peranan guru dalam
pengembangan kurikulum, yang pertama adalah sebagai implementers, yakni sebagai
pengimplementasi kurikulum. Dalam hal ini, guru hanya mengaplikasikan kurikulum
yang telah dibuat oleh pemerintah sebagai tenaga teknis. Dalam hal ini, guru
tidak memiliki ruang untuk menentukan isi ataupun target kurikulum. Martinis Yasmin
menyebutkan, bahwa guru menerapkan kurikulum yang telah dirancang pemerintah
dan institusi, dan mereka harus mampu mengajarnya walaupun kurikulum sebelumnya
terdapat banyak perubahan. Demikian juga muatan yang terdapat dalam kurikulum[9].
Kedua, sebagai adapters, yakni peran guru
sebagai pelaksana kurikulum. Bukan hanya itu, guru juga diperbolehkan untuk
menyelaraskan kurikulum yang ada dengan situasi, kondisi dan kebutuhan siswa
dalam suatu daerah. Peran ini lebih luas cakupannya dibanding dengan peran guru
sebagai implementers, sebagai contoh; kebijakan dalam kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP), para perancang kurikulum hanya menentukan standar isi
sebagai standar minimal yang harus dicapai. Bagaimana implementasinya, kapan
waktunya dan hal-hal teknis lainnya seluruhnya ditentukan oleh guru. Dengan
demikian guru akan lebih merasa tertantang untuk memvariasikan kegiatan
pembelajaran dan terhindar dari rutinitas yang menjemukan karena memiliki
kesempatan dalam mengembangkan kreatifitas yang dimilikinya.
Ketiga, sebagai developers, yakni peran
guru sebagai pengembang kurikulum. Dalam
hal ini, guru dapat mendesain kurikulum sesuai dengan visi dan misi sekolah.
Ini merupakan salah satu dari kelebihan kurikulum KTSP yang sedang berlaku saat
ini yakni, memberikan otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan. Salah
satu contohnya, adalah pengembangan muatan lokal dan pengembangan diri yang
berbeda antara satu sekolah dengan sekolah lainnya.
Keempat, sebagai researchers, yakni peran
guru sebagai peneliti kurikulum. Guru yang professional akan meneliti dulu
kurikulum yang akan digunakan untuk meningkatkan kinerjanya sebagai seorang
guru. Dalam buku profesi keguruan disebutkan, di dalam pelaksanaan kurikulum
tugas guru adalah mengkaji kurikulum tersebut melalui kegiatan perseorangan atau
kelompok (dapat dengan sesama guru di satu sekolah, dengan guru di sekolah lain
atau dengan kepala sekolah dan personel pendidikan lain seperti pengawas).
Dengan demikian guru dan kepala sekolah memahami kurikulum tersebut sebelum
dilaksanakan[10].
Selain Murray Printr, Saiful Arif juga menulis
dalam bukunya, bahwa pengembangan kurikulum dari segi pengelolaannya dapat
dibedakan antara yang bersifat sentralisasi, desentralisasi, dan
sentral-desentral. Dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi,
kurikulum disusun oleh suatu tim khusus di tingkat pusat. Kurikulum bersifat
uniform untuk seluruh Negara, daerah, atau jenjang/jenis sekolah[11].
Sedangkan desentralisasi adalah sebaliknya yakni; disusun oleh sekolah atau
sekelompok sekolah tertentu dalam suatu wilayah atau daerah.
Baik sentralisasi maupun desentralisasi,
keduanya memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing, sehingga untuk
mengatasi hal tersebut dibentuklah campuran antara keduanya yakni
sentral-desentral. Untuk memperjelas antara sentralisasi dan desentralisasi,
penulis akan memjelaskan sedikit tentang kelebihan dan kekurangan dari
keduanya.
Beberapa kelebihan sentralisasi, adalah;
1. Mendukung
terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa
2. Tercapainya standar
minimal penguasaan/perkembangan anak
3. Mudah dikelola,
dimonitor dan dievaluasi, serta lebih hemat dilihat dari segi waktu, biaya dan
fasilitas.
Adapun tentang kelemahan sentralisasi, adalah;
1. Penyeragaman
kondisi yang dapat menghambat kreatifitas, hal ini akan memperlambat
kemajuansekolah yang sudah mapan.
2. Ketidakadiklan
dalam menilai hasil.
3. Menunjukkan adanya
perbedaan yang sangat ekstrem.
0 Komentar untuk "peran guru dalam kurikulum"