Ibnu Maskawaih mengidentikkan antara akhlak dan karekter, keduanya adalah
merupakan keadaan jiwa, demikian juga Imam Ghazali mengibaratkan akhlak sebagai
gerak jiwa seseorang serta gambaran batinnya. Dari kedua pengertian yang
diberikan oleh kedua pakar ilmu akhlak ini bahwa akhlak sebagai suatu aktifitas
yang muncul dari dorongan jiwa dan gerak batin seseorang sehingga baik dan
buruk karakter, kepribadian, sikap dan tingkah laku seseorang yang telah
menjadi tabiat sehari-hari yang dikerjakan dengan kesadaran dan tanpa pemikiran
dan pertimbangan terlebih dahulu berkait erat dengan jiwa dan batin seseorang,
sehingga jelaslah bahwa akhlak merupakan bagian penting didalam ajaran agama,
karena itu wajar kalau justru fungsi keseluruhan Nabi (pembawa agama) adalah
untuk menyempurnakan akhlak, sebagaimana peringatan beliau:
Sesungguhnya
Allah mengutus saya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia dan memperbaiki
perbuatan yang baik.[1]
Karena keduanya (akhlak dan agama
Islam) keduanya membahas dan mengupayakan bagaimana jiwa seseorang menjadi baik
dan sempurna dengan membuahkan suatu pola piker, sikap dan tingkah laku
(shaleh), dengan keharmonisan dan keselarasan yang sempurna tanpa adanya
kamoplase penipuan, kemunafikan disharmonisasinya antara batin dan jiwa, dengan
prilaku, misalnya hatinya baik perilakunya jelek, atau sebaliknya perilakunya
baik tetapi keluar dari jiwa dan niatan batin yang jelek, baik karena kebodohan
maupun karena kejelekan jiwa. Sehingga akhlak terkait erat dengan keimanan yang
sama-sama berpangkal didalam hati seseorang bahkan menurut Nabi Muhammad orang
yang terbaik keimanannya adalah orang yang baik akhlaknya (ketinggian budi
pekerti yang muncul dari gerakan jiwa yang suci).
Seperti
pernyataan Nabi :
Sempurna-sempurnanya
iman seorang mukmin adalah yang terbaik akhlaknya.(HR. Tirmidzi). [2]
Dalam bahasa agama (Islam) kata yang
orang menyebut budi pekerti , perilaku, karakter dll, itu didalam islam diambil
dari bahasa arab :
Yang kesemuanya
berarti menciptakan, pencipta, ciptaan dan akhlak perilaku (untuk mencipta atau
buah dari ciptaan). Sehingga dalam islalm yang disebut dengan akhlak tidak
hanya mempunyai sasaran antara manusia dengan manusia, tetapi yang dimaksud
akhlak mempunyai sasaran yang sangat luas, akhlak antara manusia dengan
manusia, manusia dengan Al-Khaliq dan manusia dengan sesama makhluk selain
manusia, termasuk binatang, tumbuhan dan lingkungannya.
B. Arti dan
Pengertian Tasawuf
Tasawuf (sufi) adalah suatu kata istilah atau nama yang muncul jauh dari
masa Nabi (2 abad) setelah Nabi, yang pertama kali dimunculkan oleh seorang
zahid Abu Hasyim Al-Kufi (wafat 150 H),[3] untuk suatu kelompok orang Islam yang
mengkonsentrasikan dirinya pada kehidupan untuk mendekatkan diri kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya dengan berbagai cara dan upaya.
Kata tasawuf berasal dari kata
shuffah, yang menurut etimologi dengan pendekatan historis berasal dari kata
ahli. Shuffah ialah orang-orang yang ikut pindah atau hijrah dengan Nabi dari
Mekkah ke Madinah, dan karena hartanya ditinggalkan, mereka berada dalam
kehidupan miskin dan tak mempunyai apa-apa.[4] Mereka tinggal di masjid Nabi dengan selalu
memakai pelana kuda”suffah” sebagai bantalnya sehingga disebut “Ahli Shuffah”
adalah kelompok kaum muslimin yang miskin tetapi mereka berhati mulia, tidak
mementingkan keduniaan, miskin tetapi berhati baik dan mulia, itulah
sifat-sifat ahli shuffah yang dijadikan contoh orang sufi dikemudian hari . Ada
juga yang mengatakan tasawuf atau sufi berasal dari kata shuf “ “yang berarti kain wool, karena para
sahabat Nabi yang tinggal di masjid Nabi dan hanya mementingkan kehidupan
kerohanian itu selalu mengenakan baju wol
kasar sebagai lambang kesederhanaan pada saat itu. Dan masih banyak lagi
yang mencoba mengkait-kaitkan asal kata dan istilah tasawuf itu, tetapi yang
jelas tasawuf berarti pokok hidup kerohanian Islam dan syari’at batin dalam
ajaran Islam.
Pada masa Nabilah mula pertama
timbulnya embrio munculnya sufi sebagai suatu aliran keagamaan yang digambarkan
dengan adanya kelompok ahlli shuffah di Masjid Nabi, yang mendapat restu dari
Nabi bahkan Nabi sendiri dan hamper semua sahabaat dekat Nabi memberikan
contoh-contoh kehidupan kerohanian yang sangat tinggi, berpola hidup sederhana atau
bahkan miskin dan senantiasa memperbanyak ibadah dan muraqabah serta
mujahadah-mujahadah yang sangat serius, dengan shalat, dzikir dan membaca
Al-qur’an serta berpuasa disamping tidak pernah dari semangat jihad dan dakwah.
C. Keterikatan
Antara Akhlak dan Tasawuf
Antara akhlak dan tasawuf adalah bagaikan api dengan asapnya yang
masing-
masing tidak
dapat berdiri sendiri, keduanya mempunyai obyek kajian hati dan jiwa seseorang.
Bahkan Al-Ghozali memberikan pengertian tentang bentuk ilmu akhlak sebagai ilmu
sifat haati dan ilmu rahasia hubungan keagamaan yang kemudian menjadi pedoman
untuk akhlaknya orang-orang baik. Al-Ghozali lebih menitik beratkan masalah
hlak itu untuk pedoman orang-orang sholeh (ahli thariqat) dan harus disesuaikan
dengan ajaran-ajaran syari’at Islam, seperti yang digariskan oleh para fuqaha,
sehingga ilmu tersebut lebih popular di kalangan umat Islam menjadi ilmu
tasawuf. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa akhlaknya orang mukmin itu
adalah tasawuf, suatu etika yang terkonsentrasikan pada Allah semata dengan
keterlibatan hati dan jiwa secara utuh.
Akhlak tasawuf atau akhlak dan
tasawuf ini timbul pada diri seseorang karena kesadaran dan keterpanggilan
jiwa, yang mungkin terjadi sebagai reaksi banyak hal :
mungkin karena
membaca dan melagukan Al-qur’an, mungkin dari tafakur, semedi dan membaca
beberapa Hadits, atau mencontoh perbuatan sahabat-sahabat utama dan pengaruh
keadaan sekeliling. Waktu permulaan timbulnya tasawuf belumlah menjadi suatu ilmu yang teratur atau
filsafat yang sistimatik, sebelum abad ketiga nama tasawuf belumlah dikenal,
barulah yang dikenal istilah suhud atau abid atau fakir atau nasik.
D.Kedudukan
Akhlak Tasawuf Dalam Agama Islam
Secara garis besar Agama Islam terdiri dari tiga dimensi ajaran, yaitu :
iman, Islam, ihsan. Sebagaimana hadits dari Umar bin Khattab tentang peristiwa
dialog yang terjadi antara Nabi dengan Jibril yang menyamar sebagai seorang
manusia yang datang kala Nabi sedang mengajar para sahabat dan bertanya tentang
Iman, Islam dan Ihsan, maka Nabi Menjawab tentang ihsan :
Ihsan adalah jika engkau beribadah
kepada Allah seolah-olah engkau melihat Allah dan jika engkau tidak mampu
melihat Allah maka sesungguhnya Allah melihatMu. (HR. Bukhari – Muslim). [5]
Ihsan berarti ma’rifat kepada Allah,
menyaksikan keberadaan Allah di dalam setiap keadaan dengan pandangan yang
yakin, dengan pengetahuan yang yakin dan hakikat kenyakinan. Allah
memerintahkan agar manusia mendapatkan kenyakinan yang benar dengan jalan
senantiasa beribadah kepada Allah:
“Dan beribadahlah engkau sehingga
dating kepada keyakinan”. (QS. 15: 99).
Dan orang yang faham akan keberadaan
dirinya dan keberadaan Tuhannya, maka dia akan memiliki akhlak yang baik kepada
dirinya dan kepada Tuhannya. Keberadaan dan kedudukan tasawuf dalam ajaran
Islam sama dengan keberadaan ihsan dalam
tiga dimensi bangunana agama islam atau setidak-tidaknya merupakan ilmu
pendukung kea rah keberhasilan memiliki kwalitas keihsanan seseorang dalam
ajaran agama islam.
Agar dapat memiliki iman yang benar
maka seseorang harus mempelajari ilmu aqidah atau tauhid, dan agar seseorang
dapat melaksanakan ajaran islam yang benar maka seseorang harus mempelajari
syari’at secara baik dan jika seseorang ingin menjadi seorang muhsin
(berperilaku ihsan) maka seseorang harus memasuki dan belajar tasawuf, karena
tasawuf adalah ilmu dan amaliyah dalam upaya ma’rifat kepada Allah dengan
senantiasa menjaga akhlak kepada Allah yang sebaik-baiknya. Dan ketiga unsure
serta dimensi agama Islam itulah yang disebut Islam itu sendiri, tidak dapat
dipisah-pisahkan.
0 Komentar untuk "pengertian ahlak tasawuf"