqih, Sejarah
dan Kebudayaan Islam, serta Bahasa Arab) merupakan salah satu komponen berbasis
kompetensi yang memuat perencanaan pengembangan kompetensi peserta didik dalam
mata pelajaran PAI yang perlu dicapai secara keseluruhan.
2)
Struktur
kurikulum dan hasil belajar PAI (Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fiqih,
Sejarah dan Kebudayaan Islam, serta Bahasa Arab)
3)
Kompetensi
dasar berisi kumpulan kemampuan minimal yang harus dikuasai siswa selama
menempuh pelajaran PAI
4)
Hasil
belajar
5)
Indikator
adalah kemampuan spesifik dan rinci yang diharapkan dapat dikuasai siswa dan
merupakan penjabaran dari kemampuan dasar.
6)
Pengelolaan
kurikulum berbasis madrasah sebagai salah satu komponen kurikulum berbasis
kompetensi merupakan suatu pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber
daya lainnya pendidikan lainnya untuk meningkatkan mutu hasil belajar PAI.[13]
B. Implementasi Kurikulum
dalam KBM di Kelas VII Semester I
1. Proses Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI)
Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan bentuk nyata implementasi kurikulum
Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam kelas yang melibatkan unsur-unsur personal
(kepala sekolah dan guru) siswa, sumber belajar, serta sarana dan prasarana
pendukung lainnya. Keberhasilan dalam pembelajaran menjadi indikator
keberhasilan sutau implementasi. Para ahli mengemukakan tentang konsep
pembelajaran, diantaranya Sujana mengatakan bahwa pembelajaran atau belajar dan
mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Belajar merujuk pada apakah yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek
(sasaran didik) sedangkan mengajar merujuk pada apa yang harus dilakukan oleh
guru sebagai pengajar. [14]
Menurut
Nana Syaodih bahwa pembelajaran mengandung berbagai komponen, yaitu komponen
siswa, guru, sarana dan kurikulum, kurikulum sebagai komponen pembelajaran
terdiri tujuan, materi, proses, dan penialaian. Dengan pedoman kurikulum guru
memberikan perlakuan profesional sehingga tercipta interaksi dalam
pembelajaran, perlakuan guru untuk mempertautkan kegiatan mengajar dengan
kegiatan belajar mengacu pada kurikulum yang dikenal sebagai kegiatan
belajar mengajar . [15]
Pendapat
lain dikemukakan oleh Ahmad Sanusi bahwa mengajar adalah salah satu bentuk
usaha pendidikan, mengajar dalam arti luas diartikan proses pendidikan atau
pembelajaran peserta didik yang diasumsikan mempunyai fungsi seperti membantu,
menumbuhkan dan mestranformasikan nilai-nilai positif sambil memberdayakan
serta mengembangkan potensi-potensi kepribadian peserta didik. [16]
Para
ahli lain sebagaimana diungkapklan oleh Tafsir bahwa makna pembelajaran atau
kegiatan belajar mengajar PAI dalam kaitan menanamkan keimanan dan ketaqwaan
bukan saja dalam bentuk mengajar, melainkan harus diikuti oleh bentuk lain,
seperti membimbing, melatih, serta memberikan contoh yang baik. [17]
Soedijarto
mengemukakan bahwa suatu proses pembelajaran memungkinkan peserta didik untuk
mengetahui (learning to know), belajar untuk melakukan sesuatu (learning
to do) belajar untuk mandiri (learning to be) dan belajar untuk
hidup bersama (learning to live together). Dengan demikian hasil
pembelajaran mewujudkan siswa yang mampu membelajarkan pada dirinya,
mendapatkan sejumlah pengetahuan, siswa mampu mengembangkan dalam bentuk lebih
luas serta dapat diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari.[18]
Kaitannya
dengan pembelajaran pendidikan agama Islam dalam meningkatkan ketaqwaan, maka
dapat diartikan bahwa pembelajaran PAI sebagai perlakuan profesional guru agama
terhadap peserta didiknya sehingga menghasilkan siswa yang mempunyai kemampuan
untuk mengetahui, menghayati, dan mengembangkan pengetahuan, untuk dipedomi dan
dilaksanakan dalam kehidupannya sebagai seorang muslim yang beriman dan
bertaqwa dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat.
Proses
pembelajaran kurikulum pendidikan agama Islam sebagai rencana memiliki
komponen-komponen yang terdiri dari tujuan, materi pelajaran, proses atau
metode, serta penilaian. Berikut ini akan dikemukakan penjelasan dari
masing-masing komponen sebagai berikut :
a. Tujuan
Dalam
GBPP mata pelajaran pendidikan agama Islam pada jenjang SMP memuat tujuan kurikulum PAI
yaitu agar siswa memahami, menghayati, meyakini dan mengamalkan ajaran Islam
sehingga menjadi muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt dan
berakhlak mulia.
Oleh
karena itu dalam pelaksanaan pendidikan agama islam pada Madrasah
Tsanawiyah (MTs) harus merujuk dari tujuan
yang berdasarkan kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah (Departemen Pendidikan).
Idealnya lulusan MTs
adalah siswa yang beriman, bertaqwa serta berakhlak mulia, pelaksanaan
kurikulum PAI pada MTs
sebagai penunjang untuk pendukung tujuan intutional (lembaga MTS). Adapun tujuan kelembagaan
adalah :
1) Meningkatkan pengetahuan
siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan
mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
kesenian.
2) Meningkatkan kemampuan siswa
sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan
lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar.[19]
Berdasarkan
tujuan institusional (kelembagaan) MTs di atas, lebih lanjut merumuskan
pula profil lulusan MTs
sebagai berikut :
1) Memiliki keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa mulai mapan.
2) Memiliki etika (sopan santun
dan peradaban).
3) Memiliki penalaran yang baik
(dalam kajian materi kurikulum, kreatif, inisiatif dan bertanggung jawab) dan
penalaran ini sebagai penekanannya.
4) Kemampuan komunikasi atau
sosial (tertib, sadar aturan dan perundang-undangan baik bekerjasama, maupun
bersaing, toleransi, menghargai hak orang lain dan berkompromi), dan
5) Dapat mengurus dirinya.[20]
Untuk
mendukung tercapainya proses pembelajaran pendidikan agama Islam dan profil
lulusan SMP dibidang PAI, dalam GBPP telah dirumuskan tujuan kurikuler (tujuan
mata pelajaran) tujuan intruksional umum (tujuan pokok bahasan atau sub pokok
bahasan). Adapun tujuan kurikuler PAI adalah untuk meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama
Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah
Swt, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara serta untuk melanjutkan pendidikan jenjang yang lebih tinggi.[21]
Tujuan
kurikuler tersebut kemudian dirinci ke dalam tujuan intruksional umum dan
khusus atau tujuan pokok bahasan atau sub pokok bahasan.
Berdasarkan
tujuan di atas, maka dapat dikemukakan bahwa kemampuan siswa sebagai hasil
belajar PAI adalah siswa mempunyai kemampuan memahami dan menghayati serta
mengamalkan keimanan kepada kitab-kitab Allah dan Rasul-Nya, memahami,
menghayati dan mengamalkan shalat-shalat sunnah dan dzikir serta do’a dan juga
mampu membaca, menyalin dan mengartikan dan menyimpulkan kandungan Al-Qur’an.
Dalam
mengembangkan tujuan kurikulum ini perlu diperhatikan tingkatan tujuan yang
satu sama lainnya saling berkaitan, seperti halnya tujuan jangka panjang atau
tujuan nasional pendidikan yang sifatnya ideal, komprehensif, utuh merupakan
induk bagi tujuan intruksional, tujuan kurikuler, tujuan intruksional umum dan
khusus.
b. Materi Pelajaran
Materi
bahan bahan pelajaran sangat menentukan terhadap pelaksanaan kurikulum,. Hal
ini mewujudkan bahwa pentingnya bahan pelajaran untuk dilaksanakan. Dalam
menentukan materi pembelajaran harus relevan dengan tujuan pengajaran. Memang
secara gampang dikatakan bahwa isi atau materi itu sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai, namun dalam operasinya tidaklah semudah itu, diperlukan pakar
yang benar-benar ahli dan menguasai perencanaan isi atau materi pembelajaran.[22]
c.
Metode
Mengajar
Berbagai
hal yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan metode mengajar Ahmad Tafsir
menjelaskan ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum memilih suatu
metode mengajar, kondisi murid, tujuan yang ingin dicapai, lingkungan,
ketersediaan alat-alat yang mempengaruhinya, kondisi guru, dan sifat bahan
pengajaran. Berbagai metode mengajar yang dapat digunakan pada pembelajaran
PAI, diantaranya metode ceramah, tanya jawab, diskusi, memberi tugas, karya
wisata, selain itu guru PAI dapat memilih dan menerapkan berbagai metode
pendidikan agama Islam yang relevan dengan tujuan pembelajaran.[23]
Suatu
hal yang harus diperhatikan oleh guru agama Islam, bahwa memilih metode
mengajar adalah penting dalam pembelajaran, namun harus diikuti langkah-langkah
mengajar dan belajar yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI.
Adapun langkah-langkah mengajarkan pendidikan agama Islam menurut pedoman guru
PAI adalah sebagai berikut :
1) Memahami GBPP pendidikan
agama Islam pada jenjang sekolah
2) Melaksanakan analisis materi
pelajaran
3) Menyusun program tahunan
4) Menyusun program catur wulan
5) Menyusun satuan pelajaran
6) Menyusun rencana pengajaran. [24]
Pelaksanaan
pembelajaran Pai, meliputi kegiatan merencanakan, melaksanakan dan penilaian.
Dalam merumuskan tujuan pembelajaran langkah pertama yang harus diambil oleh
guru adalah merencanakan pembelajaran.
d. Penilaian
Salah
satu fingsi penilaian dalam pembelajaran adalah sebagai formatif, sedangkan
fungsi lainnya sebagai sumatif. Fungsi formatif evaluasi yang dilakukan apabila
hasil yang diperoleh dalam kegiatan evaluasi diarahkan untuk memperbaiki bagian
tertentu sedangkan fungsi sumatif evaluasi diarahkan pada perhatian terhadap hasil
suatu kurikulum. Teknik evaluasi yang ditetapkan meliputi tes dan non tes. Yang
pertama mencakup tes penguasaan bahan yang berbentuk obyektif (pilihan
berganda, uraian, menyempurnakan, menyusun kembali) dan berbentuk esai, tes
sikap dan tes ketrampilan (praktek) kedua mencakup observasi, wawancarta dan
studi kasus, serta tes sumatif yang dilakukan di akhir semester
.
2. Faktor-faktor Pendukung
Implementasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM) di MTs Guppi Banjaran Bangsri
Kelas VIII Semester 2
Dalam
proses implementaso kurikulum PAI dalam KBM di kelas sangat dipengaruhi oleh
bberapa faktor pendukung keberhasilan implementasi kurikulum. Adapun
faktor-faktor pendukung implementasi kurikulum PAI sebagai berikut :
a. Faktor Guru
Guru
merupakan salah satu unsur di bidang pendidikan yang berperan aktif dan
menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntutan
masyarakat yang semakin berkembang. Karena itu guru tidak semata-mata sebagai
“transfer of values” pengajar, melainkan juga sebagai pembimbing yang
memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar.
Faktor
guru cukup berperan dalam implementasi kurikulum dan berakibat langsung pada
perubahan sekolah sebagai sistem sosial.
Keberhasilan
pendidikan agama Islam dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Collin J. Marsh
(1980) dalam “Curriculum Process in The Primary School” mengemukakan bahwa ada
lima unsur yang dapat dipengaruhi terhadap keberhasilan pembelajaran di
sekolah, yaitu :
1) Dukungan dari kepala sekolah
2) Dukungan dari teman sejawat
atau sesama guru
3) Dukungan dari siswa sebagai
peserta didik
4) Dukungan dari orang tua atau
peserta didik
Dari
kelima unsur di atas, yang paling menentukan berhasil tidaknya suatu proses
pembelajaran di dalam kelasm ada lah faktor guru, posisi dan peran guru. Dalam
pendidikan merupakan ujung tombak dalam menentukan berhasil tidaknya suatu
rancangan pembelajaran. Guru tidak hanya berperan sebagai pengajar melainkan
sebagai pembimbing, pemimpin, ilmuwan, pribadim penghubung, pembaharu dan
pembangun.
Ditandaskan
kembali dalam buku “Basic Princples of Student Teadhing” oleh Adan dan Dicky
serta alih bahasa Oemar Hamalik di sebutkan bahwa peranan guru sesungguhnya
sangat luas, meliputi : 1) teacher as intructor (guru sebagai pengajar);
2) teacher as counsellor (guru sebagai pembimbing); 3) teacher as scientist (guru sebagai
ilmuwan) dan 4) teacher as person (guru sebagai pribadi).
b. Faktor Siswa
Peserta
didik merupakan raw input yang menunjukkan pada faktor-faktor yang terdapat
dalam individu serta memungkinkan seseorang dapat belajar. Adapun faktor-faktor
tersebut meliputi: bakat, pengetahuan, sikap, usia, jenis kelamin dan sosial
ekonomi .
c.
Faktor
Lingkungan
Keberhasilan
proses dan hasil belajar ditentukan pula oleh sarana dan prasarana yang memadai
serta didukung oleh kondisi lingkungan yang kondusif. Lingkungan dikatakan
sebagai faktor penentu kedua keberhasilan proses pendidikan agama Islam,
sesudah faktor pembawaan. Hal ini didasarkan atas hukum “konvergensi” yang
menyatakan bahwa yang menentukan masa depan seseorang, apakah ia menjadi orang
yang baik atau sebaliknya, senang gembira atau sebaliknya sangat ditentukan
oleh faktor lingkungan dimana ia berada dan faktor pembawaan.
Faktor
lingkungan ini meliputi lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga (orang tua
dan masyarakat). Lingkungan sekolah yang melibatkan hubungan sosial dan
sekolah, yaitu hubungan kepala sekolah dan guru, guru dengan guru, guru dengan
siswa, dan siswa dengan siswa itu sendiri, juga termasuk hubungan sekolah
dengan masyarakat dalam hal ini orang tua siswa. Menurut Mulyani Sumantri
berpendapat bahwa keterlibatan atau peran orang tua siswa maupun anggota
masyarakat sangat diperlukan dalam penyelenggaraan sekolah, terutama dalam
menghadapi masalah-masalah yang amat penting dalam meningkatkan kualitas dan
kwantitas sekolah (pendidikan). Kaitannya dengan pendidikan agama bahwa orang
tua dan masyarakat sangat menentukan perubahan perilaku siswa.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan hasil penelitian tentang evaluasi kurikulum PAI di MTs
Guppi Banjaran Bangsri Jepara, maka diambil
kesimpulan secara umum bahwa impelementasi kurikulum PAI dalam menanamkan
keimanan dan ketaqwaan siswa pada SMP Islam Hidayatul Mubtadiin Mindahan
Batealit Jepara, sangat dipengaruhi oleh faktor guru, siswa dan lingkungan. Di
samping itu juga pemahaman guru terhadap kurikulum dapat mempengaruhi bagaimana
guru tersebut mengimplementasikan kurikulum PAI dalam menanamkan keimanan dan
ketaqwaan siswa di lapangan. Kesimpulan ini didukung oleh hasil penelitian yang
mengungkapkan bahwa guru mata pelajaran PAI di MTs Guppi Banjaran Bangsri Jepara, belum melaksanakan
implementasi kurikulum PAI secara optimal, khususnya dalam bentuk pembelajaran
siswa di kelas, belum sesuai dengan tuntutan kurikulum PAI yang berlaku. Sesuai
dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan
secara khusus berdasarkan hasil-hasil penelitian sebagai berikut :
1. Implementasi kurikulum PAI dalam menanamkan
keimanan dan ketaqwaan sesuai GBPP PAI tahun 1994 yang mencakup keimanan,
ibadah, Al-Qur'an, akhlak, muamalah, syari’ah dan tarikh sudah terekomendasi
dalam GBPP dokumen kurikulum PAI, dengan tujuan, fungsi dan
pendekatan-pendekatan. Namun pada kenyataannya masih sulit diimplementasikan di
lapangan, hal ini dilihat karena guru belum sepenuhnya memahami kurikulum PAI
yang menandung unsur keimanan dan ketaqwaan, serta dalam mengimplementasikan
pada KBM belum sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku. Faktor-faktor
yang menghambat antara lain rendahnya pemahaman guru terhadap kurikulum PAI,
kurangnya sarana dan prasarana untuk pembelajaran siswa di dalam kelas, minat
belajar siswa relatif rendah, waktu yang tersedia kurang memadahi sementara
tuntutan materi kurikulum sangat padat. Hubungan antara tujuan, materi dan
evaluasinya kurang terakomodir, di mana tujuan adalah mengarahkan pada siswa
untuk mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, namun dalam implementasinya
jarang dipraktekkan oleh siswa. Banyaknya pokok bahasan PAI tidak sesuai
alokasi waktu, oleh karena itu pokok bahasan yang mengkaji Al-Qur'an dengan
mencari tajwidnya.
Implementasi
kurikulum PAI dalam menanamkan keimanan dan ketaqwaan, menunjukkan bahwa
implementasi tingkat kelas (KBM) belum mencerminkan ide-ide yang terkandung
dalam kurikulum, proses pembelajaran lebih banyak dipengaruhi oleh unsur
kebiasaan siswa, guru dalam menyusun program pengajaran tahunan dan catur wulan
serta rencana pengajaran lebih mengarah pada aspek kognitifnya, sedangkan aspek
afektif dan psikomotorik belum tersentuh.
2. Beberapa faktor atau kendala yang menghambat
implementasi KBM di dalam kelas adalah kurang dipahami kurikulum yang
mengandung unsur keimanan dan ketaqwaan, kurangnya alat dan media serta sumber
belajar siswa, dan rendahnya minat belajar siswa, selain yang bersumber pada
guru, metode yang digunakan guru sangat menjenuhkan, karena guru hanya mengejar
target melalui tanpa memperhatikan kebutuhan dan respon anak didik, sehingga
implementasi kurikulum belum bisa mencapai target sesuai tujuan pendidikan
nasional.
3. Faktor-faktor pendukung diantaranya guru yang
mengajar di MTs Guppi Banjaran Bangsri Jepara, berasal dari lulusan yang sesuai
dengan bidangnya, tersedianya fasilitas keagamaan berupa mushola tempat untuk
menjalankan ibadah dan juga adanya kegiatan-kegiatan keagamaan diantaranya pada
bulan puasa di MTs Guppi Banjaran Bangsri Jepara, mengadakan pesantren kilat dan pada
hari-hari besar keagamaan juga mengadakan kegiatan keagamaan yang
wajib di ikuti oleh semua siswa dan staf guru – guru .
B. Saran-saran
1. Bagi
Guru Pendidikan Agama Islam
Untuk mengaktualisasikan
kurikulum dan program PAI dalam menanamkan keimanan dan ketaqwaan siswa,
khususnya melalui implementasinya dalam bentuk KBM, guru hendaknya selalu
berusaha meningkatkan pemahaman guru terhadap kurikulum berpengaruh pada
bagaimana implementasi kuikulum tersebut direalisasikan khususnya dalam bentuk
KBM. Melalui kajian-kajian yang kontinyu terhadap dokumen-dokumen kurikulum dan
mata pelajaran yang diajarkan yang diajarkan, guru harus konsisten menyusun
atau membuat pengajaran, dan harus konsisten pula menjabarkan dalam
bentuk-bentuk rencana pengajaran dimana di dalamnya guru dituntut menentukan
keluasan kontan dan strategi dan metode termasuk pengadaan dan penggunaan alat,
media, sumber yang relevan serta evalusi terhadap hasil-hsil pembelajaran
siswa. Dilihat dari keberhasilan implementasi kurikulum PAI dalam menanamkan
keimanan dan ketaqwaan ternyata siswa masih banyak yang hanya sekedar mencapai
nilai dalam raport. Untuk itu perlunya membuat suatu pola baku dalam menamkan
keimanan dan ketaqwaan siswa. Guru hendaknya dalam memberikan materi pelajaran
tidak hanya mengejar target kurikulum, namun hendaknya lebih memahami respon
dan minat siswa terhadap pembelajaran pendidikan agama islam .
2. Bagi
Kepala Sekolah
Berdasarkan temuan hasil
penelitian, bahwa Kepala Sekolah adalah salah satu faktor yang dapat menentukan
keberhasilan pelaksanaan PAI di MTs Guppi Banjaran Bangsri Jepara, oleh karena itu Kepala Sekolah perlu mengetahuai
dan memahami kurikulum PAI, agar ia dapat memberikan dukungan bagi pelaksanaan
kurikulum PAI baik secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya melalui
kerja sama antara pelaksana pendidikan di sekolah dan di luar sekolah.
Lingkungan keluarga dan masyarakat, Kepala Sekolah sesuai kapasitasnya sebagai
manajer sistem sekolah, diharapkan dapat mendorong dan memberikan motivasi pada
setia guru dan staf lainnya untuk senantiasa mengembangkan dirinya sebagai
tenaga professional.
3. Bagi
Departemen Pendidikan
Bidang Departemen
Pendidikan, diharapkan menngkatkan kualitas evaluasi dan memonitoring hendaknya
tidak dilakukan semata-mata untuk merealisasikan program kegiatan departemen
yang telah ditetapkan, tetapi hendaknya didasarkan atas motivasi untuk
memajukan pendidikan SMP dakam kurikulum PAI. Dalam kaitannya materi atau pokok
bahasan kurikulum PAI yang mengandung unsur keimanan dan ketaqwaan hendaknya
diberi alokasi waktu yang cukup, tidak hanya 2 jam (1 kali pertemuan) dan juga
perlu dipertimbangkan bahwa masih terpusatnya kurikulum (sentralistik)
menjadikan guru sebagai pelaksanaan kurikulum sulit untuk menjabarkan dan
merealisasikan dalam implementasi pembelajaran.
C. Penutup
Dengan
selesainya
makalah yang berjudul pengembangan
kurikulum Pendidikan Agama
Islam ini, penulis hanya bisa bersyukur bahwa upaya untuk penyusunan makalah ini. Tiada lain adalah berkat
rahmat Allah atas taufiq hidayah Allah Yang Maha Esa.
Akhirnya
penulis berharap khususnya bagi diri sendiri dan umumnya para pembaca
mudah-mudahan apa yang penulis tuangkan dalam bentuk karya ilmiah bisa
bermanfaat dan mudah-mudahan karya ini menjadi awal bagi karya yang akan datang
untuk selanjutnya bisa menuju yang lebih baik dan
menuju ke titik kesempurnaan .
DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Nuansa,
Bandung, 2003.
Nana Sudjana Ibrahim, Penelitian
dan Penilaian Islam, Sinar Baru, Jakarta, 1995.
Ahmad Sanusi, Strategi Kurikulum
Menuju Iman dan Taqwa, Makalah IAIN, SGD, Bandung.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Persepektif Islam,
Remaja Rosda Karya, Bandung, 1992.
Suryo Subroto, Sistem
Pengajaran dengan Modul, Bina Aksara, Bandung, 1998.
Depdikbud, Kurikulum Pendidikan
Agama Islam (PAI) SMP, Jakarta, 1987.
Depag. RI, Pendidikan Agama
Islam untuk Siswa SMP, Dirjen Binbaga,
Jakarta, 1999.
Depag. RI, Kurikulum Pendidikan Agama Islam Untuk Tingkat SMP,
Dirjen Binbaga, Jakarta, 1994.
Djambari, Agama dalam Perspektif Sosial,
Depdikbud, Jakarta, 1998.
0 Komentar untuk "makalah kurilkulum pai 2"